001. Meet

5.5K 287 1
                                    

Kejadian mengerikan sebulan lalu masih tertempel jelas di otak Kanaya, dimana dia hampir saja dilecehkan oleh beberapa preman yang sedang mabuk di sebuah gang buntu.

Namun kemunculan seorang lelaki yang berkendara dengan sepeda membuat Kanaya berhasil selamat dari aksi bejat preman-preman itu.

Seolah tengah melihat langsung pertunjukan berkelahi dalam film hollywood yang sering Kanaya tonton, lelaki itu tampak begitu kerennya melawan dua preman dengan tangan kosong.

Kedua preman itu tumbang di tangan si lelaki berhoodie hitam.

Aksi heroik itu benar-benar sudah menyentuh hati Kanaya. Malam itu Kanaya berdiri didepan lelaki itu dan menanyakan siapa namanya.

Tetapi lelaki itu hanya diam, menatap Kanaya begitu dalam.

"Siapa nama kamu?"

Ketika Kanaya melontarkan pertanyaan tersebut untuk kedua kali, lelaki itu malah berlari menuju sepedanya lalu pergi begitu saja.

....

"Kanaya, kamu lagi mikirin apa, Nak?" tanya Ibu Kanaya yang sedang menyiapkan sarapan pagi untuk anak dan suaminya.

Kanaya mengerjap lalu menggeleng kepalanya sambil tersenyum pada sang ibu. "Nggak mikirin apa-apa, Mah."

"Jangan memikirkan hal hal gak perlu, Kanaya. Lebih baik kamu fokus pada ujian kenaikan kelas nanti."

Kanaya menolehkan kepalanya ke arah tangga dimana suara berat itu muncul. Ternyata ayahnya lah berbicara. Tentu. Siapa lagi yang akan cerewet soal nilai ujian selain ayah?

"Iya, ayah. Kanaya fokus nihh. Fokus fokus trulalalaa!" Kanaya menggerakan jari telunjuknya bak tongkat sihir. Kemudian tertawa.

"Anak yang satu ini emang susah dinasehatin. Ini gara-gara kamu, Nina. Kamu terlalu memanjakan dia jadi dia berleha-leha." Reyhan menarik kursi disamping Kanaya sembari menatap sinis istrinya yang sedang mengolesi roti dengan selai.

"Kok nyalahin aku sih, Mas. Lagian nilai-nilai Kanaya nggak hancur banget," ujar Nina membela putrinya.

"Harus nunggu hancur banget baru kamu nyadar, Na?"

"Ya nggak gitu juga, Mas."

"Kamu ini...."

Bla bla blaa. Kanaya menghembuskan nafas lelah lewat hidungnya. Sembari menatap kedua orangtuanya yang masih adu mulut soal nilai dirinya yang sehancur itu.

Iya, memang sehancur itu. Tapi Kanaya bisa apa? Kapasitak otaknya memang sudah pas-pasan sejak lahir.

Ayah Kanaya memang selalu menuntut nilai yang bagus, tapi tidak sekejam para ayah yang sering Kanaya baca di novel.

Ayah Kanaya itu tegas namun penyayang.

Ayah itu lebih cerewet daripada ibu kalau soal nilai.

"Kanaya mau izin keluar, Mah, Yah," ucap Kanaya ketika sarapannya sudah habis.

"Sama siapa?" selidik Reyhan.

Kanaya terdiam sejenak. Jika bicara jujur, ayahnya tidak akan mengizinkan. Karena semenjak kejadian sebulan yang lalu itu, kedua orangtua Kanaya jadi terlalu protektif terhadapnya. "Seira. Mau nobar bareng hehehe."

"Ohh iya boleh." Reyhan manggut tanpa curiga.

"Boleh. Asal perginya diantar sopir ya," sahut Nina sembari tersenyum tipis.

"Nggak!" tolak Kanaya cepat. Mana bisa ia pergi dengan pak Toyib yang mulutnya sangat ember itu.

"Kenapa?" tanya Nina heran.

Silent Love (END)Where stories live. Discover now