18. Abandonment

19.5K 1.2K 21
                                    

Banyak yang tanpa sadar membunuh kepribadiannya sendiri lalu menciptakan kepribadian baru untuk memanipulasi diri bahwa ... dia baik-baik saja.

Priceless

★★★

“Pulang sama Papa,” ucap pria paruh baya setelah keluar dari ruang kepala sekolah dan melihat anaknya menyelonong begitu saja.

“Aku bawa motor.” sahut Arrion dingin.

“Motor kamu sudah dibawa pulang. Papa nyuruh Pak Bagas buat bawa motor kamu ke rumah duluan.”

Arrion langsung berbalik, menatap pria paruh baya itu dengan dahi mengernyit kesal dan tatapan tajam, tidak terima.

Abrisam, sang Papa, mengabaikan protesan itu. Memilih melangkah mendahului Arrion,  yang akhirnya membuat Arrion mengikutinya dengan langkah marah dan terpaksa.

Arrion melipat tangan di dada dengan tubuh bagian belakang yang disandarkan pada kursi, begitu dia masuk ke dalam mobil. Kepalanya menoleh kearah kiri, menatap jalanan yang dilewati sekaligus untuk mengabaikan pria paruh baya yang mengemudi.

Tidak ada obrolan lagi setelah Papa bertanya beberapa kali, tentang kenapa Arrion berkelahi. Namun, Arrion tetap diam seperti tadi, seperti saat diinterogasi oleh kepala sekolah. Cowok itu terlihat tidak tertarik dan tidak peduli. Arrion hanya mengedip-ngedipkan kelopak matanya pelan. Raut wajah marah dan dinginnya, sekarang nyaris terlihat lemah.

Suasana yang dibiarkan sepi, membuat kedua laki-laki itu larut dalam pikirannya masing-masing. Abrisam dengan penyesalan dan rasa bersalah. Dan Arrion dengan bayang-bayang menyesakkan yang akhirnya membuatnya menjadi Arrion yang seperti sekarang ini.

Baru menyadari mobil yang ditumpanginya melewati jalan yang familiar, tapi bukan jalanan yang biasanya Arrion lewati untuk pulang, cowok itu langsung menegakkan tubuh dan protes.

“Aku pulang ke apartemen.” ucapnya, menoleh kesal pada Papa.

“Pulang ke rumah,” putus Papa sepihak. “Papa udah ngasih tahu tante Aruna, dia masak banyak buat kamu.” Papa menoleh sesaat pada Arrion sebelum akhirnya kembali fokus pada jalan. “Luka di wajah kamu juga harus diobati.”

Meski tidak se-babak belur Allredo. Namun, Arrion juga mempunyai luka dibeberapa bagian wajahnya. Sudut bibir dan dahinya berdarah kecil serta pelipisnya yang terlihat lebam.

Arrion tidak lagi bersuara meski masih tidak terima. Cowok itu memutar bola mata kemudian memilih kembali menoleh ke arah kiri sembari membanting tubuhnya pada sandaran kursi lagi.

Audi hitam yang dikendarai Papa, mulai memasuki pekarangan rumah setelah seorang satpam membuka gerbang. Bangunan megah dan mewah bercat putih yang terdiri dari tiga lantai langsung terpang-pang. Yang sayangnya, tidak cukup menarik dimata Arrion.

Arrion lebih dulu keluar dari mobil sesaat setelah kendaraan beroda empat itu terhenti. Alih-alih berjalan kearah pintu utama yang terbuka, cowok itu lebih memilih berjalan ke garasi. Untuk pulang dengan membawa motornya ke apartemen tempatnya tinggal.

“Mulai sekarang tinggal sama Papa,”

Suara Papa yang baru saja menutup pintu mobil, membuat langkah Arrion tertunda. Hanya dua detik saja, di detik selanjutnya cowok itu melanjutkan langkahnya. Mengabaikan.

“Papa akan menyuruh beberapa orang untuk membawa barang-barang kamu.”

Langkah Arrion kembali terhenti. Kali ini berbalik menatap tajam pria paruh baya itu. “Lupa, kalau kita punya kesepakatan?” tanyanya. “Aku pulang ke Indonesia dengan syarat tinggal sendiri dan nggak boleh ada yang mencampuri urusanku.”

PRICELESSWhere stories live. Discover now