21| NYAMAN TAK CUKUP

79 13 0
                                    

Hallo, i'm back 🤟

Satu vote + komen kalian, semangatku!!!

🔥🔥🔥🔥

Satu minggu setelah Afghan dan teman-temannya belajar di rumah Ariel. Hari ini adalah hari pertama ujian akhir semester genap dilaksanakan. Afghan menganga melihat Excel sudah mengumpulkan kertas ujiannya, padahal waktu masih tersisa lumayan lama. Menatap kertas ujiannya nanar karena satu soal belum ada yang dia jawab, Afghan lalu mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kelas---menatap teman sekelasnya.

"Woeee nyontek dong," cicit Afghan yang mulai sibuk mencari contekan.

Hening, semua sibuk dengan kertas ujian masing-masing, tidak ada yang menghiraukan ocehan Afghan. Bahkan, Atlas juga tidak menghiraukan panggilan Afghan. Ariel? Cowok itu sudah keluar, bersamaan dengan Excel barusan.

"Satu soal dua ribu. Lima puluh soal jadi seratus ribu, buruan---"

"Afghan kamu dari tadi ngomong terus, kerjain sendiri!" seru ibu guru pengawas. Ibu guru itu menatap Afghan yang duduk di bangku tengah nomor dua dari depan.

Afghan mendesah. "Saya mana bisa, Bu."

"Mau ujian itu belajar, bukan malah pacaran terus," jawab ibu guru pengawas.

"Kasihan otak saya, Bu. Masih muda nggak baik diajak mikir keras." Afghan masih terus mengeyel.

Atlas yang duduk terpaut dua meja dengan Afghan sudah berdiri, menyerahkan kertas ujiannya pada ibu guru pengawas. Afghan semakin dibuat resah, masa iya lima puluh soal dia harus ngitung kancing. Melirik adik kelas yang duduk di sampingnya, yang sibuk mengisi soal ujiannya. SMA Pelita Bangsa memang menerapkan aturan seperti ini, setiap ujian tempat duduk mereka akan diacak dengan angkatan berbeda. Seperti sekarang, Afghan duduk dengan adik kelas perempuan.

Afghan mencoba merayu adik kelas perempuan itu supaya mau mengerjakan soal ujian miliknya.

"Cantik, lima ratus ribu." Afghan mengedipkan sebelah matanya genit, ketika adik kelas perempuan itu menatapnya.

"Gue bukan pelacur," balas adik kelas perempuan dengan muka songong.

Afghan terbelalak. "Busettt bisa gitu juga, ya, lo?"

"Gue bilangin Kak Mikha kalau berani godain gue," ancam adik kelas perempuan itu. Dia lalu kembali fokus dengan soal ujiannya.

"Gue cuma joki lo, buat ngerjain ujian gue," elak Afghan, tapi sayang tidak dihiraukan sama sekali oleh adik kelas perempuan itu.

"WAKTU UJIAN TINGGAL SEPULUH MENIT LAGI!" teriak Ibu guru pengawas lantang.

Lagi-lagi Afghan terlonjak kaget, biasanya dia tidak peduli. Tapi, melihat Excel yang ambisius dengan ujian kali ini dia tidak mau kalah. Bedanya Excel belajar dengan keras, sedangkan dirinya mencari contekan dengan keras, namun hasilnya nihil.

"Emang paling bener gue disuruh ngitung kancing," ujar Afghan lalu mengambil pensil yang tergeletak di atas meja.

Cowok itu mulai menghitung kancing seragamnya, dalam waktu dua menit sudah sepuluh soal yang dia isi.

Afghan menatap bangga kertas ujiannya. "Pinter banget dah gue," ucap Afghan lalu melanjutkan menghitung kancing kemeja seragam sekolahnya.

🔥🔥🔥

"Afghan nggak marah lo ikut kita jalan, Mikh?"

Mikha hanya mengangkat bahu acuh, berteman dengan Starla dan Excel membuat dirinya sedikit bringas. Tidak apalah sekali-kali tidak sama Afghan, toh dirinya dan Afghan tidak ada hubungan spesial. Soal Elio, Mikha mulai sadar diri, dia sudah tahu batasan sekarang. Pun dengan Elio yang kembali menjadi cowok cuek yang ke mana-mana bawa komik atau novel.

HELLO, AFGHAN! | ON GOINGWhere stories live. Discover now