34. Mengganti Jejak Sentuhan

15.3K 746 33
                                    

"Sorry, yang terjadi hari ini, gara-gara ... gue. Khususnya lo, Sa, gue bener-bener minta maaf udah buat lo sama Arrion dalam masalah, dalam bahaya." Naura menunduk setelah mengatakannya.

Bellissa menghela napas. "Sejujurnya gue pengen marah sama lo, Ra. Tapi ... percuma. Semuanya udah selesai juga."

"Kalau lo mau marah-marah sama gue boleh kok, Sa." Naura kembali mendongak, menatap Bellissa dengan perasaan bersalah.

Naura lebih ingin melihat Bellissa marah-marah, daripada tersenyum dengan tangan terulur mengelus rambutnya. Memaafkan kesalahan Naura dengan mudah. Yang justru membuat Naura semakin merasa bersalah.

Setelahnya, Bellissa menjatuhkan kepalanya di atas meja kaca, dengan satu tangan dijadikan bantalan. Menghadap ke tiga temannya; Zarra, Naura dan ... Elina.

Mereka semua sedang berada di apartemen Arrion sekarang. Duduk lesehan di atas karpet berbahan halus dan nyaman.

"Sorry, dari tadi gue penasaran. Kok lo bisa sama kita, El?" tanya Zarra menatap Elina. "Gue sama sekali nggak ngerasa terganggu, justru gue seneng karena kehadiran lo ngebantu. Gue bener-bener cuma penasaran aja." jelas Zarra, takut Elina merasa tersindir ditanya seperti itu.

Elina mengangguk mengerti. Mereka hanya teman sekolah yang hanya sebatas saling tahu nama dan wajah. Yang sebelumnya tidak pernah dekat sama sekali. Jadi, Elina memahami kebingungan Zarra dan Bellissa perihal kehadirannya yang tiba-tiba ada di circle mereka. Namun, Elina juga kebingungan memberi penjelasan.

"Oh itu, mmm ... gue," Elina menggaruk pelipisnya sembari melirik Naura, yang membuat Naura memandang sekitar pura-pura tidak mengerti. Dia yang memergoki, dia juga yang merasa malu sendiri.

"Ekhm," Elina berdeham. "Kalian liat cowok itu," tunjuknya menggunakan dagu. Menunjuk dua cowok yang sedang rebahan disofa sembari memainkan ponselnya, yang katanya sedang memesan makanan untuk mereka.

Sementara sang pemilik apartemen belum selesai mandi sedari tadi.

"Gue pacaran sama Althaf." sambungnya menatap lekat cowok yang disebutnya. "Ah, nggak, dia mantan gue." ralat nya kemudian.

"Mantan? Tapi kok bisa tadi kalian ciuman?!" Naura memekik tertahan. Yang membuat Zarra dan Bellissa ikut melotot, semakin tertarik dan penasaran.

Elina menyunggingkan senyuman miris. "Orang-orang bilang gue cuek, jutek dan jual mahal, dan faktanya gue memang merasa ... seperti itu." memiliki wajah cantik, postur tubuh ideal dan populer karena menjabat sebagai ketua Cheerleader membuat Elina banyak disukai dan berlomba ingin dimiliki oleh banyak lelaki. Namun, seperti ucapannya tadi, Elina sulit didekati. "Tapi sama Althaf, gue udah nggak lagi banting harga. Tapi ngasih diri gue gratisan sepenuhnya sama dia. Tapi kalian tahu? Cowok brengsek itu malah sering cuekin gue."

"Karena itu kalian putus? Karena Althaf sering cuek sama lo?" tanya Bellissa.

"Em, salah satunya," Elina mengangguk-angguk. "Gue juga kesel karena Althaf nggak pernah mau nge-publish hubungan kita. Ya, nggak apa-apa juga sebenarnya. Karena gue juga kadang suka sensasi ketemu diam-diam sama dia. Tapi ya ... kesel juga, dia tuh, kayak nggak pernah cemburu liat gue dideketin banyak cowok. Padahal, kalau gue yang liat ada cewek yang caper ke dia, rasanya tuh udah pengen banget gue teriak sambil obrak-abrik satu sekolah."

Zarra dan Naura yang berada di samping Elina sedikit menjauh-hanya bergerak miring tidak sampai bergeser, melihat tangan Elina mengepal menggebrak meja. Wajah yang biasa terlihat anggun itu terlihat menakutkan saat sedang kesal.

"Sheryl sodara tiri lo kan, Sa?" sambungnya menatap Bellissa, yang langsung Bellissa angguki saat itu juga.

"Kalau kalian ingat, dulu gue pernah deket sama Sheryl. Dia yang masuk ke circle gue, yang akhirnya gue tendang dan musuhi tanpa kasih alasan apa-apa. Karena selain tahu tujuan dia deketan gue cuma demi populeritas, juga karena ... gue sering liat dia caper ke Althaf."

PRICELESSWhere stories live. Discover now