Playlist 13 : I Choose to Love You

366 74 27
                                    

Kalau aku mencoba berdamai dengan mereka, apakah mereka akan menerimaku?

___

Perkataan Blenda tempo hari tidak bisa hilang dari pikiranku. Rasa bersalah pada Danu semakin menjadi-jadi. Seharusnya aku tidak menghubungi Danu waktu itu, seharusnya aku bisa pulang sendirian tanpa melibatkannya.

Maka di detik itu pula kuputuskan untuk meminta maaf pada Danu lewat sebuah pesan sebab aku terlalu takut untuk menemuinya secara langsung. Setelah itu aku mematikan ponsel dan mengurung diri di kamar. Aku bahkan bolos kuliah untuk menghindari orang-orang.

Pada awalnya tidak ada yang peduli padaku. Anak-anak kontrakan yang waktu itu tak sengaja melihat pertengkaranku dengan Blenda memutuskan untuk pura-pura tidak tahu. Sampai suatu sore seseorang mengetuk pelan pintu kamarku sambil memanggil namaku dengan lirih.

Aku membuka pintu sedikit, mengintip siapa tamu tak diundang ini. Lalu kulihat sosok Iris berdiri canggung di sana. Dia salah satu penghuni kontrakan yang paling pendiam.

“Ehm ... itu ... Kak Naresya ada yang nyariin,” ujarnya pelan.

“Siapa?”

“Temen Kakak yang sering ke sini.”

Aku mengernyit. “Cowok?”

Iris mengangguk. Sepertinya orang yang dimaksud Iris adalah Danu. Karena selain dia, tidak ada lagi teman yang sering berkunjung ke sini.

“Bilangin aja gue nggak ada!”

Iris mengerjap bingung. “Tapi Kak—”

“Tolong ya Iris?!” Lalu aku segera menutup pintu sebelum mendengar jawaban Iris.

Aku kembali menjatuhkan tubuhku di atas tempat tidur. Membenamkan wajah pada bantal sambil kembali mencoba menenangkan diri. Mengetahui Danu datang ke sini saja sudah cukup membuat hatiku kalut. Aku belum siap bertemu dengan Danu.

Beberapa menit kemudian pintu kamar kembali diketuk. Aku tak menyahut sampai suara Iris terdengar setelahnya. Mau tidak mau aku kembali menyeret kaki untuk membuka pintu. Bagaimanapun barusan Iris sudah membantuku.

“Iris makas—” Perkataanku terhenti ketika aku melihat sosok Danu berdiri tegak di depan kamarku. Sontak kedua mataku melotot dan dengan gerakan refleks aku mendorong pintu untuk menutupnya kembali, tapi tangan Danu lebih dulu menahannya.

“Kamu ngehindarin aku?” tanya Danu sementara aku masih berusaha menutup pintu.

“Nares?” Aku tidak menjawab.

Kesal, Danu langsung mendorong pintu sekuat tenaga hingga aku ikut terdorong dan pintu kamarku kini terbuka lebar.

“Maaf Kak Naresya, tadi Kak Danu ijin mau ngobrol katanya.” Setelah mengatakan itu Iris pergi ke kamarnya yang tepat berada di depan kamarku. Dia pasti bingung dengan apa yang sedang terjadi.

“Nares?” Danu kembali memanggil namaku. Kali ini sembari menarik sebelah tanganku.

“Kamu ngehindarin aku?” Aku menundukkan kepala. Aku benar-benar tidak berani menatap wajahnya. Aku merasa sangat bersalah.

Danu menghela napas. “Aku nggak marah ataupun nyalahin kamu soal lomba debat kemarin. Aku ngundurin diri murni karena keputusan aku sendiri.”

“Maaf.” Satu kata itu akhirnya keluar dari mulutku bersamaan dengan air mata yang mulai luruh.

“Kamu nggak salah, kenapa minta maaf?”

“Kamu ngundurin diri dari lomba karena nganterin aku pulang.” Danu terdiam beberapa saat. Aku tidak tahu bagaimana ekspresinya saat itu.

Playlist: End to Start [END]Where stories live. Discover now