part 53

3.2K 252 2
                                    


#part 53

#R.D.Lestari.

"Bapak!"

Saat Indah hendak menyeberang, tangannya tiba-tiba di tarik dari belakang. Indah terhenyak, lantas memutar tubuhnya hingga berhadapan dengan seseorang yang menahannya.

"Jangan pergi ... In. Aku mohon ....,"

"Kak ... Jo...di...,"

Tiba-tiba terdengar suara berdentum-dentum diseberang sana, di mana bapaknya berada.

Seketika Indah menoleh dan menatap nanar seseorang yang sangat Ia cintai berteriak memanggil namanya.

"Indah! tolong Bapak!"

"Bapak!" pekik Indah hendak berlari ke arah bapaknya, tapi dengan sigap seseorang di belakangnya itu meraih pinggang dan memeluknya.

"Lepasin Aku!" pekik Indah seraya berontak. Kakinya menendang ke segala arah dengan air mata yang berderai.

"Indah ... sadar Indah ... belum waktunya,"

Tangis Indah semakin tumpah saat melihat jembatan itu roboh dan menjadi puing-puing, lahar naik dan berombak, berubah menjadi lautan api merah menyala.

Sedang seseorang di seberang sana terbawa ombak lahar dan api yang menggulung.

Jerit kesakitan terekam jelas. Membuat siapa pun merinding jika mendengarnya.

"Bapak! Bapak!"

"Indah ... ayo, kita pulang ...,"

"Tidak! Aku ingin menolong Bapak!"

"Tidak mungkin, Indah. Dunia kalian berbeda. Belum saatnya Kamu berada di sini,"

Tiba-tiba lautan lahat itu berubah jadi padang ilalang yang luas dengan hamparan langit biru terbentang luas. Awan putih berarak dengan angin sepoi-sepoi membelai rambut.

Indah tercengang. Mengusap matanya yang masih basah. Kali ini hanya Ia sendiri. Jodi tak lagi ada di sisi. Berganti dengan Danang, adiknya.

Ia menggenggam tangan Indah erat. Indah menoleh dan menatapnya heran.

"Danang?"

"Ayo, Mbak, kita pulang. Adik dan Ibu sudah menunggu. Mbak jangan lama-lama di sini," ujarnya dengan senyum yang menenangkan.

"Bapak ...,"

"Bapak sudah tenang, Mbak. Mbak belum waktunya untuk di sini,"

Lagi-lagi Indah dihadapkan dengan perkataan ' belum waktunya '. Memangnya apa yang sedang terjadi padanya?

Indah akhirnya mengikuti adiknya yang membawanya menyusuri padang ilalang. Seolah tak pernah lelah, Indah merasa sudah lama berjalan, tapi tak Ia temukan ujungnya.

Ia seperti melayang di udara. Menapaki angin. Pemandangan begitu indah dan suasana begitu tenang. Membuatnya betah dan ingin tinggal lebih lama.

"Jangan, Mbak. Ini bukan tempat Mbak," tiba-tiba Danang berseloroh, seperti tau apa yang sedang Aku pikirkan saat ini.

"Kapan kita sampai, Nang?" tanyaku.

"Sepanjang jalan hanya ada ilalang. Sepertinya kita hanya berputar-putar," imbuhku.

"Sebentar lagi, Mbak. Kita hampir sampai," jawabnya dengan lembut.

Aku mengangguk dan berusaha sabar. Menikmati suasana yang begitu menyenangkan. Hingga...

Danang menarik tanganku dan tiba-tiba brhenti melangkah. Mataku seketika melesat ke arahnya.

"Nang?"

"Kita sampai, Mbak?" tunjuknya ke arah depan.

Dendam Arwah BapakWhere stories live. Discover now