Playlist 24 : Pelipur Lara

357 75 31
                                    

Kalau gue nggak ada di saat dia menderita, gue nggak pantes lagi disebut sebagai temennya.

____

Perbincangan dengan Rindu tempo hari, sedikit banyak berhasil memacu kembali motivasiku untuk lulus. Mengetahui bahwa ada orang lain yang iri pada hidupku membuatku sadar bahwa tak seharusnya aku menyia-nyiakan waktuku, tak seharusnya aku mengeluh tanpa melakukan apa-apa dan agaknya aku patut bersyukur atas kehidupan yang aku jalani selama ini dimana masih ada orang-orang yang menyayangiku.

Dengan pikiran yang sudah jernih, aku mulai menata satu persatu hidupku. Dimulai dengan menggarap proposal skripsi kembali yang untungnya kali ini lumayan lancar karena aku bisa sepaham dengan dosen pembimbingku.

Jupri menemaniku survey lokasi, maka dari itu aku sudah bisa menyusunnya. Metode yang aku gunakan sama seperti proposal sebelumnya. Jadi, aku cukup terbantu dan progresku lumayan cepat.

Kata Bu Ema, kalau rutin bimbingan, bulan ini aku sudah bisa mengajukan seminar proposal. Mendengar hal tersebut, semangatku langsung meningkat drastis.

“Gue tau lo lagi ambis, tapi jangan lupa makan,” kata Jupri malam itu ketika berkunjung ke tempatku. Dia membawakan dua porsi nasi goreng sosis untukku dan dirinya.

Akhir-akhir ini aku jadi lebih sering menghabiskan waktu bersama Jupri, dan karena itu aku bisa sedikit lupa tentang masalahku dengan Danu.

Walau kubilang aku sudah mulai menata kembali hidupku, tapi soal Danu sepertinya akan menjadi hal terakhir yang aku perbaiki. Itu pun kalau Danu masih mau bertemu denganku. Jika tidak, aku harus bersiap untuk benar-benar berpisah dengannya selamanya.

Sejak aku memutuskan untuk mengakhiri hubunganku dengan Danu, aku sudah siap dengan apapun resiko yang akan aku terima. Termasuk jika Danu kelak menemukan wanita yang lebih baik dariku, yang pantas bersanding dengannya dan dapat membahagiakannya lebih dari yang sudah kulakukan maka dengan senang hati aku akan ikut bahagia untuknya.

Mencintai seseorang tidak melulu soal saling memiliki. Terkadang memaksakan bersama malah akan saling menyakiti dan melepasnya akan jauh lebih baik.

Aku tidak mau hubunganku dengan Danu berakhir menjadi toxic relationship dan aku tidak akan menghadapinya sebelum aku berhasil mencintai diriku sendiri.

Aku sadar bahwa hampir semua masalah yang terjadi pada kami disebabkan oleh diriku. Rasa insecure yang kerap menghantui selalu menjadi dalang dari semuanya. Karena itulah aku harus berbenah diri dulu atau kejadian-kejadian serupa akan terus berulang.

“Jup?” Jupri yang sedang mengunyah nasi goreng sembari main game di ponsel pintarnya hanya menggumam saat kupanggil namanya.

“Lo pernah mikir gak kalau lo dilahirin lagi ke dunia ini lo pengen jadi siapa?”

“Pernah. Gue pengen jadi Detective Conan,” jawabnya tanpa pikir panjang.

“Jup?!”

“Eh, apa Kento Yamazaki aja ya biar banyak disukai cewek-cewek?”

“Serius Jupri!”

Jupri terkekeh. Ia menyuapkan satu sendok nasi goreng lalu menoleh padaku. “Iya iya gimana?”

“Gak jadi!” Gagal membangun percakapan serius, aku mengaduk-aduk nasi gorengku sebal sampai tangan Jupri tau-tau terulur untuk mencubit pipiku.

“Ngambekan!” katanya sambil menarik-narik pipiku. Instan aku memukul tangannya keras-keras.

“Sakit bego! Pipi gue nggak elastis, dikira gue Luffy?” Aku melotot sedangkan Jupri tertawa.

“Bukan, gue kira lo Chopper. Gemes banget soalnya.”

Playlist: End to Start [END]Where stories live. Discover now