Part 15 : Cerita danau

69 4 0
                                    

- • Happy Reading • -

Segelas kopi panas di dalam cangkir dengan piring kecil di bawahnya ia berikan pada sang suami, pria yang duduk santai di kursi teras itu tersenyum melihatnya lalu meminta sang istri untuk duduk menemaninya.

"Sudah selesai, Mas?" tanya Elisa.

Satrio mengangguk, "Ya walaupun terpaksa harus memecat beberapa orang dapur dan pelayan" jawabnya.

"Tapi Mas janji sama mereka, kalau nama resto sudah bersih maka mereka akan Mas terima kerja kembali" lanjut Satrio, "Mereka orang-orang baik".

Elisa tersenyum mendengarnya. Tidak mudah memang membersihkan nama yang sedang dicemari, sebelum semakin parah maka sudah seharusnya Satrio sebagai pemilik yang bertindak.

"Mas" panggil Elisa, wanita itu sedikit ragu untuk berbicara.

"Iya" Satrio meletakkan kembali cangkir setelah menyeruput kopi buatan istrinya, "Gimana kalau kita jalan-jalan? Mengenang kembali masa muda kita".

"Nanti aja jalan-jalannya" Elisa menolak halus, "Ikan udah di kasih makan belum? Biar aku goreng aja kalau belum di kasih makan".

"Ikan mulu dipikirin, suaminya juga dong" sahut Satrio.

"Suaminya ikan?".

"Suami kamu, sayang" gemas Satrio kemudian mengecup dahi Elisa beberapa kali.

Elisa tertawa kecil kemudian perlahan terdiam, "Sudah seminggu lebih Aesa di rumah Ibu, dia-".

"Biar dia di sana" potong Satrio, "Biar jera, biar dia merenungi kesalahannya".

***

"INDAH!!" jerit Aesa saat sepeda Indah melaju kencang dan ugal-ugalan.

"Pelan-pelan, Ndah!" marah Aesa sedikit mencubit pinggang Indah, "Jalannya gak rata, kalau jatuh gimana?!".

Si empu hanya tertawa, dia menarik rem perlahan kemudian kembali mengayuh sepeda dengan santai.

"Gak usah ketawa! Aku masih marah ya sama kamu" ujar Aesa.

"Kamu sendiri kan yang hilang, kok marahnya sama aku" balas Indah.

Aesa masih menggerutu, "Tadi ketemu sama Bagas, mungkin kalau gak ada dia gak bisa aku keluar dari pasar".

"Oh, Ibunya Bagas emang jualan di pasar" sahut Indah, "Biasanya dia ikut bantu, kalau gak ya keluyuran keliling pasar gitu".

Mereka masuk ke dalam desa setelah melewati gapura dan di sapa oleh Joko yang tengah berjemur dengan putri kecilnya.

Sepeda Indah berhenti di depan rumah, Aesa sedikit kesusahan saat turun dari boncengan karena membawa cukup banyak belanjaan.

"Lumayan buat stok kulkas" ucap Aesa, "Makasih ya, Ndah".

Indah mengangguk, Aesa melambai sambil berjalan menjauh menuju ke rumahnya.

Pintu coklat tua itu terbuka, dengan sisa tenaganya Aesa bawa belanjaan sampai ke dapur.

Helaan nafas terdengar, ikat rambut yang tadi berada di pergelangan tangannya Aesa gunakan untuk mencepol asal surainya yang tadi tergerai.

"Chandra!" panggil Aesa.

Angin sepoi tiba-tiba hadir menerpa dirinya padahal pintu dan jendela dapur masih tertutup, Aesa berbalik mengikuti arah angin itu pergi.

Bayangan hitam muncul di dekat pintu dapur kemudian perlahan berubah menjadi sosok laki-laki.

My Lovely Ghost | SELESAIWhere stories live. Discover now