Playlist 21 : Sayonara

369 78 16
                                    

Jangan bikin orang-orang semakin benci sama aku dan jangan bikin aku semakin benci sama diriku aku sendiri.

___


Aku tahu tak seharusnya aku memaki Lana seperti tadi atau menjawab ketus pertanyaan kakak-kakak Arumdalu yang meminta penjelasan atau menatap tajam Iris yang jelas tidak bersalah sama sekali. Dia bahkan tidak mengucapkan sepatah katapun ketika emosiku meledak.

Namun, semua sudah terjadi. Aku terlanjur menciptakan jarak untuk mereka—yang sebelumnya kupikir sudah sangat dekat seperti keluarga—tapi lagi-lagi aku menghancurkannya.

Terkadang aku membenci diriku yang seperti ini, aku benci diriku yang tidak bisa mengontrol emosi, tapi kemudian aku berdalih bahwa semua yang aku lakukan ini demi melindungi diriku sendiri. Aku tidak mau disakiti orang lain lagi maka tanpa sadar aku sering menyakiti orang lain, walau aku tidak menginginkannya.

Perasaanku sangat rumit dan sulit dijabarkan. Aku menginginkan suatu hal, tapi secara bersamaan aku juga menginginkan hal lain yang sayangnya akan berakhir dengan tidak bisa kudapatkan keduanya.

Memikirkan itu semua kepalaku jadi sakit. Rasa kantuk yang tadi sempat menyerang kini sudah sirna sepenuhnya. Aku sudah tidak bisa melanjutkan tidur lagi seperti rencana awal. Yoru tiba-tiba mendekat dan mengeong di sekitar kakiku. Dia pasti terbangun karena debaman pintu yang tadi kututup dengan keras.

Tatapanku terarah pada mahluk lucu berbulu itu. Kuusap kepalanya dengan lembut. Rasanya aku ingin menukar hidup saja dengan Yoru. Jadi kucing pasti enak, nggak punya banyak beban pikiran dan didewakan banyak orang.

Meong

Sekali lagi Yoru mengeong. Andai aku punya kemampuan berbicara dengan binatang kayanya aku akan hidup menyendiri saja bersama para binatang yang jelas tidak akan membuat hatiku terluka atau menyebabkan masalah yang melibatkan perasaan.

Di menit yang sama, ponselku kembali berbunyi. Melantunkan lagu Learn to meow yang kugunakan sebagai nada dering. Aku langsung mendengus. Kenapa hari ini banyak banget yang meneleponku sih?

Dengan malas aku mengambil ponsel dari atas kasur. Ketika aku melihat layarnya, nama Danu tertera di sana. Aku tercenung beberapa saat, ragu untuk menjawab telepon dari Danu entah untuk alasan apa, tapi kalau tidak mengangkatnya Danu mungkin akan langsung ke sini mengingat sekarang hari minggu juga.

Lalu akhirnya kuputuskan untuk mengangkatnya. Suara lembut Danu langsung menyapa indra pendengarku. Rasanya sudah lama aku tidak mendengar suaranya, padahal baru beberapa hari saja kita tidak berkomunikasi.

“Ada apa?” tanyaku begitu menempelkan ponsel di telinga. Mengabaikan salam Danu dan tanpa sadar berucap dengan nada ketus.

“Salamnya dijawab dulu.”

“Waalaikumsalam.”

“Kamu nganggur gak hari ini?”

“Kenapa?”

“Mau ngajak jalan.” Sebenarnya aku masih tidak mau bertemu Danu, tapi aku kehilangan stok alasan untuk menolaknya, dan lagi aku masih punya masalah yang harus aku bicarakan dengannya. Maka dari itu akhirnya aku mengiyakan saja ajakan Danu untuk bertemu. Siapa tahu salah satu permasalahanku bisa terselesaikan.

Namun, sepertinya aku keliru. Niat untuk menyelesaikan masalah dengan Danu langsung sirna begitu aku mendengar ucapannya. Tatapanku perlahan menajam seiring penjelasan Danu yang membuatku semakin marah.

Aku tahu Danu bermaksud baik ingin membantuku, tapi aku jadi marah dan semakin membenci diri sendiri karena telah membuat seorang Danu jadi seperti ini. Aku tidak mau jadi beban untuk Danu, aku tidak mau merepotkannya lagi.

Playlist: End to Start [END]Where stories live. Discover now