Playlist 20 : Distopia

348 76 13
                                    

Lelah, aku benar-benar lelah. Aku lelah dengan semuanya. Semua yang nggak berjalan sesuai dengan apa yang aku harapkan.

___


Sudah kubilang aku orang yang sangat moody. Jika ada satu hal yang membuat moodku jelek maka akan merambat ke hal lain dan aku sulit mengendalikannya. Katakanlah aku childish.

Seperti sekarang, salah satu author komik yang berada di tim yang sama denganku, mengeluh ingin ganti alur cerita. Padahal jelas-jelas sebelumnya kami sudah membahas alur dan art style yang akan kami pakai untuk event nanti. Kami juga sudah sepakat, tapi tiba-tiba dia minta ubah alur dengan alasan kalau yang sebelumnya kurang wah.

Lalu ujung-ujungnya kami berdebat dan sialnya satu anggota tim kami yang lain setuju untuk mengubah alurnya.
—mungkin karena menghormati dia yang lebih senior dariku—mau tidak mau aku harus setuju sebab kalah suara, walau tetap saja aku dongkol setengah mati.

Tolong ya kali ini dipikirin baik-baik jangan sampe ganti-ganti lagi. Silakan yang punya ide disampaikan langsung, terus kita bahas malam ini biar besok udah bisa langsung gambar!

Aku mengetik balasan di grup chat sambil melayangkan sumpah serapah. Sudah cukup dibuat kesal oleh pengulangan proposal skripsi, masa membuat komik pun harus ngulang juga. Untungnya aku belum sempat menggambarnya secara digital, hanya baru membuat beberapa sketsa di kertas. Kalau sudah aku pasti akan lebih tidak terima lagi.

“Mentang-mentang senior!” rutukku sambil menatap room chat di grup yang belum menampilkan balasan apapun dari kedua partner collab-ku itu.

Jadi sebagai perayaan anniversary, perusahaan dari aplikasi yang menaungi komik digitalku berada akan mengadakan event besar-besaran, salah satunya yaitu kolaborasi beberapa author untuk membuat cerita pendek. Kebetulan aku masuk ke dalam tim tiga orang yang mana salah satu authornya merupakan author senior—yang ternyata menyebalkan—dan satunya author junior yang baru mempublikasikan karyanya akhir tahun kemarin.

Karena anggota tim kolaborasi dililih secara acak, jadi aku tidak punya pilihan lain. Lagipula kalau disuruh menentukan tim sendiri pun aku tak tahu harus bergabung dalam tim mana karena aku tidak punya teman sesama author webtoon. Paling hanya kenal satu dua saja, itu pun hanya benar-benar sekadar kenal.

Jadi gini

Si author senior mulai mengetik. Dia menjelaskan secara kesuluruhan alur yang sudah dia susun sendiri. Secara tidak langsung dia memaksa kami untuk mengikuti alur buatannya alih-alih mendiskusikannya bersama-sama. Karena aku sudah malas debat, aku hanya iya-iya saja. Paling sedikit mengomentari beberapa hal yang masih rancu.

Tiga jam kemudian pembahasan alur selesai. Lengkap dengan draft cerita walau masih dalam kasaran. Sisanya aku tinggal menuangkan dalam sebuah gambar yang rencananya akan kukerjakan mulai malam ini juga. Mumpung besok hari minggu jadi aku akan memanfaatkannya untuk rehat sejenak dari segela hal tentang skripsi dan menggambar adalah pelarian terbaik.

Selanjutnya aku menyiapkan beberapa lembar kertas serta pensil dan penghapus. Yoru sudah terlelap di atas kasur selagi aku sibuk membuat sketsa di atas lantai beralaskan karpet warna coklat.

Saking fokusnya menggambar tanpa henti, tahu-tahu terdengar suara adzan berkumandang. Ternyata sudah subuh, artinya aku terjaga semalam suntuk.

“Bisa selesailah hari ini!” kataku menyemangati diri sambil membenarkan letak kaca mataku.

Sejak satu jam yang lalu aku sudah beralih menggambar di laptop menggunakan pentab. Baru empat panel yang aku selesaikan sejauh ini.

Ketika langit semakin terang, kedua mataku mulai terasa berat. Beberapa kali aku hampir terlelap, tapi aku paksakan agar tetap terjaga. Namun, pada akhirnya aku ketiduran dengan posisi meringkuk di pinggir laptop yang masih menyala.

Playlist: End to Start [END]Where stories live. Discover now