15) Something Wrong

409K 27.6K 1.7K
                                    

Axel menggeram kesal. Tak terasa sudah sepuluh hari ia mengerjai Ocha. Namun nampaknya Ocha masih belum bergeming untuk berlutut dan meminta maaf padanya. Padahal Axel sudah melakukan apa pun. Dari mulai menyuruh semua orang menjauhi Ocha, memasukkan tikus ke dalam tas Ocha, mengotori loker Ocha, merobek buku PR Ocha, membuang seragam olahraga Ocha, dan masih banyak yang lainnya. Semua hal itu rupanya belum cukup membuat Ocha tertekan dan mengaku kalah.

"Kenapa tuh anak belum datang ke sini buat minta maaf ke gue? Apa gue terlalu lunak?" Axel berjalan mondar-mandir, memikirkan rencana selanjutnya yang akan ia lakukan pada Ocha. Dia kesal karena Ocha terlihat santai.

"Lo masih ngerjain si Oka-" Bima terhenti. Ia bahkan sudah lupa nama lengkap Ocha.

"Okalina Taruni." Axel melengkapi.

"Apa lo serius mau ngerjain dia selama 100 hari? Gue pikir lo udah bosen."

"Gue akan buat cewek jelek itu bertekuk lutut di hadapan gue, menangis, dan mengemis meminta pengampunan ke gue."

Bima menggeleng sambil berdecak. "Xel, lo udah gila! Lo nggak pernah ngerjain cewek sampai segitunya. Paling lama cuman 4 hari doang biasanya. Kenapa kali ini parah banget sih? 100 hari coba?"

"Bim, asal lo tau ya, dia udah bikin gue kesel setengah mati. Pertama, dia resign jadi manager sebelum gue pecat. Kedua, dia nggak mau jadi tukang masak gue. Ketiga, gara-gara dia, gue jadi inget sama nyokap gue. Terus setelah itu, dia nggak tanggung jawab."

"Stop! Stop! Kenapa lo ingat nyokap lo gara-gara dia?"

"Awalnya gue nyuruh dia masak, terus masakannya sama persis kayak masakan nyokap gue. Terus, saat gue suruh dia jadi tukang masak, dia malah nggak mau. Kesel kan?"

"Oooh jadi seperti itu." Bima mengangguk paham. Diam-diam, Bima melirik Axel sebentar dengan salah satu alis terangkat. Ia menyimpulkan bahwa Axel hanya ingin selalu dekat dengan Ocha saja. Namun Axel masih belum menyadari hal itu. Padahal Bima sudah menebaknya sejak awal Ocha diterima secara paksa menjadi manager Band.

"Berisik kalian bedua! Heran deh, kayaknya kalian harus clubbing biar nggak stress gara-gara ngurusin Ocha. Sekalian ONS dulu sebelum ujian minggu depan!" Saran Satria sambil membalas chat-chat dari pacar-pacarnya.

Axel mengangguk mengiyakan. Sejak ia marah pada Ocha, sudah lama dia tak mengunjungi club malam dan bermain dengan cewek-cewek cantik yang menggilainya. Axel selalu menghilangkan stress dengan cara seperti itu sejak ibu tirinya menyuruhnya tinggal terpisah dengan Pak Ardiaz.

***

Alvaro memasukkan beberapa bola biliar ke dalam lubang dan mencetak angka berulang kali. Royyan tak mau kalah. Dalam satu bidikan, dia juga mampu memasukkan beberapa bola. Mereka berdua tampak asyik bermain biliar. Sementara Sean asyik bermain game.

Tempat khusus itu dibangun Pak Radeya untuk Sean dua tahun lalu, saat Sean kelas 3 SMP sebagai hadiah ulang tahun, dengan syarat, Sean harus mempertahankan prestasinya baik dalam bidang akademik maupun non-akademik. Di dalam tempat khusus itu dilengkapi berbagai macam permainan dan video game. Seorang gamers seperti Sean pasti betah berlama-lama di dalam sana. Itulah sebabnya dia enggan membantu Bu Liana menyelesaikan disertasi dan memilih melimpahkan tugasnya pada Ocha.

"Yan, lo nggak bosen main game terus?" tanya Royyan. Nampaknya ia mulai bosan bermain biliar.

"Enggak, Roy. Game ini seru banget tau!" Sean masih fokus memainkan gamenya.

"Iya, Yan. Cari suasana baru yuk! Gimana kalau kita clubbing?" celetuk Alvaro.

"Ide bagus tuh! Kebetulan cewek gue ngajakin gue ke club malam ini." Royyan mengangguk setuju.

"Iya, Yan. Sekalian lo cari pacar di club. Biar lo nggak dikira homo," imbuh Alvaro. "Kita aja udah gonta-ganti cewek lebih dari sepuluh kali. Lha elo? Satu aja belom dapet!"

"Bodo!" ucap Sean tak peduli. Yang ia pedulikan sekarang adalah game yang dimainkannya.

