7

10.4K 1.4K 38
                                    

Song of the day: Aryati by Hendri Rotinsulu

Raden Ajeng mempermak Jenaka. Memaksa gadis itu untuk melepaskan pakaiannya yang aneh juga tas yang tak pernah lepas dari punggungnya. Jenaka benar-benar terpaksa ketika Raden Ajeng merampas tasnya. Ia tidak ingin berpisah karena ia khawatir jika suatu saat tiba-tiba ia kembali lagi ke masanya. Ada banyak tugas yang sudah ia kerjakan. Jika ketinggalan maka Jenaka harus menulis ulang makalah yang sudah ia kerjakan semalam penuh. Jenaka tidak punya banyak waktu untuk mengulanginya lagi jika ia kembali tanpa membawa pulang tasnya.

Raden Ajeng meminjamkan pakaiannya yang sangat pas dikenakan Jenaka. Tas juga pakaiannya disembunyikan ke bawah ranjang agar tidak ada yang menemukannya. Setelah Jenaka mengenakan pakaian milik Raden Ajeng, Raden Ajeng memperhatikan gadis itu sejenak.

Ia meraih Jenaka agar mereka berdua berdiri bersisian di depan cermin. "Jika seperti ini, kita sangat mirip? Aneh sekali. Apa mungkin kamu ketuunan saya di masa depan?" tanya Raden Ajeng membuat Jenaka terbatuk akibat kaget.

"Itu tidak mungkin! Ini hanya kebetulan biasa," ujar Jenaka menyembunyikan fakta bahwa dirinya adalah cicit dari Raden Ajeng. Dengan ia menutupi fakta tersebut, Raden Ajeng tak perlu mengkhawatirkan masa depan. Jenaka juga tidak ingin masa depan berubah gara-gara sikap teledornya.

Raden Ajeng hanya mengangguk kemudian keluar terlebih dahulu untuk memeriksa semua bagian rumah.

Ketika merasa aman dan ayahnya tidak sedang duduk di ruang tamu, ia memanggil Jenaka untuk keluar dari kamar dan kabur meninggalkan rumah. Jenaka juga dipinjamkan sebuah sepatu yang sangat kaku. Kata Raden Ajeng itu adalah sepatu mahal yang terbuat dari kulit rusa jadi Jenaka harus menjaganya dengan hati-hati.

Keduanya meninggalkan halaman rumah dengan mudah dan menapaki jalanan tanah yang cukup sepi. Rumah milik Wedana berada di tempat yang cukup sepi dengan dikelilingi oleh banyak sawah miliknya. Jenaka mengenakan topi agar tidak ada yang melihatnya.

Pertama-tama, Raden Ajeng mengajak Jenaka untuk mampir di sebuah kedai makanan yang dikelola oleh seorang wanita pribumi. Mereka duduk bersama membeli sepiring kudapan berisikan empat jenis cookies yang berbeda rasa. Baik Jenaka dan Raden Ajeng sama sekali tidak masalah membagi makanan mereka menjadi dua agar masing-masing bisa mencicipi rasa cookies tersebut. Mereka makan sambil memperhatikan bunga mawar yang sedang mekar dengan sangat indah.

Jenaka memperhatikan sekelilingnya. Beberapa orang berlalu lalang. Sibuk dengan urusan mereka masing-masing tapi beberapa wanita juga terlihat berjalan santai dengan pembantu wanita mereka yang memanggil payung di belakang.

Raden Ajeng melihat seseorang kemudian mengajak Jenaka untuk kembali berkeliling.

"Kita akan ke pasar. Saya harus mengambil dua gaun yang sudah dipesan dari beberapa bulan lalu. Pakaian itu akan saya gunakan untuk datang ke pesta Raden Panji."

Suasana hati Jenaka yang sudah lebih baik seketika kembali menjadi pahit. Raden Ajeng tertawa karena wajah Jenaka sungguh seperti sebuah tulisan di atas kertas putih yang mudah dibaca. Gadis itu sama sekali tidak malu menunjukkan ekspresi ketidaksukaannya dan Raden Ajeng mengagumi Jenaka akan hal itu.

Jenaka dan Raden Ajeng kemudian berjalan ke tempat yang lebih ramai. Banyak yang mengenal Raden Ajeng. Mereka bertanya siapakah gadis yang berada di samping Raden Ajeng? Beberapa pemuda yang menyapa mencoba mengintip dari balik top lebar milik Jenaka.

Jenaka tidak suka dengan pria. Di usianya yang akan menginjak kepala dua, dirinya sama sekali tidak tertarik untuk memulai berpacaran. Dia sudah mendapatkan banyak pengakuan dari beberapa teman cowok dari sejak sekolah hingga kampusnya tetapi ia menolak mereka dengan tegas.

Surat Untuk Jenaka (Complete)Where stories live. Discover now