9. Pengakuan

924 162 13
                                    

"Daehan?"

"Disini kak!"

Sana yang baru tiba di lantai dua kediaman keluarga Jeon, langsung berjalan menuju kamar Daehan yang menjadi satu-satunya ruangan nan terbuka pintunya dilantai tersebut. Nuansa biru muda yang disajikan dari dalam ruangan itu cukup menarik perhatian, sebab cukup kontras dengan suasana dirumah dengan dominasi batu marmer berwarna krem disekitarnya.

Sebelum Sana masuk kedalam kamar Daehan, ia sempat memperhatikan figura berukuran cukup besar yang memenuhi sisi tembok diatas perapian. Disana terdapat foto keluarga Jeon yang terdiri dari Tuan dan Nyonya Jeon, putra pertama mereka Wonwoo, dan putra kecil mereka yaitu Daehan.

Tuan Jeon terlihat gagah dengan setelan jas hitamnya. Sekalipun rambutnya sudah mulai berwarna kelabu, tapi aura kebapakannya tetap terpancar di gambar tersebut. Begitupun Nyonya Jeon yang wajahnya sudah tak asing lagi dimata Sana, sebab Wonwoo sering menceritakan tentang sang mama kepada Sana dulu.

Lalu pandangan mata Sana beralih kepada pria dengan tuxedo biru dongker yang berdiri diantara kedua orangtuanya yang duduk. Seperti biasa, Wonwoo tak mau dijauhkan dengan warna kesayangannya itu. Sana tersenyum tipis melihatnya, bahkan tanpa sadar binar matanya membesar. Penampilan Wonwoo dengan potongan rambut berponi, membuatnya teringat akan masa-masa SMA mereka dulu.

Tak mau larut akan pemikirannya terhadap anak sulung dikeluarga ini, Sanapun langsung beralih kepada Daehan yang masih sangat kecil dan sedang digendong oleh nyonya Jeon. Sepertinya foto ini diambil sekitar dua atau tiga tahun yang lalu. Sebab Daehan yang sekarang sudah jauh lebih besar daripada yang di gambar.

Sanapun tersenyum, lalu kembali berbalik badan untuk masuk kedalam kamar Daehan yang masih menunggunya didalam sana. Pemandangan pertama yang Sana lihat saat ini adalah album foto yang berserakan.

"Wuaw, berantakan sekali disini" kata Sana ketika melihat foto-foto yang berserakan diatas lantai. Sementara Daehan sendiri ada diatas kursi belajarnya, terlihat tengah melakukan sesuatu disana.

"Daehan ngapain?" Tanya Sana sembari berjalan menghampiri bocah laki-laki tersebut.

"Ngerjain tugas kak" jawab Daehan sekenanya.

"Tugas apa?"

"Ini, disuruh bikin pohon keluarga di kertas HVS, terus Daehan cari-cari foto mama sama papa..." bocah itu menggaruk kepalanya singkat saat menyadari bahwa ia kurang mengatakan sesuatu, "...Ah, sama Jeon Wonwoo juga!"

"Kak Wonwoo?" Ralat Sana

"Nah, itu maksudnya!"

Sana mengerutkan bibirnya sembari memperhatikan gerakan tangan Daehan dalam menggunting kertas-kertas foto ditangannya. Seketika mata Sana melebar sempurna begitu menyadari sudah banyak kertas foto yang menjadi korban bocah laki-laki satu ini. Kalau Sana tak turun tangan, bisa-bisa semua kenangan dalam semua album foto ini akan berkhir dengan cuma-cuma.

"Kita bikin di teras aja yuk? Nanti biar kakak Sana bantuin, jadi kita gak bakalan buang-buang kertas begini. Gimana?" Usul Sana

"Oh, kak Sana mau bantuin Daehan?"

"Mau dong!"

"Oke!"

Daehan turun dari tempat duduknya sambi menggaruk-garuk lem kering di telapak tangannya. Dengan kuku jemari tangannya yang lain. "Terus, habis ini gimana?" Tanya bocah laki-laki nan masih mengenakan seragam sekolahnya lengkap itu kepada Sana.

"Daehan pilih foto terbaik dari papa, mama, kakak dan Daehan. Habis itu Daehan ganti pakaian, dan kak Sana nunggu di teras. Oke?" Tanya Sana seraya mengambil beberapa lembar kertas HVS putih dan berwarna, lalu beberapa kertas origami bermotif, serta tak lupa lem dan gunting diatas meja Daehan.

TRAUMAWhere stories live. Discover now