39

6.4K 1K 54
                                    

Raden Ajeng tengah duduk di kursi seorang diri. Melamun memperhatikan halaman belakang rumahnya. Telinganya yang telah terluka telah mendapatkan penangan yang lebih baik. Ia merindukan Jenaka. Anak itu telah melakukan banyak hal. Inspektur Kepolisian tadi mengatakan bahwa dirinya bisa beristirahat di rumah seperti ini merupakan buah dari usaha Jenaka juga yang sangat aktif dalam penyelidikan.

Sejak ayahnya masuk untuk ikut menangani kasus persidangannya, Raden Ajeng jadi kesulitan untuk bertemu dengan Jenaka. Ia hanya bisa mendapatkan kabar melalui Pram atau Inspektur kepolisian saja.

"Hah..." Helaan napas panjang terdengar.

"Kamu kenapa bernapas berat? Ada sesuatu yang mengganggumu?"

Raden Ajeng menoleh dan mendapati Jenaka yang tengah bersembunyi di balik semak-semak halaman belakangnya. Raden Ajeng bergegas bangun untuk membuka jendelanya lebih lebar lagi. Ia melihat ke kanan kiri untuk memastikan tidak ada yang melihat gadis itu.

"Jenaka? Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Raden Ajeng panik takut jika Jenaka ketahuan pengawal yang mengawasi rumahnya.

Raden Ajeng saat ini telah menjadi tahanan rumah hingga persidangan selanjutnya. Sampai apa yang dibuktikan oleh saksi benar adanya, putusan hakim untuk Raden Ajeng ditahan sementara. Namun mengingat pengaruh Wedana. Pihak Raden Ajeng bisa meyakinkan hakim untuk mengizinkan Raden Ajeng menjadi tahanan rumah.

Jenaka melompat masuk melalui jendela, tersenyum lebar ke arah Raden Ajeng.

"Hai, bagaimana kabarmu?"

"Jenaka? Kamu kenapa disini? Kamu bisa kirim saya surat saja..."

Jenaka menutup jendela milik Raden Ajeng agar tidak ada yang mengintip ke dalam kamar melalui jendela kemudian memastikan bahwa pintu kamar juga telah dikunci rapat.

"Cantika! Saya ke sini untuk meminta uang," ujar gadis itu tanpa berbasa-basi.

"Hah? Uang?" Raden Ajeng masih belum mengerti apa yang dimaksud dengan Jenaka dengan uang.

"Jadi begini ... saya berniat meminjam sejumlah uang untuk digunakan ke suatu tempat. Saya tidak ada niatan untuk menyusahkanmu. Tapi saya tidak mengenal orang-orang di sini jadi kamu satu-satunya tempat yang bisa saya andalkan."

"Akan kamu gunakan untuk apa uang itu?"

"Saya ingin ke Batavia."

"Jenaka? Apa yang akan kamu lakukan di sana?"

Jenaka pun menjelaskan rencana untuk ke Batavia sendiri. Ia hanya butuh modal uang untuk membeli tiket kereta api dan penginapan selama beberapa hari. Apa yang akan Jenaka lakukan di sana? Jenaka sudah tahu apa yang akan ia lakukan. Ia akan mencari Iskandar setelah ini meminta beberapa informasi terkait Raden Jaya.

Ia masih ada waktu sampai besok siang karena Jenaka mendengar rencana Pram juga Jati yang akan berangkat ke Batavia di pagi hari. Jenaka bisa menyusul menggunakan kereta siang. Sehingga mereka tak perlu berpapasan.

Raden Ajeng menggeleng. Ia tidak menyetujui rencana Jenaka. Ia tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada gadis itu.

"Jenaka ... kamu buat saya sangat khawatir."

Jenaka memegang tangan Raden Ajeng. "Cantika, saya ingin melakukan sesuatu. Jika saya hanya duduk berdiam diri ketika kamu seperti ini justru membuat saya sakit. Saya ingin bergerak."

Raden Ajeng masih belum bisa memberikan izin. Perempuan itu menggeleng menolak pernyataan Jenaka. Ia tidak bisa memberikan izin. Jenaka masih lah anak-anak. Meskipun mereka seusia tapi Jenaka tidak mengerti apa-apa tentang tempat ini.

Surat Untuk Jenaka (Complete)Where stories live. Discover now