30. Seandainya Pergi

14.8K 844 13
                                    

Aku tahu ini sulit, tapi aku percaya kamu bisa melewatinya dengan baik.”

Arzanka Arrion Gracio

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Arzanka Arrion Gracio

Priceless

★★★

Note : paragraf yang berhuruf miring adalah flashback saat Bellissa menerima panggilan telepon.

—————

“Ada telepon masuk ke ponsel kamu tadi,” lapor Bellissa pada Arrion yang baru saja kembali. Sesaat setelah cowok itu duduk disampingnya berserta beberapa makanan yang dibeli.

“Siapa?”

Bellissa menghela napas panjang, lalu menatap Arrion dalam. Ingin melihat jelas bagaimana ekspresi cowok itu setelah Bellissa memberi tahunya.

Tidak mendengar Bellissa segera bersuara, Arrion membalas tatapannya dengan sebelah alis terangkat.

“Emm ....” Bellissa bergumam lama sembari menggigit dan memainkan bibirnya.

“Hallo ... ” suara sapaan antusias diseberang sana terdengar, disusul dengan memanggil nama Arrion manis dan lembut, “Ar, sayang ...”

Jantung Bellissa langsung berdebar kencang, marah dan berprasangka yang tidak-tidak.

Namun, setelah beberapa detik kemudian seseorang di seberang sana kembali bersuara, Bellissa langsung malu sendiri dan merasa bersalah karena sempat memberi umpatan pada Arrion—meski cowok itu tidak tahu juga.

“Akhirnya kamu angkat panggilan Mama,” sambungnya.

Bellissa bisa merasakan ada kelegaan dan kebahagiaan dari suara yang ternyata ... Mamanya Arrion? Suara lembutnya terdengar sedikit bergetar, mungkin menahan tangis karena senang.

“Ar, sayang ...” panggilnya lagi. “Kita ... udah bisa ketemu? Mama kangen sama kamu.”

Bibir Bellissa terbuka, bergerak untuk mengeluarkan suara. Namun, Bellissa kebingungan harus berkata apa.

Bellissa ingin mengaku, bahwa yang mengangkat panggilannya bukan Arrion. Tapi, dia tidak berani bersuara dan juga tidak tega. Rasa senang dari wanita diseberang sana pasti akan berubah kecewa.

Sampai akhirnya, Mama Arrion yang kembali bersuara.

“Nggak apa-apa, kalo kamu masih belum mau ngomong atau ketemu sama Mama. Kamu angkat telepon dari Mama aja, Mama udah seneng,” Bellissa bisa membayangkan ada senyum setelah kalimat itu terucap.

“Sekarang jam istirahat, kan? Makan yang banyak, ya. Maaf, Mama ganggu.” kalimat itu terucap sedikit canggung, mungkin juga bingung karena hanya berbicara sepihak.

PRICELESSWhere stories live. Discover now