23) Heart Beat

388K 25.6K 1.1K
                                    

Setelah mengunjungi Faril di pesantren, Ocha berangkat ke tempat yang disebut Sean sebagai Game Room. Sean sudah mengirim alamat tempat tersebut pada Ocha. Dia tahu kalau Ocha adalah anak yang cerdas, pasti Ocha hafal peta Jakarta dan langsung tahu di mana tempatnya meskipun terkadang tukang ojek online yang dipesan Ocha mungkin tidak mengetahui base camp Sean itu.

"Tempat apa ini?" Ocha mendongak, melihat papan bertuliskan 'Game Room' saat tiba di tempat tujuan.

Ocha melangkah memasuki pintu yang terbuka. Di tempat itu, ada Sean, Royyan, Alvaro, dan empat cewek cantik bertubuh sexy. Ocha meneguk ludah, merasa asing dengan suasana tempat itu. Ocha mengedarkan pandangan ke sekeliling, takjub melihat berbagai macam permainan tersedia di dalam sana.

"Ocha? Ngapain lo ke sini?" Alvaro menghentikan permainan kartunya saat melihat Ocha yang berdiri di dekat pintu.

Semua orang melihat ke arah Ocha. Sean menghentikan game yang dimainkannya lalu mengajak Ocha duduk. Ocha bahkan lupa menjawab pertanyaan Alvaro. Entah sejak kapan ia kehabisan kata-kata.

"Gue yang ajak dia ke sini," jelas Sean kemudian.

Alis Alvaro dan Royyan terangkat kaget. Mereka berdua saling menatap heran. Baru kali ini Sean mengajak seorang cewek ke Game Room, base camp pribadi mereka.

Ocha mengangguk sopan pada Alvaro dan Royyan sebagai pengganti salam. Alvaro dan Royyan mulai paham mengapa Sean melarang mereka berdua merokok hari ini. Sudah jelas karena ada Ocha.

"Kak, aku sudah menganalisis hasil penelitiannya dan membuat diagramnya. Jadi aku-" jelas Ocha terpotong.

"Nggak usah dijelasin. Gue percaya kok," kata Sean cepat.

Ocha mengangguk paham, mengeluarkan hasil kerjanya ke atas meja, berharap Sean mengecek setumpuk kertas itu.

"Lo ada ujian musik ya?" tanya Sean memulai topik baru.

Ocha mengangguk. "Iya. Aku bakal bermain gitar."

"Mau gue ajarin?"

"Ha?"

Alvaro dan Royyan lagi-lagi terlonjak kaget. Mereka kembali menatap satu sama lain, heran dengan sikap Sean yang tak seperti biasanya. Sean yang tak memedulikan cewek mana pun, kini terlihat sangat perhatian pada Ocha.

"Roy, kayaknya si Sean suka sama Ocha deh," bisik Alvaro ke telinga Royyan.

"Sudah kuduga," timpal Royyan sambil mengelus janggutnya sendiri.

Ocha belum menjawab, masih bingung sendiri. Sean, si Kakak kelas yang super galak, tiba-tiba menawarkan diri untuk mengajarinya bermain gitar. Apa Ocha tak salah dengar? Mata Ocha mengerjap. Ocha kemudian mengangguk cepat setelah bengong beberapa saat.

"Mau, Kak. Mau banget malah," sahut Ocha antusias.

Sean mengambil gitarnya dan memberikannya pada Ocha. Ia mulai mengajari Ocha beberapa kunci yang mudah, menuntun jemari Ocha agar pas dalam menekan senar gitar. Karena jika salah, pasti nadanya akan terdengar sedikit sumbang.

Sean merasakan seolah ada aliran listrik yang menjalar dari jemarinya yang kini menuntun Ocha menekan senar gitar. Aliran listrik itu seakan-akan menjalar ke dadanya, membuat degupan jantungnya tak berirama, dan seolah ada perasaan yang menggelitik namun menyenangkan. Baru pertama kali Sean merasakan hal ini.

"Aduh, kok jantung gue deg-degan gini sih? Apa karena gue terlalu banyak minum teh tadi pagi?" batin Ocha. Ia juga merasakan ada yang salah pada dadanya.

