MD & L (16).

703 40 13
                                    

🌿

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

...🌿...

Evan menendang batu-batu kecil di jalanan. Mulutnya tak berhenti mengoceh tak jelas tentang kejadian di balkon.

Baju kemeja coklat, celana hitam panjang serta perpaduan balutan blazer hitam menutupi tubuh Evan.
"Zea!" panggil Evan melihat gadis polos itu ingin memasuki area pekarangan rumah Key. Batin Evan bertanya-tanya gadis itu darimana.

Sedangkan Evan baru saja makanan di warung makan pinggir jalan. Ia berjalan kaki ke sana seraya berolahraga kecil. Evan selalu menjaga bentuk tubuhnya. Pria itu takut jika perut kotak delapan tingkat meleleh seperti mentega.

"Evan?"

Pemuda itu berlari kecil menghampiri Zea. "Dari mana, Ze?" tanya Evan akrab.

"Kenapa?" acuh Zea. Tak suka dengan kedatangan Evan.

"Apa salahnya nanya doang, Ze."

"Nih." Zea menunjukkan kantong plastik transparan berisi jeruk Mandarin. "Beli jeruk," sambung Zea melanjutkan langkahnya.

"Yaelah, judes amat neng," canda Evan.

"Sini, mas bantuin."

Zea melongo mendengar kata 'mas' dari mulut Evan. Seketika Zea ingin muntah. Evan mengambil paksa kantong plastik Zea walaupun sudah ditolak beberapa kali. Pria itu tetap memaksa untuk membantu membawa sekantong jeruk.

"Balikin!"

Jujur saja Evan itu ganteng brutal tak kalah dengan pamannya. Kulit putih, bola mata hitam pekat. Memiliki senyuman yang dapat memikat wanita. Lesung pipi tipis selalu terlihat. Dan warna rambutnya biru tua. Terlihat aneh bagi orang yang baru melihatnya tapi begitu cocok, kontras dengan kulitnya yang sehat.

"Karena aku lima tahun lebih tua darimu. Mulai dari sekarang panggil aku, mas Evan, oke?"

Zea menggeleng cepat. "Gak!"
Gadis itu menatap Evan sinis. "Cepat coba, Ze." Paksa menarik tangan Zea.

"Maaf Tuan, atas dasar apa saya memanggilmu seperti itu," ejek Zea berjalan beberapa langkah namun Evan menarik tangannya.

"Kau tidak ingin mencobanya?" Zea mengangguk dengan tatapan menantang. Evan mendekatkan wajahnya tepat di depan Zea membuat Zea mundur. "Saat kejadian di dapur kemaren. Aku merekam aktivitasmu bersama pamanku. Jika kau tidak menggunakan ucapan ku tadi. Akan aku sebarkan video itu," bisik Evan mengancam.

Sekuat tenaga Zea mendorong dada Evan agar menjauh. Tamparan hampir saja mendarat di pipi Evan dengan cepat pria itu menahan tangan Zea dan senyum miring. "Bagaimana?"

"Evan!" bentak Zea. Kedua mata Zea berair menahan kesal. Suaranya tertahan ingin berkata kasar. Tatapan tajam Zea tak membuat Evan takut malahan pria itu tertawa kecil.

"Mas Evan, dek," goda Evan tersenyum tipis.

Menarik kasar tangannya dari genggaman Evan. "Kau!" Jari telunjuk Zea tepat di depan wajah Evan berubah menjadi pukulan.

My Daddy & LoveWhere stories live. Discover now