31

6.6K 1.1K 57
                                    

Malam perjanjian pun tiba. Jenaka mengenakan sebuah gaun cantik berwarna hitam dengan bagian pundak yang sedikit terbuka. Awalnya ia menolak dan akan mengenakan pakaian yang biasa Raden Ajeng pakai tapi Pram memaksa. Pria itu memaksa Jenaka untuk membeli pakaian baru mengingat mereka akan bermain peran sebagai pasangan tunangan maka Pram ingin Jenaka terlihat mengenakan gaun eropa juga. Mereka telah mendapatkan ini berhari-hari dan kedamaian Jenaka terusik setiap kali Pram memaksa.

Pram akan bilang jika kemungkinan berita mereka bertunangan akan semakin luas. Pengrajin berlian itu adalah orang yang sering dikunjungi orang-orang eropa atau para bangsawan yang ingin membuat perhiasan. Dan mereka sering bertukar informasi tentang siapa yang datang dengan siapa.

Kemungkinan besar berita Pram yang telah bertunangan dengan seorang wanita juga akan menjadi perhatian baru.

Jenaka tidak mengerti mengapa mereka sampai harus melakukan sejauh ini. Padahal datang sebagai sepasang adik kakak juga akan baik-baik saja. Jenaka juga pernah berbelanja dengan Jetis, kakaknya, untuk membelikan perhiasan untuk ibunya yang berulang tahun.

Namun kegigihan Pram yang ingin menjadikan Jenaka tunangannya sangat kuat sehingga Jenaka tak bisa melakukan apa pun dan hanya bisa menerima apa yang pria itu berikan. Termasuk beberapa gaun yang seharusnya tak dibutuhkan.

Jenaka mengenakan topi lebarnya dan sedikit dimiringkan di bagian wajah agar tidak ada yang melihat wajahnya. Setelah merasa semuanya siap, Jenaka meninggalkan cermin untuk menyusul Pram di ruang tamu. masih ada waktu sampai waktu yang ditentukan untuk bertemu Iskandar.

Pram duduk di sofa sambil menunggu Jenaka bersiap-siap. Pria itu memainkan jarinya pada tumpukkan buku di sampingnya terlihat bosan. Dilihatnya langit sore melalui jendela rumahnya. Kakinya bergoyang-goyang karena rasanya aneh jika didiamkan saja.

"Pram," panggil Jenaka dari belakang.

Pram menoleh. "Sudah siap?" pria itu bangun dan terdiam melihat Jenaka yang berjalan pelan ke arahnya. Langkah Jenaka seperti sebuah gerak lambat. Setiap detik yang berlalu membuat jantung Pram berdetak lebih cepat. Jenaka mendongak dari topi hitam lebarnya menampakan wajahnya yang terlihat bingung. Pram tak bisa berkata-kata lagi. Pria itu terlalu terpana sampai-sampai mengeluarkan sebuah pujian pun otaknya tak mampu memproses.

"Ah! Pasti aneh! Saya akan berganti pakaian cepat kalau begitu!"

Pram segera menahan lengan Jenaka sebelum gadis itu berlari kembali ke kamar untuk berganti pakaian.

"Bagus! Maksud saya Nona sangat cantik."

Jenaka mengernyit. Ia memegangi jantungnya yang tiba-tiba berdetak cepat sekali. Pipinya kenapa tiba-tiba terasa panas? Jenaka yang belum pernah merasakan perasaan aneh itu merasa tidak nyaman dengan tubuhnya sendiri.

"Yakin? Saya rasa gaun ini aneh."

"Tidak! Sama sekali tidak aneh." Pram menghirup udara banyak-banyak untuk menenangkan dirinya. Raden Ajeng juga cantik tapi entah kenapa Pram rasa Raden Ajeng kurang cocok mengenakan pakaian eropa. Sedangkan Jenaka, yang memiliki wajah yang mirip dengan Raden terlihat sangat cantik dengan gaun yang Pram belikan untuknya.

Pram berdeham. Dia harus bersikap dewasa. Ini bukan pertama kalinya dirinya melihat wanita cantik. Bahkan berbagai jenis wanita sudah pernah menggandeng tangannya. Mulai dari seseorang yang polos hingga wanita terindah di jalanan Den Haag pernah menggandeng tangannya. Pram tak perlu gugup. Di depannya hanya seorang Jenaka. Seseorang ... Seseorang yang ... yang apa? Cantik? Pram rasa ada hal yang lebih dari hanya sekadar menggambarkan Jenaka cantik.

Pria itu memalingkan wajahnya untuk menyembunyikan wajahnya yang merona ketika Jenaka memeluk lengan kanannya. Pram berdeham dan mengajak Jenaka untuk meninggalkan rumah. Dirinya sudah sering berada dalam jarak yang dekat dengan wanita tapi ini terlalu menggugupkan. Pram menggigit bibirnya untuk menahan diri.

Surat Untuk Jenaka (Complete)Where stories live. Discover now