11

8.4K 1.2K 30
                                    

Jenaka diperkenalkan dengan wanita itu yang merupakan mantan istri dari Raden Panji. Wanita itu adalah wanita dewasa yang begitu anggun. Entah kenapa Jenaka menyimpan kekaguman melihat bagaimana wajah tegas itu tak gentar oleh seluruh tatapan orang-orang di sekitarnya.

Mantan Nyonya Aryadiningrat ... telah muncul dari persembunyiannya. Sial. Kenapa harus di malam dirinya berpura-pura menjadi Raden Ajeng?

Raden Panji memperkenalkan dirinya. Jenaka mengambil satu langkah ke samping untuk menjauhkan dirinya dari tubuh Raden Panji yang terus mendekat. Ia melirik ke samping tempat di mana Jati ... anak angkat dari Raden Panji tengah menatapnya juga.

"Cantika, saya akan berbicara beberapa hal yang penting di bijgebouw (gazebo/bangunan tambahan). dan mungkin ini butuh waktu lebih lama. Kamu bisa menikmati pesta dan bergabung dengan para meneer di sini untuk berbincang atau jika sudah tidak kuat lagi, kamu bisa pulang."

Jenaka mengumpat di dalam hatinya. Memangnya siapa dirinya pria tua bangka itu pikir? dirinya berbicara dengan para meneer? Jenaka hampir menertawakan pria itu. Namun lagi-lagi perhatian Jenaka harus teralihkan pada Jati yang pergi meninggalkan ruang tamu milik Raden Panji dan menunggu di luar pintu.

Jenaka mengangguk meminta izin untuk meninggalkan ruangan. Ia mengeluarkan sebuah sapu tangan putih milik Raden Ajeng. Ketika pintu dibuka dan menampakkan Jati, Jenaka berpura-pura batuk dan meletakkan sapu tangannya ke dalam tas kecil. Namun Jenaka dengan sengaja menjatuhkan sapu tangan di samping Jati agar pemuda itu menyusulnya dengan alasan mengembalikan sapu tangannya yang tertinggal.

Jenaka harus berbicara dengan Jati Aryadiningrat!

Jenaka menunggu di dekat taman kediaman Aryadiningrat. Di depan ada pendopo dimana Merdanga dipukul dengan begitu semangat oleh penabuhnya. Suaranya amat nyaring tapi Jenaka sedang tidak ingin menikmati alunan musik melainkan memikirkan cara bagaimana memisahkan Raden Ajeng dan Raden Panji karena dirinya sangat yakin bahwa Jati lah adalah kakek buyutnya!

Tapi semakin jauh Jenaka berpikir, semakin ia ragu karena ia teringat sebuah potret Raden Ajeng juga Raden Panji yang terpampang di dinding ruangan rahasia Ayutnya.

Baiklah, Jenaka harus menggoda Jati. Jenaka menyentuh kedua pelipis menggunakan telunjuknya untuk mengingat bagaimana cara menggoda pria dengan cara yang elegan. Jenaka mencoba mengingat salah satu cara menggoda pria yang pernah ia tonton di sinetron. Jenaka lebih suka nonton acara kriminal di televisi tapi beberapa seringkali neneknya merebut remot dan mengganti ke saluran lokal yang menunjukkan berbagai jenis sinetron.

Ugh, kenapa di saat seperti ini Jenaka tidak bisa mengingat satu pun tentang hal membuat pria tertarik dengannya.

"Ehem."

Terdengar seseorang berdeham. Jenaka segera merapikan pakaiannya dan berbalik.

Senyum lebar Jenaka tiba-tiba runtuh digantikan ekspresi masam.

"Pram."

"Selamat malam, Tuan Putri. Tadi saya melihat Anda tak sengaja menjatuhkan sapu tangan. Saya ingin mengembalikannya."

Mata kanan Jenaka berkedut melihat sapu tangan milik Raden Ajeng yang berada di tangan pria itu. Kenapa harus pria itu? Kemana perginya Jati? Seharusnya Jati yang mengembalikan sapu tangannya!

Astaga, pemuda itu! Jenaka harus benar-benar memastikan bahwa Jati juga terpikat dengan Raden Ajeng! Dengan begitu Jati akan memiliki keberanian untuk menghentikan perjodohan aneh ini.

"Terima kasih," jawab Jenaka singkat kemudian merebut kembali sapu tangnnya.

Jenaka langsung berbalik sebelum pria itu membuka mulutnya untuk berbicara dengannya. Ia tidak ada waktu meladeni pria itu. Kemana perginya wanita eropa tadi? Kenapa wanita itu melepaskan anjing gila ini sendirian? Padahal bukannya mereka berdua tadi terlihat sangat menikmati perbincangan? Kenapa harus mengikutinya, sih?

Surat Untuk Jenaka (Complete)Where stories live. Discover now