Bagian 4 : Jadi miliknya

347K 22.8K 3.5K
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


***

Daichi menghela nafasnya saat Ayahnya Kento melangkahkan kakinya begitu saja meninggalkannya tanpa pamit. Sudah merasa muak setelah sekian lama di diamkan seperti ini Daichi bersuara.

"Mau sampai kapan otosan diemim Ichi?!" Ucapannya seketika menghentikan langkah Kento yang sudah hampir keluar dari pintu rumah. Kento menoleh sudah mendapati dirinya yang berderai air mata.

"Semenjak okasan pergi, otosan jadi cuek sama Ichi," Kento diam meresapi ucapan dirinya, lalu tak lama ia kembali melangkahkan kakinya menuju Daichi dan dengan ringannya ia langsung menampar wajahnya membuat Daichi terdiam merasakan panas di pipinya. Tidak mengatakan apapun Kento melangkahkan kakinya keluar rumah meninggalkan dirinya dengan perasaan yang bercampur luar biasa.

Sedih, sakit, tidak ada yang mengerti. Daichi mengusap air matanya yang mengalir deras, tiba-tiba Deris datang lalu menghampiri dirinya yang tersungkur di lantai dengan air matanya yang sudah mengalir.

"Ya Tuhan, kenapa sayang kamu di apain?" Tanya Deris lalu memeluk Daichi. Ichi mengusap air matanya segera lalu menatap Deris.

"Gimana mbak bisa tahu Papa udah pergi?" Tanya Daichi, Deris menghela nafasnya.

"Tadi mbak waktu buang sampah, pas banget ngeliat Papa kamu keluar dengan wajah kayak nahan marah gitu terus naik mobilnya kenceng banget lagi, Mbak sampe kaget," terangnya membuat Daichi mendengus pelan.

"Terus itu alasan kenapa mbak langsung ke rumah?" Tanya Daichi, Deris mengangguk.

"Ichi cuma nanya doang mbak kenapa Papa cuek, terus Ichi di tampar." Mata Deris membulat saat ia berterus terang.

"Sumpah ini mbak harus bertindak atau-"

"Mbak, nggak apa-apa. Papa sayang sama Daichi," potongnya.

"Tapi haruskah begitu? Nampar kamu seenaknya, marah-marahin kamu yang melakukan masalah sepele? Please, Mbak liat ini nggak wajar," ujar Deris sedih sendiri. Daichi tersenyum tipis.

"Nggak apa-apa Mbak, ada alasan kenapa Papa begitu, udah ya mbak Daichi harus siap-siap buat berangkat kuliah."

"Pipi kamu merah gitu, pasti sakit." Dengan cepat Daichi tersenyum.

"Sayang sama mbak Deris!" Deris memutar bola matanya, entah mengapa ia harus di pertemukan dengan anak sebaik dan setabah Daichi, sebagai anak Piatu, Deris merasa seperti seorang ibu untuk Daichi. Dan dia sangat tersakiti jikalau gadis itu menangis atau bahkan di lukai. Namun Daichi tetap saja berkata bahwa dia baik-baik saja, dan yah haruskah dengan senyum manisnya itu, Deris merutuki gadis penyabar seperti Daichi.

REANO  (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang