29

7K 1.1K 92
                                    

Jenaka tidak mengerti apa-apa. Apa maksud Pram dengan mengatakan bahwa adiknya juga korban? Gadis itu menatap Raden Ajeng juga Pram secara bergantian penuh tanda tanya.

"Anda jangan risau. Tunggulah sebentar, saya akan memastikan bahwa Anda bukanlah pelakunya." ujar Pram menenangkan Raden Ajeng.

Jenaka tidak memiliki kata-kata untuk disampaikan kepada Raden Ajeng. Jenaka hanya bilang untuk Raden Ajeng jangan menangis lagi dan tetap tegar. Ia juga akan membantu Pram untuk menyelesaikan masalah Raden Ajeng.

Jenaka memberikan sebuah pelukan terakhir kepada Raden Ajeng sebelum perempuan itu kembali ke tempat tahanannya sementara. Pram akan mengusahakan agar Raden Ajeng bisa beristirahat di rumah selama proses yang akan dilaksanakan.

Setelah semua urusan di kantor kepolisian telah selesai, Pram untuk mengajak Jenaka untuk pulang. Jenaka tidak pernah melihat Pram yang sibuk. Tapi siang itu, setelah mereka sampai di rumah, Pram langsung masuk ke dalam ruangan kerjanya untuk melakukan sesuatu.

Jenaka yang ditinggal sendiri, duduk di ruang tamu sambil memikirkan apa yang harus ia lakukan untuk membantu. Selain itu entah kenapa tiba-tiba rasanya ada kecanggungan bagi Jenaka untuk berbicara dengan Pram.

Apa karena pernyataan Pram yang begitu tiba-tiba tentang adiknya? Bagi seseorang yang dekat dengan Raden Panji, cara Pram bicara tadi sangat menakutkan. Seperti orang yang telah menyimpan dendam sejak lama. Pram adalah orang yang selalu melarang Jenaka untuk memiliki pemikiran buruk akan Raden Panji namun apa yang Pram katakan tadi membuat Jenaka berpikir ulang.

"Pria brengsek itu memang layak mati penuh kesakitan. Dia telah melakukan hal yang sama kepada adik saya."

Jenaka berdiri kemudian menghangatkan teh buatan Pram tadi pagi untuk dibawanya ke dalam ruang kerja pria itu.

"Pram," panggil Jenaka di dekat pintu.

"Oh, Jenaka. Masuklah. Maaf ruangan ini semakin berantakan, saya butuh mencari sesuatu."

Jenaka sama sekali tidak mempermasalahkan hal itu. Ia melihat Pram yang memegangi keningnya terlihat pusing dengan semua berkas yang ada di depannya. Mengingatkan Jenaka akan Jetis juga yang sibuk akan pekerjaannya menjadi seorang pengacara.

Jenaka mendekat kemudian meletakkan nampan di atas meja kecil di dekat sofa. Ia menuangkan secangkir teh hangat untuk diberikannya kepada Pram.

Pram yang tengah sibuk mencari berkas lama tiba-tiba terdiam melihat Jenaka yang berdiri di sampingnya dengan secangkir teh.

"Minum ini dulu sebentar. Istirahat dulu lima menit baru mulai bekerja lagi."

Pram tersenyum menerima kebaikan Jenaka yang sangat jarang terjadi. Meski pun gadis itu memiliki ekspresi yang datar tapi rona wajahnya menunjukkan bahwa ia tengah menahan malu saat ini.

"Terima kasih, kamu benar. Aku butuh beristirahat sejenak."

Pram menarik kursi untuk duduk di belakang meja sambil mencicipi teh yang sudah disediakan oleh Jenaka. Jenaka masih berdiri di sana. Banyak hal yang ingin ia tanyakan tapi ia takut mendengar jawaban dari Pram.

"Kamu pasti penasaran dengan kata-kata yang saya ucapkan tadi ya?"

Jenaka mengangguk. Ia tidak ingin berbohong mengatakan bahwa dirinya tidak penasaran dengan maksud Pram. Gadis itu naik dan duduk di pinggir meja menunggu penjelasan Pram.

"Apa kamu tahu bahwa saya adalah salah satu orang di Tanah Hindia ini yang berada di pihak orang Eropa?"

"Cantika pernah menyebutkan bahwa kamu adalah jaksa pertama yang merupakan seorang pribumi."

Surat Untuk Jenaka (Complete)Where stories live. Discover now