28. Ingin Kembali Tidur dan Memimpikanmu (4)

1.8K 406 35
                                    

Bestari duduk di ruang tengah rumah kediaman Rafael Wisnu yang luas. 

Lemari-lemari kaca jati tinggi berisi aneka pajangan kristal dipinggirkan hingga menempel dinding, karpet-karpet Persia yang tebal dan empuk digelar hingga menutupi hampir seluruh lantai marmer. Kandelar megah yang tergantung di langit-langit ruangan menyala.

Suara lantungan orang mengaji tak putus, disela dengan suara bercakap-cakap rendah. 

Bestari sudah selesai menemani orangtua almarhum--Bestari tidak mengira akan menggunakan panggilan itu untuk Pak Rafa. Mereka berdua terlihat amat terpukul namun tegar. 

Bestari meninggal hanya beberapa bulan setelah Munggar meninggal, tapi kedukaan yang sempat merundungnya masih terasa menembus waktu dan semesta.

Bestari teringat hari-hari berat dan sedih yang ditanggung dia dan Dewi selepas kematian Munggar. Perasaan linglung dan tidak percaya yang menghantui Bestari hingga berbulan-bulan setelahnya... hingga akhirnya dia menghembuskan napas terakhir.

"Semoga almarhum dimudahkan jalan berpulangnya.... Semoga kebaikan dan kekuatan Pak Rafa selama hidupnya bisa menjadi teladan bagi saya," bisik Bestari, saat tadi dia memeluk ibunda almarhum dan menyampaikan belasungkawa.

Ibunda Rafael tersedak tangis, dan sekuat tenaga, menekan tisu ke hidungnya. Beliau mengangguk, "Terima kasih Ibu, amin..." 

Di sampingnya, ayahanda Rafael mengusap pundak istrinya dan mengangguk pilu, "Terima kasih sudah menyempatkan hadir, Ibu." 

Bestari mengangguk dan maju, memberi kesempatan untuk pelayat lain mengucapkan ucapan duka dan memberi penghiburan.

Bestari lalu duduk sendirian, sesekali ada sesama pelayat yang datang menyalaminya, sesekali ada yang mendatanginya, dari keluarga Rafael, menawarinya masuk kamar untuk beristirahat atau makan siang.

Bestari menolak semua tawaran, kecuali tawaran minum segelas air mineral.

Lama Bestari duduk di ruang tengah itu, sampai akhirnya kini tiap pelayat yang selesai menyalami orangtua almarhum berakhir menyalaminya juga.

Bestari merasa mati rasa. Isi kepalanya penuh, seperti pemain catur yang mengulang-ulang langkah yang sebelumnya diambil... di titik mana penyebab kekalahannya?

Apakah kalau dia tidak membantu Naila melarikan diri dari Rafael, Rafael akan tetap hidup?

Tapi Naila amat yakin ketika itu, tetap bersama dengan Rafael juga akan membahayakan keselamatan jiwa Rafael...

Tadi ketika Lando menjemputnya di paviliun, Bestari sempat mengira kalau sudah waktunya dia mendatangi proses Langkah Terakhir Rafael di Cisarua, seperti yang sudah dijanjikan, meski mundur beberapa minggu.

Bestari sudah bersiap berkata pada  bahwa dia tidak bisa membawa Naila untuk menemui Rafael seperti yang diminta, tapi Bestari menyadari beberapa keanehan.

Pertama, Lando hanya datang menjemputnya sendirian, tidak seperti biasanya selalu berkonvoi.

Kedua, wajah lelaki muda itu terlihat kuyu.

Jadi Bestari membiarkan Lando membuka percakapan, dan hal pertama yang dikatakan Lando adalah, "Bu, Pak Rafael meninggal dunia pagi ini..."

***

Lando berjalan jongkok dari pintu ke tempat Bestari duduk, setelah hampir dua jam Bestari duduk di ruang tengah itu. 

"Bu, Pak Andreas tanya, Bu Bestari mau ikut ke Karawang kah? Nanti disiapkan mobilnya khusus buat Ibu.... Setengah jam lagi kita berangkat," kata Lando pelan.

Andai Kita Tak Pernah JumpaWhere stories live. Discover now