2. Penasaran

1.6K 234 16
                                    

Jam makan siang adalah jadwal yang paling membahagiakan bagi semua murid. Bukan hanya untuk anak-anak SMA yang bisa lepas dari kimia hingga fisikanya. Tapi juga untuk anak TK yang sudah jenuh dengan menggambar dan mewarnai pada buku gambar mereka.

"Di pakai ya serbetnya!!"

Sana berteriak ditengah keramaian yang ada. Sesekali ia membantu anak-anak yang tak bisa memakai serbet sendiri, terkadang ia juga memuji anak-anak yang bisa mengikat, dan berbaik hati mau membantu temannya yang tak bisa memakai serbet. Yah, setidaknya anak-anak berbakat dalam tali-menali itu sudah meringankan sekian persen tugasnya siang ini.

"Bu guru, aku gak mau makan pake keju! Aku alergi keju!"

"Oke sayang..."

Sana mengusap pipi salah satu anak muridnya, lalu berjalan menuju dapur yang berisikan juru masak yang bertugas khusus menyediakan makan siang untuk anak-anak TK. Sementara untuk day care--berisikan anak-anak yang tidak pulang setelah sepulang sekolah--disini, mereka akan menghabiskan makan malam mereka disini pula.

Diatas meja, terdapat banyak nampan makanan. Makanan tersebut dibagi menjadi dua sisi. Satu sisi khusus untuk makan dengan isi dan porsi yang sama, sementara yang satu lagi tidak.

Sebab sebagai guru, mereka harus tahu sifat makannya anak-anak. Ada yang tidak bisa makan keju atau kacang-kacangan, ada yang tak suka labusiam--sehingga staff dapur harus menghancurkan labusiam itu, dan dicampur dengan nasi--atau sayur-sayuran yang lain, dan masih banyak lagi larangan-larangan yang ada.

Jadi, sebenarnya tanpa perlu si anak memberi tahu, mereka juga sudah paham betul akan apa-apa saja yang tidak boleh dimakan oleh anak-anak tersebut. Tapi namanya juga anak-anak, ya paham sendiri bawelnya seperti apa.

"Lo gak pulang?"

Sana yang baru saja hendak membawa dua buah nampan kepada anak-anak di meja makanpun sontak menoleh kepada sosok Chungha yang hari ini bertugas menyiapkan makanan bagi anak-anak. Maka dari itu, ia mengestafet dua nampan ditangannya pada orang lain, sebab ia akan meladeni pertanyaan Chungha.

"Enggak, kan belum jam pulang" jawab Sana

"Memangnya lo gak perlu packing untuk besok? Lo bakalan sebulan disana lho San. Lo harus mempersiapkan materi yang lo sampaikan, lo juga harus persiapkan kebutuhan dan perlengkapan lo, seperti pakaian dan obat-obatan saat disana nanti. Udahlah, lo pulang aja... kepsek juga udah izinin lo gak masuk kan hari ini?"

Sana tidak memotong perkataan wanita dihadapannya itu sama sekali. Setelah memastikan jika Chungha sudah mencapai titiknya, barulah Sana tersenyum dan menganggukan kepala dua kali, "Gua udah siapin semua itu sejak jauh-jauh hari, Chungha. Tenang aja... gua bisa jaga diri baik-baik kok. Gua harap lo gak lupa kalau gua ini udah sering jadi relawan."

"Y-ya, bener juga sih..." jawab Chungha

Sana tersenyum dan menoleh kearah anak-anak di ruang utama kantin sekolah ini. Ia merasa terhibur melihat betapa semua muridnya fokus pada makanan mereka masing-masing, dan menikmati sesi makan siang dengan cara mereka masing-masing.

Yang senang memotong-motong daging sebelum makan, maka ia akan melakukan itu terlebih dahulu. Yang suka mencampur semua makanan, maka ia mengaduk-aduk dengan antusias sesuai seleranya. Dan ada pula yang suka makan sambil bicara dengan orang sekitarnya, membuat Sana refleks memanggil nama bocah tersebut, dan tersenyum dengan meletakkan jari telunjuknya didepan bibir.

"Anak-anak, kalau makan gak boleh???"

"NGOMONG!!" koor bocah-bocah berseragam dengan dominasi warna biru muda diruangan itu. Mereka merespon ucapan Sana--guru mereka--dengan baik, membuat Sana jadi semakin dan semakin lagi sayang kepada anak didiknya tersebut.

TRAUMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang