Part 02

50 2 0
                                    

⋅•⋅⊰∙∘☽༓☾∘∙⊱⋅•⋅

Di rumah, Farenza tampak duduk di sofa sambil menyantap hidangan makan siang yang dipesannya. Ia menatap ke layar TV.

Ada berita terbaru yang muncul. "Pagi ini di pusat kota telah terjadi teror penembakan yang menewaskan dua warga sipil. Dua pelaku tewas di tempat. Diduga ini semua adalah ulah teroris. Kemungkinan ada pelaku lain yang masih hidup dan berkeliaran di kota setelah membunuh salah satu rekannya sendiri dan meledakkan toilet umum untuk mengalihkan perhatian. Waspadalah, saat ini polisi sedang melakukan pencarian."

Farenza tetap terlihat tenang. Ia meminum jusnya.

Jam menunjukkan pukul 3 sore. Neissya pulang ke rumah. Ia memarkirkan mobilnya di garasi.

Sambil bersenandung kecil, Neissya keluar dari dalam mobil. Ia melihat ada galon di depan rumah. Neissya menyeretnya ke dalam.

Untuk sesaat, ia berhenti di depan rak mantel. Neissya melepaskan jasnya lalu menggantungkannya di rak mantel. Ia mengernyit sambil menyingkap beberapa jaket di rak mantel.

"Ke mana jaket favoritku?" gumam Neissya.

Tidak ingin ambil pusing, Neissya kembali menyeret galon. Dengan penuh perjuangan dan kesulitan, Neissya memasang galon tersebut ke dispenser.

Sebuah tangan kekar terulur dan membantunya. Neissya menoleh, ternyata Farenza.

"Aku tidak tahu galonnya sudah datang. Jadi, aku tidak memasangnya," kata Farenza.

"Tidak apa-apa, aku juga bisa angkat galon sendiri." Neissya mengusap punggung suaminya kemudian berlalu.

"Oh, begitukah?" Farenza mengangguk-anggukkan kepalanya menyusul istrinya.

Neissya menaiki tangga menuju ke kamarnya di lantai dua. "Jaketmu di mana? Kemarin masih ada di rak mantel."

Farenza tidak segera menjawab. Ia meninggalkan jaketnya di wadah sampah tadi sewaktu ada pembunuh bayaran yang menargetnya. Farenza membuangnya karena ada bercak darah si pedagang asongan yang terciprat ke jaket tersebut.

Neissya menghentikan langkahnya lalu menatap suaminya dengan tatapan curiga. "Kau tidak menghilangkannya, kan? Itu jaket favoritku."

Farenza tersenyum kaku. "Aku tidak membuangnya. Tapi mungkin ketinggalan di suatu tempat. Aku akan mencarinya nanti."

Neissya membuang napas berat. "Bagaimana bisa kau meninggalkannya di suatu tempat? Kau tidak mungkin melepaskannya, kan?"

"Aku bisa membeli yang baru yang persis sama dengan jaket favoritmu itu," sahut Farenza.

"Kau terlihat sangat tampan dan seksi saat memakai jaket itu. Oleh karena itu, aku menyukai jaket tersebut." Neissya cemberut.

"Iya, aku tahu aku tampan dan selalu tampan di mata cantikmu. Tapi, bukankah kau lebih suka saat aku telanjang? Jadi, apa pun yang aku pakai tidak akan ada gunanya," celetuk Farenza.

Neissya mendelik suaminya dengan ekspresi kesal. "Yang benar saja, kenapa kau bicara vulgar seperti itu kepadaku?"

Farenza tersenyum nakal sembari mendekati istrinya. "Sayang, kau mengerti maksudku, kan?"

Wajah Neissya sudah memerah seperti tomat. Ia pun memilih untuk tidak merespon perkataan mesum suaminya dan segera masuk ke kamar mandi yang merangkap dengan kamar mereka.

Farenza hanya terkekeh melihat Neissya yang malu dengan ucapannya. Ia pun duduk di tepi ranjang dan mengotak-atik laptopnya yang sempat ditinggalkan saat mendengar suara Neissya yang pulang dan menyeret galon tadi.

AMOREVOLOUSWhere stories live. Discover now