25. Tantangan Hidup.

802 134 11
                                    

Sekarang semua pasang mata tengah tertuju padanya. Sana tak bisa membalas tatapan mata itu, dan sorot matanya masih terus membalas tatapan mata Joy yang terlihat polos mengarah padanya.

"Hmm... sekitar SMA kelas 2" jawab Sana.

"Ekhemm..."

Yang berdehem barusan adalah Mingyu, pria jangkung itu nampak melirik secepat kilat kepada Wonwoo yang nampak menyembunyikan rasa terkejutnya saat ini dibalik wajah datarnya.

"Wuaw, ini sedikit lebih cepat dibandingkan Wonwoo tadi ya hehehe" Mingyu berusaha mencairkan suasana, walaupun ia tahu kalau kalimatnya barusan malah bisa jadi malah memperkeruh suasana.

Hm, mungkin hanya suasana antara dirinya dengan Wonwoo dan Sana saja. Semua orang disini kan tidak tahu apa-apa. Iya bukan?

***

"Sorry"

Wonwoo yang bertugas membakar sosis dan daging-dagingan bersama Mingyupun langsung menoleh ke sumber suara, dimana ia melihat Joy tengah berjalan mendekat kepadanya, lalu duduk disampingnya yang masih sibuk mengipas ini.

"Perasaan lo gak punya salah sama gua" gumam Wonwoo pelan, namun Joy bisa mendengarnya jelas.

"Ya mungkin lo ngerasa gua gak salah, tapi gua ngerasa bersalah sama lo. Gua mau minta maaf karena sudah menduga yang tidak-tidak tentang lo dan Sana."

"Oh, soal itu"

Joy mengangguk dan tersenyum, "Gua gak masalah kalau lo bersahabat sama dia, toh gua gak punya hak untuk membatasi pertemanan lo kan? Soal yang kemarin... maksud gua pas gua mengorek banyak informasi tentang kalian. Itu semua murni karena gua kaget lo bisa kenal sama dia, apalagi sampai mempekerjakan dia di rumah lo"

Wonwoo tidak membalas apa-apa, dia hanya terdiam dan menyuruh Mingyu untuk gantian mengipasi daging, sementara Wonwoo sendiri kini tengah mengangkat daging-daging yang sudah matang dari panggangan.

"Walaupun sejujurnya gua iri sama Sana." Ia tertawa kecil, "Kenapa ya gua bisa iri sama dia?"

"Semua orang iri sama dia, termasuk gua"

"Oh ya? Kenapa?"

"Karena kita berdua sama-sama manusia yang lahir dengan privillage Joy. Kita kira, kita ini sudah hebat. Padahal nyatanya kita cuman jagoan kandang. Perjuangan? Ck! Bahkan gua rasa definisi perjuangan kita saja salah"

"Salah?"

Wonwoo menoleh kepada Joy dan mengangkat sebelah alisnya, "Lo gak pernah ngerasain yang namanya butuh uang sampai lo mau melakukan apapun untuk uang kan? Lo juga gak pernah ngerasain bingung mau bayar ini-itu pakai apa ya kan?"

Mata wanita itu mengerjap, dan sebelah sudutnya terangkat keatas, menciptakan senyumam miring dengan makna seolah ia tak menyangka jika Wonwoo akan berkata seperti itu padanya.

"Oke, lo benar. Gua memang gak pernah berada diposisi itu. Butuh uang, gak punga uang. Tapi... tapi gua berjuang Won. Gua pernah berkeliling dunia untuk meminta tanda tangan para pemilik saham demi memenangkan persaingan, gua pernah gak tidur karena memikirkan presentasi didepan seluruh pimpinan. Gua berjuang Won, gua paham arti berjuang... dan lo juga"

"Gua? Berjuang?"

"Lo menentang bokap lo dengan menjadi dokter, lo gak tidur untuk belajar, melakukan riset hingga operasi. Itu namanya perjuangan Won" Joy mengerutkan dahinya dan tersenyum miring seperti tadi, "Gua gak tahu lo ini sedang rendah hati atau rendah diri? Tapi barusan itu terdengar seperti... seperti lo gak menghargai perjuangan lo tahu gak?"

TRAUMAWhere stories live. Discover now