Playlist 15 : Pemuja Rahasia

339 73 32
                                    

Ini rahasia gue, kalau gue ceritain bukan lagi rahasia namanya

___

Ketukan di pintu kamar yang lumayan keras berhasil menyudahi lamunanku tentang kejadian-kejadian di masa lalu. Pertemuan dengan Blenda rupanya mengusik memori lama yang sempat kulupakan.

Aku ingat betul sehari setelah aku minta putus dengan Danu kala itu, Hanum dan Agam tiba-tiba datang ke kontrakan untuk meminta maaf dan sejak saat itu hubungan kami mulai membaik. Hanya dengan mereka aku bisa lumayan nyambung dan terkadang ikut nongkrong walau aku selalu jadi orang yang pertama pulang.

Kata Hanum, dia sempat termakan omongan Blenda tentangku makanya ia tidak membelaku sama sekali ketika teman-teman Blenda menggangguku. Lalu katanya lagi, Danu memarahinya habis-habisan. Dia bilang dia kecewa terlebih pada Agam yang notabenya dia anggap sebagai teman paling dekat.

Bermodal dari situ Hanum dan Agam datang ke sini untuk meminta maaf, meski agak enggan pada awalnya, aku memutuskan untuk menerima maaf mereka karena Hanum terlihat serius—kalau Agam aku tidak tahu—lalu Hanum menjadi temanku menggantikan posisi Blenda.

Di sisi lain aku juga jadi lumayan akrab dengan Iris. Yang mulanya hanya tegur sapa, terkadang jadi menghabiskan waktu untuk mengobrol bersama. Karena rupanya kami memiliki minat yang sama terhadap fotografi.

Beberapa bulan kemudian aku kembali menerima Danu meski kejadian dulu masih membekas dalam ingatan seolah menjadi trauma tersendiri, tapi Danu selalu mencari cara untuk meyakinkanku. Dia juga yang membuatku dan Sam pada akhirnya kembali menjadi sepasang saudara yang saling menyayangi.

Aku tidak bisa tutup mata melihat eksistensi Danu di hidupku yang kian hari samakin besar. Rasanya lebih dari lima puluh persen hari-hariku di isi olehnya, maka kuputuskan untuk menerimanya kembali.

Lambat laun kehidupanku mulai membaik. Dimulai dari hubunganku dengan Sam dan Danu lalu pertemananku dengan Jupri yang semakin akrab. Juga kehadiran Yoru yang tak sengaja kupungut di dekat stasiun serta kedatangan anak-anak Arumdalu yang sekarang juga menjadi salah satu hal yang patut aku syukuri.

Kak Shelma dan Kak Delyn datang menjelma menjadi sosok kakak perempuan yang tidak pernah kumiliki sebelumnya. Lalu Lana sebagai teman yang enak diajak ngobrol apapun—meski kami lebih sering bertengkar sih—dan Iris yang sudah kukenal sebelum mereka kini sudah kuanggap seperti adikku sendiri.

Kehidupanku sudah nyaris sempurna—kecuali bagian skripsi—dan sekarang rasa takut itu kembali menghantui. Aku takut apa yang aku miliki saat ini kelak akan hancur seperti dulu.

Aku takut kejadian dulu terulang sebab aku tahu Blenda dan beberapa temannya masih menyimpan kebencian padaku.

“Kak Eca aku tau ya Kak Eca ada di dalem, nggak usah pura-pura gak denger!” Suara Lana serta ketukannya di pintu lagi-lagi membuatku tersadar, ternyata barusan aku melamun lagi.

Aku mengembuskan napas lalu berderap membuka sedikit pintu dan menyempulkan kepala keluar.

“Apa?”

“Mau ikut gak?”

“Kemana?”

“Diajakin ngebakso sama Kak Delyn.”

“Sekarang?”

“Tahun depan! Iyalah sekarang Kak Eca kusayang.”

Aku berpikir sejenak. Sejujurnya aku malas, tapi perutku lapar karena sejak siang belum kuisi apapun selain air putih maka kuputuskan untuk ikut saja.

“Tunggu bentar!” Aku langsung menutup pintu hingga menimbulkan suara debaman keras dan membuat Lana memekik kaget di luar diikuti umpatannya yang refleks keluar begitu saja.

Playlist: End to Start [END]Where stories live. Discover now