10

9.3K 1.3K 24
                                    

Song of the day: Angin Malam by Broery Marantika (My favorite singer hehe)

Sampai di kamar, Jenaka langsung mencari keberadaan Raden Ajeng. Ia bingung karena tidak melihat sosok perempuan itu di atas ranjang. Ia berkeliling sejenak di rumah dan tak menemukan siapa-siapa selain seorang pelayan yang kembali untuk menyediakan keperluan di malam hari.

Jenaka kembali ke dalam ruangan.

"Kemana dia pergi? Dia masih sakit," gumam Jenaka yang khawatir.

Uhuk!

Jenaka menutup pintu dan mengintip ke bawah ranjang. Raden Ajeng tengah tertidur sambil memeluk tas juga pakaian milik Jenaka.

"Raden Ajeng?" panggil Jenaka sedikit berbisik.

Perempuan itu mendongak. wajahnya sangat merah dengan napas terengah-engah.

"Oh, Jenaka? Uhuk, kamu sudah pulang? Ah... syukurlah."

Jenaka mengulurkan tangannya untuk membantu Raden Ajeng keluar dari kolong kasur.

"Apa yang kamu lakukan di bawah sana? Itu adalah tempat yang dingin. Sakitmu bisa semakin parah."

"Tadi...uhuk, tadi ada orang yang mencariku. Saya bersembunyi tanpa suara karena tahu kamu pasti terlihat meninggalkan rumah tadi."

Jenaka menunggu sampai Raden Ajeng kembali berbaring di atas ranjang. Suhu tubuh perempuan tidak kunjung turun. Jenaka sudah mencoba mengompresnya setiap malam tapi sudah tiga hari panas tubuh Raden Ajeng tak kunjung menurun.

"Lusa adalah hari pesta milik Raden Panji bukan?" tanya Jenaka sambil kembali menempelkan kompres di kening Raden Ajeng.

Jenaka sangat suka menyuruh Raden Ajeng untuk meminta ayahnya memanggil dokter tapi perempuan itu menolak dengan sangat keras. Jenaka kalah. Bagi seseorang yang memiliki cita-cita sebagai pengacara, Jenaka sungguh tidak memiliki kekuatan untuk meyakinkan Raden Ajeng untuk menemui dokter.

Jenaka yang mengalah, hanya membelikan sebuah obat dari apotek di pasar. Ketika bidan bertanya siapa yang sakit, Jenaka yang tengah menyamar menjadi Raden Ajeng mengatakan bahwa dirinya sedang sedikit tidak enak badan.

Bidan itu menanyakan beberapa pertanyaan yang agak sulit untuk Jenaka jawab seperti mengapa tidak memanggil dokter seperti biasa dan lain-lain. Sungguh, berpura-pura menjadi Raden Ajeng adalah hal tersulit yang pernah Jenaka lakukan karena Raden Ajeng adalah sosok yang terkenal di daerah tersebut.

Sedangkan Jenaka yang tidak terbiasa dengan perhatian banyak orang merasa sangat risih. Ia yang biasanya jarang tersenyum kini mau tak mau harus belajar menyapa orang sambil tersenyum karena tidak ingin Raden Ajeng yang terkenal ramah tiba-tiba berubah menjadi ketus.

"Kamu benar. Lusa adalah pesta di kediaman Raden Panji."

"Kalau begitu cepatlah sembuh. Saya tidak bisa menggantikanmu untuk hal itu."

Raden Ajeng tersenyum mabil menggenggam tangan Jenaka untuk tidak khawtair.

"Saya sudah minum obat saat ini. Kamu tidak perlu khawatir."

Jenaka menghela napas panjang kemudian menemani Raden Ajeng yang tertidur sambil membaca buku yang Raden Ajeng pinjamkan dari rak buku milik Wedana.

Namun apa yang Raden Ajeng janjikan tak terjadi. Hari pesta milik Raden Panji pun tiba tapi perempuan itu masih demam.

"Apa kamu belum pernah sakit sebelumnya?" taya Jenaka yang kesal karena mau tak mau ia harus menggantikan Raden Ajeng lagi untuk mengunjungi pesta milik Raden panjai.

Raden Ajeng terbatuk di tempatnya kemudian menggeleng.

"Saya pernah sakit waktu saya kecil. Saya memang jarang sakit tapi sekalinya sakit ya seperti ini..."

Surat Untuk Jenaka (Complete)Where stories live. Discover now