4. Mencair

1K 163 17
                                    

Sana menepis tangan pria itu dan kembali menggunakan maskernya dengan baik seperti semula. Kini Wonwoo kembali hanya bisa melihat mata gadis itu yang alisnya nyaris menyatu dengan dahi berkerut.

Sana marah.

"Lo ternyata gak berubah, selalu bertindak sesuka hati lo"

"Maaf"

Hanya itu yang bisa Wonwoo katakan sembari memakai maskernya kembali. Sana tidak merespon permintaan maafnya dengan sebuah kalimat penerimaan maaf atau sekedar anggukan kepala. Gadis itu malah berbalik badan, dan hendak meninggalkan Wonwoo begitu saja didepan gereja ini.

"Tunggu!" Wonwoo mencengkram tangan Sana.

"Apa lagi!?"

Gadis itu lagi-lagi menepis tangan pria nan berprofesi sebagai dokter itu. Sepertinya dari sekian banyak orang yang menghargai Wonwoo sebagai dokter, hanya gadis dihadapannya inilah yang berani menepis tangannya dengan tatapan penuh kebencian seperti itu.

Tapi, Wonwoo memang layak diperlakukan seperti itu oleh Sana.

"Sana, kita udah lima tahun lebih gak ketemu, bahkan saling tahu kabar satu sama lainpun enggak. Terus sekarang kita ketemu, kenapa lo masih bersikap ketus ke gua sih!?"

"Masih perlu jawaban?"

"Perlu"

"Gua benci sama lo, udah."

"Tapi Jeon Wonwoo yang lo lihat saat ini sudah jauh berbeda dengan cowok brengsek yang lo pacarin saat SMA dulu"

Sana tak langsung menjawab. Mendengar pria dihadapannya ini mengungkit-ungkit masa lalu mereka dengan kata-kata seperti 'pacaran', 'SMA', dan 'brengsek', membuat hati Sana merasa sesak entah karena alasan apa.

Tiba-tiba mata Sana memerah, Wonwoo bisa melihat itu, tapi ia tak mau bertanya alasan dibalik itu semua. Ia tak menyangka jika Sana menyimpan lukanya sampai sedalam itu. Oke oke, Wonwoo tahu jika luka yang ia torehkan memang terlalu dalam, tapi ia mau berubah, ia selalu belajar menjadi pribadi yang lebih baik sejak hari itu.

Apakah Sana tidak bisa melihatnya?

"Please, anggap gua gak ada disini" pinta Sana dengan suara tercekatnya. Ia tak pernah mau terlihat memohon didepan orang, tapi untuk kali ini ia rela melalukan itu, sebab keberadaan Wonwoo memang membuatnya setakut itu.

Ini bukan takut akan perasaan jatuh cinta lagi atau sejenisnya. Sana yakin ia sudah sangat mati rasa sejak hari itu. Tapi rasa takut yang bisa membuat nafasnya terasa sesak, dahinya berkeringat, detak jantungnya berdebar tak karuan, dan ia benci perasaan ketakutan seperti ini.

"Tapi kenapa?" Tanya Wonwoo lagi.

"Kenapa harus tanya alasan terus? Lo ini benci sama gua atau gimana sih?!"

"San, sejak kejadian di atap sekolah itupun, gua gak mau kita putus. Sampai sekarang gua masih nyariin lo. Mungkin lo bakal geli sama kalimat gua kali ini, tapi..." Wonwoo menatap tajam kedalam netra Sana yang sudah tak bisa menolak tatapannya, "...hati gua masih berdebar untuk lo, hanya untuk lo. Gua masih sayang sama lo"

"Kalau memang begitu, jauhin gua."

"Apaan sih San!?"

"Lo gak sadar diri atau gimana hah!? Kenapa masih ada manusia tebal muka kayak lo yang berani menampakan diri dihadapan gua? Kalau memang lo sudah berubah, tunjukan itu ke wanita lain, bukan ke gua" Sana berbalik badan dan langsung menyebrang meninggalkan Wonwoo sendirian lagi.

Ingin rasanya Wonwoo menyerukan nama gadis itu sekali lagi. Tapi kali ini tubuhnya seolah membeku ditempat, lidahnya terasa kelu. Alhasil iapun ikut berbalik badan lalu berjalan menuju tendanya lagi.

TRAUMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang