42) I Hate My First Kiss

337K 20.4K 1K
                                    

Sesampainya di asrama, Sean membukakan pintu mobil untuk Ocha. Meski agak canggung setelah ditolak, tapi ia tak berniat menyerah. Ia yakin suatu hari nanti, Ocha akan membalas cintanya.

"Selamat malam," kata Sean. Suaranya masih terdengar galak, namun terasa kikuk.

Ocha berdehem untuk menghilangkan rasa canggung yang ia miliki. "Selamat malam juga," timpal Ocha kemudian.

"Sampai ketemu besok."

Ocha hanya mengangguk kaku, melambaikan tangan sejenak, lalu berlari memasuki asrama. Ocha menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskannya, mengatur detak jantungnya agar kembali normal seperti biasa. Malam ini sungguh tidak akan pernah Ocha lupakan.

"Kamu kenapa? Kok kayak tegang gitu?"

Pertanyaan yang dilontarkan Atika berhasil membuat Ocha terlonjak kaget. Ia berdehem kikuk, bingung harus menjawab apa. Tidak mungkin ia mengatakan kalau Sean baru saja menyatakan cinta padanya.

"Em ... Nggak apa-apa kok, Kak. Aku cuma lagi agak nggak enak badan aja," kata Ocha berbohong.

Ocha buru-buru memasuki toilet untuk mandi dan berganti pakaian. Jam dinding sudah menunjukkan angka sepuluh. Ia harus bergegas tidur karena besok ia harus sampai ke sekolah jam tujuh tepat.

****

Axel mengerucutkan bibirnya sembari melipat tangan, mondar-mandir di dalam ruang band, menunggu kedatangan Ocha. Ia kesal karena Ocha pergi begitu saja tanpa pamit. Terlebih lagi, Bima bilang, Ocha pergi bersama Sean. Tentu saja hal itu membuatnya semakin naik darah.

"Hai semuanya," sapa Ocha ketika memasuki ruang band.

Axel melotot lalu menarik tangan Ocha keluar menuju tempat parkir. Ia bahkan tak memedulikan band metafora lagi. Mau latihan atau tidak, Axel sekarang tidak tertarik. Axel hanya tertarik pada Ocha seorang.

Axel memasukkan Ocha secara paksa ke dalam mobil. Axel kemudian duduk di kursi kemudi dan mengebut di jalanan seolah yang membangun jalan adalah papanya.

"Kakak mau ke mana sih?" tanya Ocha kesal. Semakin hari, Axel terkesan semakin ngelunjak.

"Mau ngajak lo kencan biar gue nggak bete," jawab Axel ketus.

"Kencan? Idiiiiih amit-amit. Cepetan turunin aku!"

"Nggak mau. Kalau lo mau turun, lo boleh loncat. Soalnya gue nggak berhenti."

Ocha mendesis kesal karena ancaman Axel. Bagaimana pun juga, ia tak bisa membiarkan Axel terus bertindak semaunya sendiri. Ocha berusaha membuka pintu mobil, melihat seberapa tega Axel tetap menyetir dengan pintu terbuka seperti itu.

"Eh lo jangan nekat ya!" Axel sesekali melihat ke Ocha, bergantian melihat fokus ke jalan.

"Kalau Kakak nggak berhentiin mobilnya, aku bakal lompat."

"Ya udah. Lompat aja kalau lo berani."

"Oke," tantang Ocha. Ia sudah terbiasa naik bus tanpa pintu dan bergelantungan di sebelah karnet, menikmati udara yang menerpa.

"Eh eh iya iya. Gue berhenti," kata Axel menyerah. Tidak mungkin rasanya ia tega melihat Ocha loncat dari mobilnya.

Axel menepikan mobilnya di tepi jalan. Ia kemudian menarik Ocha keluar dari mobil. Mata Axel melotot, heran kenapa ada cewek senekat Ocha. Baginya, Ocha memang spesies langka.

"Kakak tuh apa-apaan sih? Dikit-dikit marah. Dikit-dikit maksa. Bisa nggak, Kakak berhenti maksa? Aku kesel sama Kakak," ungkap Ocha naik pitam. Sikap pemaksa Axel semakin hari semakin tidak bisa ditoleransi.

"Lo pikir gue nggak kesel sama lo? Lo pergi sama Sean begitu aja tanpa pamit. Lo itu milik gue. Lo nggak boleh ke mana-mana tanpa seizin gue," sahut Axel posesif.

"Aku bukan milik siapa pun. Hidupku adalah hidupku. Aku berhak melakukan apa yang aku pilih."

"Kenapa lo selalu ngeyel? Lo bikin gue tambah kesel tau nggak?" bentak Axel bertambah emosi.

"Siapa di sini yang bikin kesel? Aku atau Kakak? Apa aku pernah memaksa Kakak melakukan ini itu?"

"Lo itu-" Axel kehabisan kata-kata. Rupanya Ocha pintar berdebat.

"Kak Axel selalu bertindak sesuka hati tanpa memikirkan orang lain. Kakak harusnya paham kalau aku selama ini tertekan dengan segala tindakan Kakak. Aku-"

Cuuuuuuppp

Entah sejak kapan tangan Axel menangkup kedua pipi Ocha dan bibir mereka saling bersentuhan. Mata Ocha melebar kaget. Ia spontan mendorong Axel jauh-jauh, terlalu benci dengan tindakan tersebut.

"Apa yang Kakak lakukan?" tanya dengan mata berkaca-kaca.

"Gue cium lo. Kenapa emang?" tantang Axel.

"Kak, itu ciuman pertama yang aku jaga untuk suamiku kelak kalau aku udah nikah."

"Gue bakal jadi suami lo. Jadi tenang aja."

Plaaaaak

Sebuah tamparan mendarat keras di pipi Axel dari tangan mungil Ocha. Axel terdiam saat Ocha menitihkan air mata. Ini adalah kedua kalinya ia membuat Ocha menangis. Ocha berlari, menghentikan salah seorang ojek yang kebetulan lewat lalu melesat pergi di tengah keramaian kota Jakarta.

😊😊😊😊😊
Maaf updatenya malem banget. Soalnya baru datang dari Surabaya.

Alhamdulillah. Author lolos ujian CAT CPNS cpns hehe

Author minta doanya agar author lulus ke tahap selanjutnya ya
Doa kalian begitu berharga bagi author

I am in danger [TERSEDIA DI GRAMEDIA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang