part 16

8.6K 651 16
                                    

Bismillah

             Pocong Itu Bapakku

#part 16

#R.D.Lestari

Mereka berjalan beriringan, dan menyusuri sekitar dengan senter.

"Buk, kok sepi? mana orang-orang?"

Ibu mendengus. "Orang-orang termakan isu pocong,"

"Pocong?"

"Indah! lihat itu!"

Ibu menunjuk ke rumpunan batang bambu, di mana seonggok tubuh dan motor yang rebah tak jauh darinya.

"Buk! itu orang kenapa!" teriak Indah.

Indah dan ibunya gegas melangkah mendekat, di mana pemuda tergeletak.

"Panggil warga lain, In. Kita ga mungkin bawa dia ," seloroh Ibu.

Indah sempat bingung, tapi akhirnya ia berteriak meminta tolong warga sekitar.

"Tolong! tolong!"

Sepi, selama setengah jam Indah dan ibunya menunggu, tak ada seorang pun lewat dan datang menolong.

Sedang dari kejauhan, Indah melihat Danang diambang pintu dengan tangan melambai dan suara lantang memanggil namanya.

"Bu, kita seret aja, Bu. Itu Danang manggil-manggil," ucap Indah seraya menunjuk ke arah rumah.

Ibu memicingkan mata dan menatap lurus ke arah rumahnya. Tak ada seorang pun diambang pintu. Ia mengira Indah hanya berhalusinasi saja. Ibu memilih diam, takut membuat indah kepikiran.

Ibu dan Indah lalu bersama menyeret tubuh pemuda yang lumayan berat itu menuju rumah.

Membawa tubuh itu tentu mengeluarkan energi yang tak sedikit. Indah dan Ibu ngos-ngosan.

Tubuh pemuda itu mereka letakkan di ruang tengah. Indah membuka jaket yang melekat karena debu dan tanah yang menempel.

Ia juga mengobati luka lecet di dahi dan mencuci muka juga tangan si pemuda. Berharap ia bisa lekas siuman.

"In, dah biarin aja. Besok kalau belum sadar, kita minta bantu warga," titah Ibu.

"Biarin dah, Bu... Indah tunggu. Mana tau nanti dia kabur," terka Indah.

Kartini mengangguk pelan. Ia membawa bayinya masuk. Sedang Indah, ia tertidur di kursi panjang kayu seraya menunggui Si Pemuda yang masih tak sadarkan diri.

***

Srettt!

Indah menyibak horden lusuh yang menutupi jendela ruang tamu.

Tubuh pemuda itu menggeliat kala sinar matahari pagi menerpa matanya.

Kelopak mata itu melebar dan mengerjap berulang kali. Tangan kanannya terangkat dan menutupinya, karena tak tahan dengan sinar matahari yang menyilaukan.

"Mak ... jangan dibuka hordennya, silau ," lirih Jodi dengan mata masih terpejam .

"Kau sudah sadar ?"

Jodi terhenyak dan lantas mengangkat tangannya. Dua bola mata berwarna coklat itu membulat dan menatap heran ke arah gadis berhijab lusuh yang berdiri di dekat jendela itu.

Gadis manis itu pun tak kalah heran, meski ia hanya mematung dan menatap pemuda itu dengan intens. Kagum. Karena ternyata pemuda itu punya wajah yang tampan dan mata yang indah.

"Di--di mana, aku?" ujarnya. Ia ingin berdiri tapi seluruh tubuhnya sakit, terutama kaki dan tangannya.

"Akhh!"

Dendam Arwah BapakWhere stories live. Discover now