●ANGKASA 4 ✅️

71 8 2
                                    

HAPPY READING!

.
.
.
.
.


Raraa telah sampai didepan kediaman Artharin, rumah Raraa. Natan juga turun dari motor, berjalan di samping Raraa menuju pintu rumah. Raraa menghentikan langkahnya.

"Ngapain turun?" ,tanya Raraa.

"Emang gaboleh?" ,kata Natan.

"Boleh." ,kata Raraa mengangguk kecil.

"Assalamualaikum." ,ucap Raraa dan Natan melangkahkan kaki masuk kedalam rumah.

"Waalaikumsalam." ,kata orang rumah.

Raraa dan Natan menuju ke sumber suara, ternyata kedua orang tua juga abang pertama Raraa berada di ruang keluarga.

"Tumben udah pulang?" ,tanya Diana bunda Raraa.

"Iya bun soalnya nanti malam ada acara penampilan bakat gitu buat penutupan MOS. Jadi sekarang disuruh siap-siap untuk ntar malam." ,kata Raraa.

"Ooo.", kata Bagaskara, Diana, dan Zean mengangguk.

"Jadi Raraa mau nunjukkin bakat apa?" ,tanya Bagaskara, ayah Raraa.

"Nyanyi." ,kata Raraa singkat.
Semua terkejut termasuk Natan.

"Hahh serius? Raa?", kata Bagaskara, Diana, dan Zean serentak.

Raraa mengangguk.
"Sekarang kamu butuh apa Raa? Alat musik baru? Baju baru?" ,tanya Bagaskara semangat.

"Ngak usah yah, pakai yang ada aja." ,kata Raraa.

"Serius ngk mau yang baru nih?" ,kata Diana yang meyakinkan.

"Ngak usah bun." ,tolak Raraa halus.

Setelah berpamitan, Raraa menaiki anak tangga menuju lantai dua rumahnya tepatnya kekamar Raraa.

Kini Raraa telah berada tepat didepan pintu lemari. Yang sudah lama tak Raraa sentuh terlalu banyak kenangan dibalik lemari itu.

Raraa menghela nafas pelan.
"Raa lo pasti bisa. Itu cuma masa lalu." ,kata Raraa meyakinkan dirinya.

Raraa memegang erat gagang lemari itu.
"Lo bisa Raa." ,kata Raraa lagi.

Srrekkk!

Pintu lemari terbuka memperlihatkan isinya, yang masih tersusun rapi tidak ada yang rusak atau pun berubah. Hanya berdebu.

Yang pertama Raraa lihat adalah nama yang di tulis begitu indah dan warna yang begitu aesthetic.

"Langit Yudhatama." ,batin Raraa.

Hatinya bergetar. Raraa menutup mata, teringat hal-hal yang dari dulu berusaha Raraa lupakan. Raraa tersenyum, hatinya bergemuruh.

"Kita dulu yang suka salting ternyata sekarang asing. Semenyenangkan itu masa putih biru gue." ,Raraa mengela nafas kasar mengambil gitar yang sudah berdebu, dan kembali menutup pintu lemari itu rapat.

Tess

Air mata Raraa jatuh. Raraa menatap keluar jendela.
"Semesta ugal-ugalan banget mainin hati sama mental gue. Gagal dalam percintaan dan parahnya lagi dia pernah jadi pusat dunia gue. Bayangin aja sesakit apa gue saat pusat dunia gue hilang." ,ucap Raraa.

Raraa bangga pada dirinya yang masih bisa bertahan sampai sekarang. Menjadi seorang Raraa tidak mudah, bagi Raraa tidak ada akhir semua baru dimulai. Jika dulu Raraa sesulit untuk mengikhlaskan masa lalunya, maka tidak dengan kini Raraa mulai ikhlas dengan perlahan.

"Makasih pernah nemani masa putih biru gue." ,ucap Raraa menghapus air matanya.

Raraa mulai menyibukkan dirinya membersihkan gitar yang berdebu itu, mencoba tiap senar. Raraa juga mencoba mensearching beberapa lagu untuk dia mainkan nanti.

Raraa menemukan lagu Itu Aku milik Raissa Anggiani. Lagu yang menceritakan seseorang yang belum bisa move on dari masa lalu.

Raraa terkekeh sesaat.
"Ini mau nyanyi atau curhat sih?" ,kekeh Raraa.

Raraa mulai menghafal chord Itu Aku. Bukan hal yang sulit bagi Raraa menghafal lagu tersebut. Raraa menghabiskan waktu seharian untuk menghafal lagu tersebut sampai Raraa tertidur.

Raraa terbangun pukul 4 sore, karna dering ponsel menandakan telfon masuk. Raraa langsung mengangkat tanpa melihat siapa yang menelfon.

"Hallo, siapa?" ,ucap Raraa masih dengan mata terpejam.

"Angkasa." ,ucap Angkasa diseberang sana yang membuat Raraa langsung membuka matanya. Raraa melihat nomor yang tak disave nya.

"Lo dapat nomor gue darimana?" ,tanya Raraa.

"Gue yakin sih lo lupa Raa. Kemarinkan gue minta no wa lo. Inget ngak?" ,tanya Angkasa.

Raraa mengingat kejadian kemarin. Raraa ingat setelah tugas kodoknya dengan Angkasa, Raraa menjadi lumayan kenal dengan Angkasa. Sampai pada tugas terakhir kelompok mereka yang mereka kerjakan ditaman sekolah kemarin sore.

Angkasa meminta no wa Raraa. Raraa memberikannya.

"Iya gue inget. Ada apa nelfon?" ,tanya Raraa.

"Gaada pengen ngetest no nya asli atau ngak. Siapa tau lo ngasih gue no palsu." ,ucap Angkasa.

"Suudzon aja lo." ,ketus Raraa.

"Bercanda Raa. Gue tadi ngak ngeliat lo disekolah, terus gue ketemu Natcwa katanya lo udah pulang. Cepat amat lo pulang." ,ucap Angkasa.

"Gue persiapan buat ntar malam." ,ucap Raraa.

"Lo nyanyi sambil main gitar ya. Gue ngak sabar liat perfom lo nanti malam." ,ucap Angkasa.

"By the way, lo tampil apa Saa?" ,tanya Raraa.

"Gue collab sama Natcwa Alvaro. Alvaro nyanyi gue sama Natcwa jadi penggiring musik gitu." ,ucap Angkasa.

"Semangat ya." ,dua kata dari Raraa itu membuat Angkasa yang berada diseberang sana merasakan debaran dihatinya.

"Lo juga semangat buat nanti. Fighting! Udah dulu ya Raa, nanti ketemu disekolah. Byee." ,ucap Angkasa mematikan telfon.

Raraa tersenyum.
"Gue memang gamon, pemenangnya masih masa lalu. Tapi jika dia datang dengan ketulusan mendobrak hati gue. Masa lalu bisa apa?" ,gumam Raraa.

"Dah lah. Ribet kalo masalah hati lama selesainya." ,ucap Raraa.

*****

Segini dulu

Bintangi

See you ANGKASA next

778 word

Angkasa or Vanara [New Version]✅️Where stories live. Discover now