8. Ada Seseorang Yang Kucintai (2)

3.8K 677 50
                                    

"Bu Bestari, silakan..."

Bestari menatap Rafa yang sedang duduk, bersandar di kursi kerja yang memiliki punggung kursi tinggi.

Rafa memiliki perawakan tinggi besar, tapi kursi yang dia duduki lebih besar lagi, membuat tubuhnya tenggelam.

Bestari mengangguk basa-basi, lalu duduk di kursi di depan meja Rafa.

Rafa mengibaskan tangan. "Tolong, lepas ikatan tangan Bu Bestari. Selotipnya biar nanti beliau yang lepas sendiri," kata Rafa.

Seseorang maju mendekati Bestari membawa pisau kecil, lalu memotong pengikat kabel yang melingkari kedua pergelangan tangan Bestari.

Setelah talinya lepas, orang itu kembali mundur, menghilang ke sudut ruangan.

Bestari mengibaskan pergelangan tangannya yang lecet dan terasa perih. Setelah dirasa cukup, dia melepas selotipnya dari mulutnya. Bestari menekap mulutnya sesaat, merasakan sisa lem di sana, sebelum menatap Rafa.

Rafa memperhatikan Bestari sedari tadi. Matanya terlihat berkilat-kilat menakutkan.

Bestari bergeming di kursinya.

"Semua kerepotan dan kesakitan ini tidak akan terjadi kalau Bu Bestari mau segera mengatakan pada saya...." kata Rafa, memulai pidato yang sudah Bestari hapal. "....di mana sebenarnya Naila?"

Bestari menatap Rafa, selalu merasa kasihan pada lelaki itu.

Tentu saja, Bestari tidak pernah tega menampakkan perasaan ibanya setiap bertemu Rafa.

Rafa akan tersinggung. Rafa akan lebih suka kalau Bestari takut padanya.

Bestari memahami perasaan Rafa.

Bestari tidak pernah ditinggal istri, tentu saja... tapi pengalaman ditinggal Munggar di kehidupan sebelumnya masih membuatnya trauma.

Bagaimana dia pergi ke RSUD untuk menebus obat, tapi sesampainya di rumah, dia disambut Dewi yang sedang menangis tersedu.

Di samping Dewi, di kasur kapuk tipis yang sudah tergelar di ruang tengah, jasad Munggar sudah ditutupi kain batik.

Bestari ingat, beberapa hari setelah kepergian Munggar, dia mendapati dirinya membungkuk di teras rumah, menyiangi rumput dari pot-pot yang selama ini terlantar saat Munggar sakit.

Bestari ingat dia sempat berpikir... kenapa dia melakukan ini? 

Kenapa dia menyiangi rumput, padahal yang ingin dia lakukan hanya bergelung di dalam kamar lalu menangis?

Setelahnya selesai menyabuti rumput, Bestari melap kaca jendela dan dia kembali terpekur... untuk apa dia melap kaca jendela? 

Bagaimana mungkin dia bisa melakukan hal yang remeh seperti melap kaca jendela padahal Bestari merasa seolah langit-langit dunia runtuh menjatuhi kepalanya?

Rumah petak yang mereka huni tak memiliki pencahayaan yang cukup--dindingnya menempel dengan dinding rumah petak lain--sehingga nyaris percuma memasang cermin di dalam rumah. 

Karenanya, sebelum berangkat mencari uang, Munggar biasanya berdiri di depan kaca jendela depan, lalu merapikan rambut menggunakan sisir kecil. Pantulannya memang tak seberapa jelas tapi lumayan, gampang dirapikan lagi di spion motor...

Kadang, Dewi melihatnya dari dalam rumah dan sambil terkekeh riang, beliau akan berkomentar,"Duuuh, meuni kasep.... udah cocok jadi juragan, A'..."

Munggar hanya tertawa. Dia lalu mendekati Bestari sebelum berangkat, "Ayu, pergi dulu ya..." sembari mengulurkan tangan.

Bestari lalu akan mencium tangan Munggar dan menunggui Munggar di teras hingga lelaki itu berlalu pergi mengendarai motornya di gang sempit depan rumah mereka.

Andai Kita Tak Pernah JumpaNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