Playlist 30 : End to Start

1K 92 35
                                    

Selamat tinggal. Aku titipkan hatiku padamu, kalau perasaanmu kelak sudah berubah, tolong kembalikan lagi padaku.

____

Jika kutilik kembali ke belakang, banyak hal yang sudah kulewati. Entah itu senang atau sedih atau bahkan saat-saat diriku merasa kosong dan ingin menghilang dari muka bumi. Semua kenangan itu tersimpan rapi dalam kepala, walau mungkin beberapa ada yang tak sengaja terlupakan.

Lalu ketika menyadari bahwa saat ini aku masih ada dan masih berpijak di tempat yang sama dalam keadaan sehat—walau hati tidak baik-baik saja—aku patut berbangga diri karena sudah bertahan sejauh ini di tengah rasa ingin menyerah yang bisa kapan saja datang menghampiri.

Enam tahun berkutat sebagai mahasiswa, akhirnya sebentar lagi bisa kulepaskan dan aku akan terbebas dari skripsi, dosen pembimbing dan apa-apa saja yang tampak menyebalkan yang sering kutemui di kampus.

Kupikir semuanya akan berjalan lancar, aku sudah membayangkannya sejak jauh-jauh hari. Sidang skripsi, wisuda, mencari pekerjaan dan menikah dengan seseorang yang aku cintai (baca: Danu). Nyatanya semua itu hanya terjadi dalam khayalanku saja.

Satu-satunya orang yang ingin kukejar setelah aku lulus, malah akan pergi jauh hingga aku tak yakin kalau aku akan mampu untuk mengejarnya atau berhak kah aku untuk menunggunya dimana mungkin saja selama dia pergi ke tempat jauh itu, dia menemukan sosok yang jauh lebih baik dari pada diriku.

Berhari-hari aku memikirkannya, mencoba mencari jawaban terbaik untuk kami berdua, tapi sampai detik ini pun, jawaban itu tak kunjung kudapatkan. Pernah sekali aku ingin menghubungi Danu, barang kali dia punya solusi, tapi kemudian kuurungkan karena takut kalau aku malah akan menghalangi jalannya lagi seperti dulu. Aku takut Danu mengorbankan masa depannya demi manusia macam diriku yang belum jelas ke depannya akan seperti apa.

Maka kupaksakan otak kecilku ini untuk berpikir sendirian, tapi ternyata jawaban yang kucari kali ini lebih sulit daripada apapun yang pernah aku pikirkan sebelumnya.

Pernah juga aku ingin bercerita pada anak-anak Arumdalu, tapi lagi-lagi urung ketika melihat kesibukan mereka akhir-akhir ini. Kak Shelma dan Kak Delyn sudah pasti lelah bekerja, aku tak mau mengganggu waktu istirahat atau hari libur mereka untuk mendengarkan masalahku yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan mereka, lalu Iris masih sibuk dengan kegiatan kampusnya. Sementara Lana sedang fokus penelitian.

Pada akhirnya aku hanya bisa mengandalkan diriku sendiri. Usai party kecil-kecilan yang diadakan anak-anak Arumdalu malam itu, aku kembali mengurung diri di kamar. Tenggelam dalam revisian skripsi sembari memikirkan kisah asmaraku yang sedang berada di jalan buntu.

Ternyata memang sesulit ini menjadi orang dewasa. Apa-apa yang terjadi dalam hidup, harus diputuskan sendiri. Belum lagi aku tidak bisa memutuskan seenaknya karena aku harus memikirkan akibat yang akan ditimbulkan ke depannya.

Tekutuklah diriku yang waktu kecil ingin cepat-cepat jadi orang dewasa. Andai ada mesin waktu, akan kukatakan pada diriku yang dulu bahwa menjadi dewasa itu tidak seindah yang dibayangkan, malah lebih rumit dan tidak menyenangkan.

Huft

Satu embusan napas panjang kembali menguar dari mulutku. Kepalaku rasanya mau pecah. Aku benar-benar terjebak di jalan buntu, tidak bisa kembali dan tidak bisa pula melanjutkan.

Jika ibu ada di posisiku, kira-kira apa yang akan ibu lakukan ya? Aku bertanya-tanya dalam hati. Saking asiknya bermonolog, aku sampai tidak sadar bahwa saat ini aku sudah bersama Jupri. Kalau lelaki itu tidak menepuk bahuku, mungkin lamunanku akan berlangsung lebih lama lagi.

Playlist: End to Start [END]Where stories live. Discover now