"Kenapa gue jadi ngerasa aneh?" Sean bertanya-tanya dalam hati.

Sean berdehem, melepaskan tangannya dari Ocha, mengubah posisi duduknya menjauh dari Ocha. Sean hanya tak ingin terlihat kikuk di hadapan orang lain.

"Eh itu salah!" tegur Sean saat Ocha tak sengaja menekan kunci yang salah.

"Maaf, Kak," timpal Ocha.

Royyan mendekatkan mulutnya ke telinga Alvaro seraya berbisik, "Bro, gimana kalau kita cek aja. Apa benar si Sean naksir sama Ocha."

"Caranya?" tanya Alvaro.

"Gue bakal goda si Ocha. Kalau Sean marah atau bete, berarti Sean suka sama Ocha."

"Tumben elo cerdas. Biasanya bego."

Royyan menyeringai. Ia kemudian berjalan menghampiri Ocha lalu duduk di sebelah Ocha. Sean mulai terusik.

"Cha, tadi gue perhatikan jari lo kurang nekan gini." Royyan membenarkan posisi jemari Ocha.

Sean terus mengamati pergerakan tangan Royyan yang dengan lancang menyentuh jemari Ocha. Dan Sean tidak suka itu. Sean langsung menyingkirkan tangan Royyan dengan kasar, tak terima jika tangan Ocha disentuh oleh Royyan.

"Balik sana!" suruh Sean tegas.

Royyan menelan ludah. "Iya-iya. Nih juga mau balik." Royyan berdiri dan berjalan malas, kembali ke tempat Alvaro.

"Sumpah. Lo betul, Roy. Sean jatuh cinta." Alvaro berbisik dengan penuh penekanan.

"Kita perlu mencatat tanggal di hari ini. Siapa tahu masuk buku sejarah," timpal Royyan.

Sean senang mengajari Ocha. Dia tersenyum tipis sambil sesekali mengamati Ocha yang terlihat agak kebingungan mengenali not. Dan untuk kesekian kali, Alvaro dan Royyan saling menatap satu sama lain, heran bukan main. Mereka mengucek mata mereka, barangkali salah lihat. Sean tersenyum! Senyuman Sean bahkan lebih langka daripada barang-barang antik yang kerap mereka beli di pelelangan. Menakjubkan!

"Lo nggak punya gitar kan? Ambil aja gitar ini kalau lo mau," kata Sean.

"Ha? Yang bener?" mata Ocha terbelalak senang.

Sean tercekat. Entah sejak kapan wajah Ocha terlihat sangat imut. Sean berdehem, mendorong pelan muka Ocha ke belakang hanya untuk menghilangkan rasa aneh yang membuatnya kikuk.

"Ekspresinya bisa biasa aja nggak?" tegur Sean. Matanya tak bisa fokus pada Ocha hingga melihat ke segala arah. Jika fokus, perasaan menggelitik itu akan datang dan memaksa Sean terlihat bodoh.

"Makasih banyak, Kak. Aku seneng banget." Ocha memeluk gitar pemberian Sean. Sudah lama ia ingin memiliki gitar pribadi.

"Anggap saja gitar itu sebagai bonus karena lo udah mau kerja sama gue."

"Makasih banyak, Kak. Makasih makasih makasih. Pokoknya sejuta makasih deh." Senyum Ocha melebar. Ia mengacungkan dua jempolnya untuk Sean.

Sean hanya mencari alasan untuk bertemu Ocha. Sebenarnya, disertasi Mamanya sudah rampung beberapa hari yang lalu, dan tinggal menunggu sidang. Seharusnya dia tak butuh jasa Ocha lagi. Itu hanya alasan. Tidak bisa dipungkiri jika Sean merasa ada sesuatu yang hilang saat Ocha pergi meninggalkan rumahnya.

😊😊😊😊😊
Waaaah Ocha dikasih gitar!!

Judul chapternya heart beat (bukan judul motor bebek)😅

Paan sih thor! Jayus deh

Follow akun WP Zaeemaazzahra

akun WP @zaimnovelis

Instagramku jangan lupa difollow juga haha

zaimatul.hurriyyah

I am in danger [TERSEDIA DI GRAMEDIA]Onde as histórias ganham vida. Descobre agora