"Iya sih. Lo maniak nge-game. Tapi sekali-kali, lo harus main ke club. Mainin cewek juga termasuk nge-game keles." Royyan sudah bersiap pergi. Ia memakai jaketnya lalu mengikat tali sepatu.

"Ayo ikut kita! Biar lo nggak cupu!" Alvaro menarik tangan Sean. Dan dibantu Royyan, mereka berhasil memaksa Sean ikut mereka ke club malam.

Sean pernah satu kali ke club malam. Dan dia tidak suka. Menurutnya, club malam adalah tempat yang sangat tidak higienis. Terlebih lagi, club malam adalah tempat yang sangat tidak sehat dan lahan penularan berbagai macam penyakit. Di sana Sean bisa menghirup asap rokok yang mengepul di udara, melihat dengan jijik puluhan pasang muda-mudi yang berciuman mesrah, bahkan ada pula yang melakukan hal yang lebih dari itu.

Sean adalah remaja jenius yang berpengetahuan luas. Ia mengetahui bahwa ada banyak penyakit yang bisa ditularkan melalui ciuman, seperti flu, hepatitis B, meningokokus, herpes, TBC, dan masih banyak yang lainnya. Terlebih lagi, jika berhubungan sexual dengan sembarang orang, maka akan berakibat sangat fatal. Hal itu akan menyebabkan penularan penyakit  yang lebih mengerikan seperti gonore, sifilis, klamidia, kanker prostat, kanker serviks, HIV AIDS, dan masih banyak yang lain. Maka dari itu, Sean benar-benar menghindari narkoba dan seks bebas karena ia masih memiliki akal sehat meskipun terkadang ia ikut merokok dan mabuk. Itu pun jarang.

"Eh itu kan gengnya Sean!" Satria menunjuk tiga cowok tampan yang baru saja memasuki club.

"Tumben si Sean ikut. Biasanya dia kerjaannya nge-game mulu. Kalau enggak ya baca buku," imbuh Bima.

Sean melihat ke kanan lalu ke kiri. Pemandangan yang ia lihat setahun yang lalu terasa semakin parah. Rupanya remaja yang semakin berani semakin banyak, tanpa memikirkan konsekuensi yang akan mereka alami di kemudian hari. Lagi, Sean bergidik jijik, heran mengapa Royyan dan Alvaro senang sekali pergi ke club di malam minggu seperti ini.

"Jangan hiraukan si Sean. Gue nggak mau ada urusan sama dia," ucap Axel memperingatkan. Di sebelah kirinya sudah ada Tika yang menciumi pipinya tanpa henti.

Sean melihat arlojinya. Saat ini pukul 19.15 WIB, pengunjung club masih belum terlalu banyak. Royyan dan Alvaro langsung memesan tiga gelas cocktail untuk mereka nikmati. Sebelum Sean meminum segelas cocktailnya, ponselnya bergetar di dalam saku. Panggilan video call tersebut dari Lisya. Ia segera meletakkan kembali segelas cocktailnya di atas meja, berjalan cepat ke atas balkon, dan menerima panggilan video call dari Lisya.

"Kak Sean, tadi Mama tanya di mana rangkuman jurnalnya. Mama tadi udah cari ke kamar Kak Sean. Tapi nggak ada," jelas Lisya.

"Jurnal Mama ada di meja belajar, di bawah buku matematika," jawab Sean datar.

"Oooh oke kalau gitu." Lisya hendak mematikan panggilan video callnya setelah mengangguk paham.

"Eh eh," cegah Sean.

"Kenapa, Kak?"

"Itu si Ocha mau ke mana?" Sean menunjuk Ocha yang tak sengaja ikut terekam video call. Kebetulan Lisya men-video call di ruang tamu, jadi orang yang hendak lewat kemungkinan bisa terekam ke dalam video call.

"Dia mau kencan. Tadi dia udah ijin Mama. Katanya nggak bakal pulang lebih dari jam sembilan malam."

"Kencan?"

"Ya iyalah. Ini kan malam minggu. Lagian  pacarnya si Ocha itu, romantis parah. Pasti si Ocha bakal dibikinin puisi dan dikasih sekuntum mawar. Iiiih kapan ya aku dapat pacar kayak-"

Sebelum Lisya melanjutkan kalimatnya, Sean langsung mengakhiri panggilan. Tanpa berpikir panjang, ia berlari keluar dari club, memasuki mobil, lalu pergi mencari Ocha. Tiba-tiba ada semacam perasaan tidak iklas jika Ocha pergi berkencan dengan cowok lain.

😊😊😊😊😊

Sean jealous?

Gimana ya kalau Sean beneran jealous?

Kalian pernah nggak kenal sama cogan pinter?

Apa kalian pernah disukai sama cogan pinter?

Kalau author sih kagak pernah disukai cogan pinter. Soalnya cogan yang author kenal kagak ada yang pinter 😭

I am in danger [TERSEDIA DI GRAMEDIA]Where stories live. Discover now