31. Rencana Kepergian

13.5K 776 19
                                    

“Lo mau kemana?”

Bellissa yang baru saja keluar dari dapur dengan segelas air putih digenggaman, melihat Sheryl yang baru saja menuruni anak tangga terakhir.

Sheryl melirik Bellissa lalu memutar bola mata, sembari membenarkan tali tas di bahunya. “Bukan urusan lo!” sahutnya ketus.

“Ini udah jam sembilan,” ucap Bellissa mengingatkan, setelah melirik jam dinding. Sheryl mau pergi di jam yang seharusnya menjadi jam paling malam untuk mereka pulang?

“Kalo Mama tahu—”

“Mama nggak akan tahu, kalo lo nggak cepu.” potong Sheryl. “Nggak usah ngadu-ngadu ke Mama. Percuma, Mama nggak akan percaya sama lo.” sambungnya menyeringai, meremehkan.

Kemudian mengangkat panggilan masuk di ponselnya, sembari berlalu pergi dari hadapan Bellissa.

Bellissa menatap punggung Sheryl yang menjauh, sebelum akhirnya, melanjutkan langkahnya menaiki tangga dan masuk ke kamarnya.

Meminum sedikit air di gelasnya, sebelum diletakkan di atas nakas. Bellissa kemudian meraih dan mencabut ponselnya yang sudah terisi penuh setelah beberapa jam mengisi daya baterai. Lalu, membanting pelan tubuhnya yang masih terlapisi seragam sekolah dan Hoodie Arrion ke atas kasur. Mengecek suhu badannya sendiri dengan menyentuh dahinya, sebelum akhirnya, termenung menatap langit-langit kamar.

Mengingat perkataan Arrion tadi siang.

Bohong kalau Bellissa merasa santai saja, dia jelas kepikiran. Karena Arrion tidak mungkin membahas itu hanya sekadar iseng bertanya.

Tadi siang, Bellissa mamang tidak ingin begitu memikirkannya. Namun sekarang, bahkan dibeberapa menit yang lalu saat dia tidur, jauh sebelum matanya terbuka pikirannya sudah lebih dulu bekerja. Raganya belum ingin bangun, namun otaknya terus mengganggunya dengan mengajak berpikir tentang maksud dari ucapan Arrion.

Bellissa tertidur setelah pukul lima sampai sampai di rumah. Dia tidak sempat mandi, bahkan masih memakai seragam sekolah. Bukan hanya karena tidak enak badan, tapi juga karena capek. Bukan fisiknya, tapi perasaan dan mood-nya yang naik turun.

Membuka ruang obrolannya dengan Arrion, Bellissa mengirim pesan tanpa basa basi. Mengabaikan chat dari Arrion sebelumnya.

Bellissa Claretta :
Kamu beneran mau pergi?

Tidak butuh waktu lama, pesan Bellissa segera terbalas. Namun, bukan itu jawaban yang Bellissa mau. Jadi, Bellissa kembali menanyakan pertanyaan yang sama.

Arrion Gracio :
Udah bangun?

Bellissa Claretta :
Kamu beneran mau pergi?
Ninggalin aku?
Kemana?

Arrion Gracio :
Ini udah malam.
Kamu mau bahas ini sekarang?

Bellissa Claretta :
Iya.
Rasanya nggak nyaman.
Aku kepikiran.

Arrion Gracio :
Mau aku jelasin secara langsung?
Kita ketemu?

Bellissa Claretta :
Nggak.
Aku bakal susah berpikir.
Bakal mendadak lupa sama apa
aja yang mau aku bilang atau
tanyain kalo nanti ngomong langsung.

Arrion Gracio :
Kamu cukup diam.
Aku yang akan menjelaskan.

Bellissa Claretta :
Ini udah malem.
Aku nggak bisa keluar.

PRICELESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang