Part 10 : Kedatangan

82 4 0
                                    

- • Happy Reading • -

Beberapa kali Aesa meringis sakit saat tangan lihat Mbah Dah memijat pundak dan punggungnya.

"Nduk Es ini orang mana?" tanya Mbah Dah, wanita tua dengan rambut yang sudah memutih rata itu memejamkan mata seolah menerawang.

"Dari-aduh! Jakarta, Mbah" jawab Aesa sambil memekik kesakitan, "Tapi Bunda orang sini".

Mbah Dah menganggukkan kepalanya sambil membuka mata, "Kangen ya sama Bundanya?".

Karena malu mengakuinya, Aesa hanya menganggukkan kepala.

"Duduk, Nduk" titah Mbah Dah.

Aesa dibantu untuk duduk bersandar pada dinding, ia atur bantal agar dinding dingin tidak langsung menyentuh pundaknya terbuka karena hanya memakai tank top.

Mbah Dah memijat lengan Aesa, mulutnya bergumam lalu meniup pelan ke arah lengan gadis itu seiringan dengan gerakan tangan yang berangsur turun kemudian dihempaskan ke udara.

Gerakan itu berulang tiga kali sampai Mbah Dah kembali memijat lengan Aesa seperti biasa, "Lengannya pernah sakit?".

Dengan ragu Aesa mengangguk, Mbah Dah beralih posisi untuk memijat lengan yang satunya.

"Nduk Es ini sering kaget ya? Takut, banyak pikiran, iya?" ucapan Mbah Dah bukan terdengar seperti pertanyaan melainkan sebuah tebakan.

"Mbah tau, cuma Mbah pengen denger dari awak mu dewe" Mbah Dah meyakinkan Aesa yang terlihat ragu untuk berbicara.

"Sejak dateng ke sini, Es memang sering kaget, Mbah" ucap Aesa membenarkan, "Banyak pikiran juga, ada sedikit masalah soalnya".

"Ada energi kuat yang sering sesambungan sama kamu juga" tambah Mbah Dah, "Dia tau kalau awak mu ini lagi akeh pikiran, makanya dikancani".

Alis Aesa menukik, apakah yang dimaksud Mbah Dah adalah Chandra?.

"Tapi, gak apa-apa kan, Mbah?" tanya Aesa.

Jujur sejak ada Chandra ia tidak lagi merasa sendiri saat di rumah, dan berpikir bahwa ada seseorang yang menunggunya pulang ke rumah.

Meski kadang Aesa masih sedikit takut saat bertemu dengan Chandra yang tiba-tiba muncul begitu saja, tapi sosok itu cukup menghiburnya di tengah masalah yang dihadapinya.

"Dia baik, tidak mengganggu" jawab Mbah Dah, "Cuma hati-hati aja, bagaimana pun juga dia bukan sesuatu yang nyata".

"Dan mungkin dia punya maksud lain selain main-main sama kamu".

Mbah Dah bangkit membawa serta piring kecil tempat minyak pijat ke luar dari kamar.

Asih yang sedari tadi menunggu di ambang pintu pun masuk ke dalam kamar setelah bicara singkat dengan Mbah Dah yang hendak ke dapur.

"Gimana?" Asih duduk di tepi ranjang mengusap pundak Aesa sampai ke lengan.

"Udah agak baikan kok, Budhe" balas Aesa.

Mbah Dah kembali lantas membuat Asih bangkit membiarkan Mbah Dah duduk di tempatnya.

Tangan keriput itu kembali memijat kepala Aesa membuat si gadis memejamkan mata.

"Katanya ada sedikit masalah, tapi banyak pikiran" ucap Mbah Dah pada Asih.

"Nduk Es ini pinter menahan emosi, tapi semakin ditahan semakin gawe lara atine dewe" lanjut Mbah Dah, "Jarang nangis anaknya".

My Lovely Ghost | SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang