part 50

3.8K 267 7
                                    

Bismillah

Pocong Itu Bapakku

#part 50

#R.D.Lestari.

Suara brankar rumah sakit terdengar jelas di koridor. Sudiro mendongak dan menatap takut-takut.

Hhhh!

Ia menghela napas lega saat melihat dua orang perawat masuk ke dalam ruangannya seraya mendorong brankar.

"Malam suster," tegurnya, tapi dua orang perawat berpakaian putih itu hanya diam. Tak menggubris Sudiro yang berusaha bersikap ramah.

Sudiro menatap heran, dalam hati Ia bertanya-tanya, kenapa dua perawat itu terlihat cuek dan juga pucat?

Tanpa permisi, kedua perawat wanita itu mencabut selang infus begitu saja yang membuat Sudiro terpekik karena sakit yang tiba-tiba.

"Aww!"

Kedua perawat berpostur ramping itu terlihat cuek dan begitu saja mengangkat tubuh Sudiro, memindahkan begitu saja tubuh lelaki paruh baya yang nampak kebingungan.

"Mau di bawa ke mana, Saya?" tanya Sudiro takut. Perasaannya mulai tak enak.

"Diam dan menurut saja. Berbaring atau mau Kami suntik penenang!" sentaknya dengan suara parau.

Sudiro hanya mampu mengangguk. Ia menurut dan mengatup mulutnya rapat. Suara wanita muda itu terasa menakutkan di rungunya.

Lelaki berkumis tebal itu merebahkan tubuhnya dan meletakkan kepalanya sejajar dengan tubuh. Agak kurang nyaman, tapi karena Ia tak ingin kena marah, Ia menurut saja.

Sudiro pasrah saat brankar bergerak menyusuri koridor rumah sakit.

Tap!

Sudiro tertegun saat memperhatikan satu persatu lampu rumah sakit mat* saat Ia melewatinya. Sempat ingin mengangkat kepalanya, tapi langsung ditahan oleh salah satu perawat.

"Aku bilang diam dan menurut saja!" ancamnya.

Seketika nyali Sudiro ciut. Ia kembali meletakkan kepalanya sehati-hati mungkin dengan pandangan fokus melangit-langit lorong rumah sakit.

Udara dingin begitu menyengat kulit. Sudiro memeluk tubuhnya sendiri dengan kedua tangan.

Bulu kuduknya meremang. Perasaannya semakin tak enak. Ditambah dengan suasana sepi yang kian mencekam.

Tak ada suara lain selain suara berisik roda brankar rumah sakit yang Ia naiki saat ini.

Sudiro sesekali menatap dua perawat wanita itu secara bergantian. Jantung nya berdegup semakin kencang kala keanehan kembali menyerang.

Wajah dua perawat yang semula hanya pucat, perlahan berubah warna. Membiru balu seperti wajah ketika terkena tinju.

Sudiro semakin panik. Ia ingin menggerakan tubuhnya, tapi seketika tubuhnya menjadi kaku, tak dapat digerakkan.

Ia hanya bisa melihat sekeliling saat brankar berbelok ke arah kiri dan menuju satu ruangan paling pojok.

Sudiro berusaha menggerakkan tubuhnya, nihil. Tubuhnya seperti lumpuh total.

Ia hanya bisa menggerakkan bola matanya. Untuk berteriak pun terasa sia-sia. Suaranya rasa tercekat di kerongkongan.

Suasana semakin mencekam. Wajah dua perawat itu kini tak lagi berbentuk. Gosong dengan mata yang hampir terlontar keluar, menggantung dengan urat berwarna biru dan darah merah kental yang mengucur di sela-sela lobang matanya.

Sudiro mendelik menatap kengerian yang terjadi di depan matanya.

Brakk!

Dua perawat itu mendorong brankar memasuki ruangan di selingi derai tawa melengking yang membuat bulu roma berdiri.

Dendam Arwah BapakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang