part 47

3.8K 300 6
                                    

Bismillah

              Pocong Itu Bapakku

#part 47

#by: R.D.Lestari.

Indah hanya mengulas senyum getir, lalu melewati Jodi begitu saja. Penolakan Indah untuk yang kesekian kali membuatnya patah hati.

Begitupun dengan Indah yang harus meredam semua rasa yang berkecamuk di dalam dada.

Desiran panas mengalir begitu saja di sekujur tubuhnya, hingga dadanya terasa sesak.

Ia ingin berbalik, berlari ke arah Kodi dan memeluk tubuh ideal berdada bidang itu sembari berucap," ya, Aku juga cinta padamu,"

Namun, bayangan itu segera Ia tepis. Sadar akan diri yang terlahir miskin dan harus terus bekerja demi keluarga.

Beban itu kini berada di punggungnya. Ia tak mungkin memikirkan perasaannya sendiri dan menanggung resiko jika harus di berhentikan dari pekerjaannya yang sekarang.

Masih di tempat yang sama, Jodi hanya menatap nanar kepergian Indah, hingga gadis itu hilang di perempatan jalan.

Tanpa sadar, bulir bening memenuhi matanya dan bersiap tumpah. Betapa Ia ingin gadis sederhana yang rajin bekerja itu untuk jadi istrinya.

Mengingat umurnya yang bukan lagi remaja, Ia sangat ingin segera menikah dan berumah tangga.

Ia sangat terpikat pada gadis itu, bukan hanya karena parasnya, tapi tutur kata dan kasih sayangnya pada keluarga.

Namun, Jodi tak kuasa memaksa perasaannya. Bagaimana pun Indah punya hak untuk menolaknya.

Pemuda yang memiliki hidung mancung itu akhirnya pasrah dan melangkah gontai menuju motornya,  memacu kendaraan roda dua itu dengan pelan.

***

Di Toko, Sudiro sudah duduk di bangku kasir dan matanya sibuk mengawasi ruangan. Mulutnya berdecak kesal karena Indah belum juga sampai.

Hari sebenarnya belum terlalu siang, masih menunjukkan pukul delapan dan pelangganpun belum berdatangan.

Namun, karena Sudiro memang membenci Indah, apa pun yang Indah lakukan selalu salah.

Gadis itu seolah menjadi samsak kekesalannya. Terlebih Indah yang tak pernah membantah dan selalu menurut pada perkataannya.

Mendapati gadis itu datang, Sudiro langsung bangkit dan kedua tangannya bertumpu di pinggang.

Matanya mendelik dan menatap gadis itu tajam. Indah yang sudah biasa dengan perlakuan Sudiro memilih pasrah dan terdiam.

"Kurang siang datangnya, kenapa gak libur sekalian?" sindirnya.

Telinga Indah seketika memanas nak di tempeli bara api.

"Ma--maaf, Pak. Saya tadi ada ada perlu," sahutnya pelan.

"Kamu kira ini toko punya bapakmu, hah? seenak jidatmu datang untuk bekerja. Kami membayar mahal untuk tenagamu yang tak seberapa itu!"

"Sadar diri, dong! kamu itu di bayar! jadi jangan seenak jidat!" hardiknya. Kata-kata pedas itu terlontar jelas dari mulut yang diatasnya ditutupi kumis tebal.

Indah menunduk seraya meremas ujung bajunya. Hatinya benar-benar sakit. Sekuat tenaga menahan air mata yang ingin menerobos keluar saat itu juga.

"Oh ... jadi ini perlakuan Bapak saja Indah selama ini?"

"Pantaslah, Indah tak pernah tersenyum selama bekerja disini,"

Suara seseorang tepat di belakang Indah membuat Sudiro terdiam dan menoleh saat itu juga.

Dendam Arwah BapakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang