part 42

4.3K 309 2
                                    

Bismillah

Pocong Itu Bapakku

#part 42

#R.D.Lestari.

Karno menatap lembut wajah istrinya. Ia tau semua kejadian barusan yang dialaminya.

Sintia masuk ke dalam dimensi lain, itu karena perbuatan jin jahat berbentuk pocong yang selama ini meneror warga.

Jin itu saat ini masih ada dan berdiri mengawasinya. Karno hanya bisa menunduk takut saat di tatap olehnya.

Makhluk menyeramkan itu seolah menuntut sesuatu darinya. Karno ingin mengucap maaf, tapi begitu sulit untuknya.

"No ... Karno ... minta maaf ...,"

Karno tercekat. Ia lalu menggerakkan kepalanya ke arah pocong yang saat itu berdiri di sudut ruangan.

Menatap makhluk yang saat itu melotot dengan mata yang hampir keluar sepenuhnya.

Karno bergidik ngeri saat makhluk itu melayang mendekat dengan seringaian diwajahnya.

Dan, saat makhluk itu hanya tinggal beberapa langkah darinya .... Karno merasakan tubuhnya panas dan seperti tersedot masuk ke dalam tubuhnya sendiri.

"Aku minta maaf ... maafkan Aku ...," teriaknya sebelum gelap yang teramat pekat menyelimuti dirinya.

***

Jemari-jemari bergerak perlahan. Sintia yang saat itu sedang sarapan disamping suaminya tak sengaja melihat pergerakan itu, yang membuatnya langsung menyunggingkan senyum.

"Abang ... Abang dah sadar, Bang...," Sintia dengan penuh kasih sayang menggapai tangan itu dan menggenggamnya lembut.

Kepala Karno mulai bergerak. Matanya mengerjap saat seseorang memanggil dirinya.

Samar-samar Ia melihat wajah istrinya yang tersenyum padanya. Karno membalas senyuman itu dan menarik tangan istrinya dan mengecup punggung tangan itu dengan sayang.

Sintia pun lantas memeluk tubuh suaminya dan derai air mata kembali berjatuhan.

"Syukurlah Kamu akhirnya sadar, Bang. Adik benar-benar khawatir dengan Abang," ucapnya sembari mengelus dada suaminya sayang.

Karno mengulas senyum susah payah. Ia mengangkat tangan dan membelai pucuk kepala istrinya dengan sayang.

Masih membekas di pikirannya, sosok pocong dengan wajah hancur dan separuh gosong di dapur rumahnya, yang membuatnya seketika bergidik ngeri.

Merasakan tubuh suaminya bergetar, Sintia langsung mengangkat kepala dan menatapnya. Ia menghapus jejak air mata yang masih tersisa.

"Kenapa, Bang?" tanyanya dengan alis mata yang bertaut saat melihat gurat kekhawatiran terekam jelas di wajahnya.

"Abang ... udah berapa lama di sini, Dik?" Karno malah balik bertanya.

"Sekitar dua harian, Bang. Kenapa emang?"

"Abang kenapa bisa sampai di Rumah Sakit?"

Sintia menghela napasnya. Mengingat kejadian yang membuatnya terguncang.

"Abang pas mati lampu itu pergi ke dapur. Teriak, begitu Adik nyusul, Abang dah pingsan,"

"Untungnya ada Pak RT yang kebetulan mampir. Minta tolong mereka karena Abang ga sadar-sadar,"

"Begitu di bawa ke Rumah Sakit, Abang harus di operasi saat itu juga,"

"Operasi?"

"Ya, karena ada penggumpalan darah akibat dari benturan,"

Dendam Arwah BapakWhere stories live. Discover now