"Eh?"

Sana menoleh sedikit kesamping ketika melihat Wonwoo mengambilkan kotak gula untuknya. Pria itu meletakkan gula tersebut diatas meja didepan Sana, dan berdiam diri sejenak. Bukan hanya Wonwoo, bahkan Sana pun masih berdiam diri ditempat sekarang.

"Lo nyaman gak kalau gua sedekat ini sekarang sama lo?" Tanya Wonwoo dengan wajah yang tepat berada dibelakang gadis tersebut.

"N-nyaman..." Sana menjawab itu dengan sedikit gugup, buru-buru juga ia langsung menggerakkan tangannya kesembarang arah, berpura-pura sibuk menyiapkan sesuatu padahal pikirannya sedang kacau balau sekarang.

Namun ditengah aktivitasnya menyiapkan sarapan pagi ini, tiba-tiba Sana merasakan sebuah tangan melingkar pada perutnya. Lagi-lagi pergerakan tangan gadis itu terhenti seperti robot yang kehabisan baterai.

Sana menunduk dan melihat tangan Wonwoo melingkar memeluknya dari belakang. Seketika ia merasakan aliran darahnya berdesir sempurna, dan ia tak tahu apa yang salah pada dirinya saat ini.

"Kalau begini, nyaman?" Tanya pria bersuara berat itu lagi.

Bukannya menjawab, Sana malah refleks melepaskan tubuhnya dari pelukan Wonwoo. Ia menyingkir kesamping dan menggeleng pelan, entah bentuk penolakan terhadap sikap Wonwoo barusan atau jawaban atas pertanyaan teman laki-lakinya itu.

"Won, lo harus tahu yang namanya batasan..." kata Sana sembari menetralkan deru nafasnya yang secara tiba-tiba berpacu diluar kendalinya.

Pria itu tidak berkutik, ia tak bisa memaksakan keinginannya untuk mendekap gadis itu saat ini. Sementara itu Sana nampak berjalan mendekat kembali pada Wonwoo, ia mengulurkan tangannya dan menyentuh bahu pria itu.

Netra keduanya saling bertukar tatap satu sama lain, Sana nampak berusaha menyalurkan ketenangan disana, walaupun sebenarnya ia sangat gugup. Sementara pria berkacamata itu malah terlihat bingung, namun ia tak mau berkutik dan memilih berdiam diri melihat apa yang akan Sana lakukan padanya.

"Ini jarak aman kita" kata Sana kepada Wonwoo. Gadis itu kembali menurunkan tangannya dan menghela nafas panjang sebelum akhirnya kembali fokus pada tujuannya tadi untuk menyiapkan sarapan bagi mereka bertiga.

Seketika Wonwoo bingung, kenapa Sana memberikan batasan kepada mereka? Bukankah saat di apartemennya kemarin, gadis itu sendiri yang meminta izin untuk memeluknya? Tapi... kenapa sekarang malah begini?

Tapi mau bagaimanapun juga, Wonwoo hargai keputusan Sana.

***

Sesuai rencananya, hari ini Wonwoo datang kerumah sakit untuk menjenguk tuan Jeon sekaligus melaporkan apa yang terjadi diperusahaan saat ini, juga melakukan beberapa diskusi yang perlu dibahas untuk langkah yang harus mereka ambil berikutnya.

"Saham anjlok pa..." Wonwoo memberikan laporan kepada pria diatas tempat tidur itu, sementara Wonwoo sendiri masih duduk diatas kursi disamping tempat tidur sambil sesekali mengamati ruangan sekitarnya.

Ia rindu berada dirumah sakit lagi.

"Ini bukan anjlok Won, hanya ada penurunan, dan ini hal biasa"

"Tapi kata Seungcheol ini bahaya"

"Itu karena Seungcheol tahu kalau papa tidak suka dengan adanya penurunan saham. Tapi kalau situasi sedang begini, kita bisa apa? Yang penting tidak menurun drastis" ujar tuan Jeon sembari memandangi layar tablet ditangannya sekarang.

Kalau dipikir-pikir, apa yang pria paruh baya katakan itu ada benarnya juga. Grafik yang ada dilayar gadget itu tidak sepenuhnya turun sampai berganti warna menjadi merah, sebenarnya Wonwoo tidak perlu khawatir.

TRAUMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang