[Artikel] Gu Xiang, Bahasa dan Kerinduan Kampung Halaman

2.8K 433 17
                                    


oleh Rangga Waskita, Jakarta, Kompas.id: Opini



晨起动征铎,客行悲故乡。

Chen qi dong zheng duo

ke xing bei gu xiang


Waking up in the morning to the sound of bells ringing

a travelling guest longs to see his home town.


***

Seberapa dalam bahasa memengaruhi penuturnya?

Seperti yang pernah jadi bahasan warganet beberapa saat lalu, orang-orang yang tinggal di Jawa Barat memiliki penggunaan khas akan kata-kata, yang tidak sepenuhnya tepat namun diterima sebagai kewajaran. Sebagai contoh:

Saya tuh suka sedih...

Ikut ke kamar mandi ya...

Tadi udah mau jatuh...

Ulah parkir di dinya, ngalangan batur...

Kenapa sedih malah suka? Ikut siapa ke kamar mandi? Kenapa jatuh malah mau? Seberapa banyak temannya sampai semua yang lewat jalan raya dianggap batur--teman?

Bagi penuturnya, otak mereka secara otomatis menerjemahkan suka sebagai sering, ikut sebagai numpang, mau sebagai hampir dan  batur--teman--sebagai orang lain.

Konon, sama seperti orang Medan seketika menerjemahkan kata siap sebagai selesai dan orang Jawa, yang bisa membedakan besok yang sungguh-sungguh besok, dengan besok yang berarti kapan-kapan.


***


Dalam Bahasa Mandarin, ada dua istilah untuk menyebut kampung halaman, jia xiang dan gu xiang. 

Meski artinya sama, tapi para penuturnya asli tahu betapa berbedanya jia xiang dengan gu xiang.

Saat mendengar jia xiang, yang terpikir adalah kampung yang bisa didatangi dengan mudah, kapan saja, kalau perlu besok pagi-pagi kita ke sana. 

Yang kita butuhkan hanya uang untuk membeli tiket, atau kemauan untuk mengemudi dan menembus kemacetan jalan tol.

Sementara mendengar kata gu xiang, ada selimut kesedihan dan duka yang memberati dada, karena penutur asli tahu, gu xiang adalah kampung halaman yang sudah tidak mungkin didatangi.

Yang sudah berlalu.

Yang tak akan kembali.

Untuk singkatnya, gu xiang adalah merindukan suasana rumah nenek kala lebaran, namun kini rumah nenek sudah dibongkar dan lahannya sudah disewakan jadi minimarket.

Merindukan tidur dan menginap bersama sepupu kala libur sekolah, tapi sepupu-sepupu kini sudah beranjak dewasa dan punya balita.

Mungkin, padanan terdekat gu xiang adalah satu istilah dalam Bahasa Welsh, hiraeth. 

Tidak ada kata dalam Bahasa Inggris yang cukup akurat untuk jadi padanan hiraeth, jadi Lily-Crosley Baxter, dalam artikel yang beliau tulis untuk BBC tanggal 16 Februari 2021, menerjemahkannya sebagai [....] feeling of missing something irretrievably lost

Perasaan merindukan sesuatu yang sudah hilang dan tak akan kembali.

***

Hidup tidak akan pernah kembali seperti dulu.

Kalau waktu adalah roda, maka kita hanya bisa berjalan maju.  

Wabah Flu beberapa tahun lalu membuat peradaban kita mengalami kemajuan luar biasa. Penemuan-penemuan teknologi dan kesehatan, cara kita hidup dan berinteraksi tak akan pernah lagi sama. Aplikasi rapat online dan aplikasi belanja online sudah lekat  dengan kehidupan.

Di tahun 2021, ketika Memoria mulai beroperasi, Gu Xiang sudah berusia sepuluh tahun.

 Perusahaan yang mulanya mengkhususkan diri untuk menanggulangi Sindrom Hari Akhir, terus melakukan inovasi. Kini setelah Sindroma Hari Akhir bisa ditanggulangi, Memoria dengan lincah beradaptasi. Tidak ada lagi iklan sendu di acara radio tengah malam, berganti dengan booth-booth warna merah muda di mall. 

Tapi sesuatu yang pernah ada, tak bisa begitu saja menghilangkan diri.

Kekosongan yang ditinggalkan Memoria, kemudian diisi oleh Gu Xiang.

Meski sudah satu dekade bergerak di bidang pengobatan alternatif, baru dua tahun belakangan ini Gu Xiang memasuki bidang modifikasi ingatan. 

Pendiri Gu Xiang, Tabib Chalid Tabrani, mengatakan sejak kedua anak-anaknya lulus dari Tsinghua dan ITB, lalu mulai membantunya mengelola klinik, Gu Xiang bukan lagi tempat pengobatan alternatif biasa. Kombinasi tanaman herbal dan teknologi terkini membuat metode pengobatan Gu Xiang bisa dibilang unik.

Dalam sebuah kesempatakan langka, karena Tabib Chalid Tabrani selalu menolak diwawancara, beliau pernah mengatakan, "Saya mungkin dikenal sebagai dukun... Tapi berkat jadi dukun itu, anak-anak saya  bisa sekolah di universitas modern, sanggup mengembangkan teknologi untuk mendukung usaha saya, kami sekeluarga lalu membangun Gu Xiang. Nantinya, orang akan tahu kami berbeda dari Memoria... tidak hanya berbeda, kami lebih baik dari Memoria..."

Tak seperti Memoria yang tumbuh dan berkembang di bawah sorot perhatian publik, Gu Xiang lebih mirip seperti cendawan yang tumbuh di teduhnya pepohonan. Tidak ada yang menyadari kapan dia mulai mulai muncul, hingga suatu hari, mendadak kita menoleh dan mendapati kehadirannya. 

Tak seperti Memoria yang gerak-geriknya selalu diawasi pemerintah, selalu didemo Formatoria, selalu mengundang desas-desus masyarakat, Gu Xiang datang dan hadir dalam kesenyapan, di ujung wabah pandemi, dan kita tak tahu bagaimana menyikapinya.

Sebagai entitas bisnis, target pasar Gu Xiang juga terlalu sempit untuk bisa menimbulkan kekhawatiran banyak orang. 

Dengan hanya tiga cabang di seluruh pulau Jawa--di Bogor, Jawa Barat, Boyolali, Jawa Tengah serta di Banyuwangi. Jawa Timur--serta paket kesehatan yang mahal--dimulai dari 85 juta untuk paket paling murah, Malam Damai dan 235 juta untuk paket paling mahal, Langkah Terakhir--Gu Xiang selalu punya cukup uang untuk beroperasi secara menguntungkan tapi tidak punya cukup banyak pasien untuk menimbulkan keributan di masyarakat.

Tahun lalu, saat salah satu pasien Gu Xiang dicuriga meninggal saat mengambil program pengobatan Mimpi Tertinggi, hanya paket Mimpi Tertinggi yang dibekukan. 

Paket Langkah Terakhir masih ditawarkan. Orang yang mengambil paket Malam Damai juga masih mengantre. Tabib Chalid juga masih santai menanggapi tiap ajakan wawancara. Sementara itu, Gu Xiang tidak pernah merasa berkewajiban untuk menjelaskan posisi dia dalam kematian pasien. Keluarga pasien yang meninggal, pengusaha perkebunan sawit di Pekanbaru, juga menolak memperpanjang masalah.

Sampai sekarang, yang jadi pertanyaan besarnya adalah apakah kita perlu mengkhawatirkan keberadaan Gu Xiang seperti kita mengkhawatirkan Memoria?

Apakah karena pasien-pasien Gu Xiang merupakan orang berada yang ingin mengambil jalan pintas, orang-orang kaya yang secara sadar dan tanpa paksaan mengambil pengobatan beresiko Gu Xiang, kita tak perlu bersuara? 

***

Andai Kita Tak Pernah JumpaWhere stories live. Discover now