046. I Will talk to God

1.9K 138 13
                                    

Cahaya silau dari lampu ruangan membuat dahinya mengernyit dalam. Kanaya berusaha membuka kelopak matanya yang terasa berat. Setelah berhasil, Kanaya melenguh lemah. Disusul gerakan jemari tangan yang membuat seseorang yang tidur disampingnya kaget.

Nina adalah orang yang tertidur lelap di tepi ranjang putrinya. Nina selalu tidur di sana sambil memegangi tangan anak gadisnya itu.

Akibat gerakan jemari tangan Kanaya, Nina dengan mudah terbangun dari tidurnya. "Naya?"

Samar-samar, mata Kanaya menangkap sosok Nina. "Mama?" tanyanya ragu.

Nina mengangguk pelan. Detik itu juga seluruh wajah Kanaya dihadiahi kecupan hangat Nina. Tanpa terkecuali. Nina tampak terharu. Sedih bercampur bahagia. Air matanya sampai menetes. "Akhirnya kamu siuman. Mama sangat menantimu, sayang. Terimakasih."

Kanaya mendesis saat tiba tiba bagian belakang kepalanya terasa sakit. Telinganya bahkan sedikit berdengung. Lalu tak berapa lama sebuah ingatan acak muncul dikepalanya.

Di sana ada darah. Mobil. Dan kaki.

"Zean."

Brugh!!

"Ze, bangun. Jangan tidur."

"Zean. Kamu dengar aku? Buka mata kamu. Jangan tidur Zean. Aku disini. Na-nanti ambulans datang."

"Tolongg!! To-tolong saya dan Zean! Tolong kamii!!"

Kanaya mengerang kala sakit di kepalanya semakin kuat. "Argh."

"Ke-kenapa sayang?" Nina menatap Kanaya cemas. "Sebentar Mama panggil dokter dulu ya." Ketika Nina hendak pergi dari ruangan, Kanaya menahan lengannya cepat.

"Zean," ucap gadis itu.

Nina mengernyit. "A-apa?"

"Dimana Zean?"  tanya Kanaya.

"Dia...., masih di rawat."

"Gimana kondisinya?"

"Kenapa tiba-tiba kamu nanyain Zean, sayang?" Nina sedikit heran karena tiba-tiba Kanaya menyebut nama Zean.

"Aku mau ketemu Zean."

Tanpa aba-aba Kanaya bangun dan menurunkan kedua kakinya dari atas ranjang. Namun barusaja menginjak lantai, ia langsung jatuh karena merasa lemas.

"Awh."

Mata Nina membelalak.

"Yaampun! Kamu belum kuat berdiri, Naya." Dengan hati-hati Nina membantu Kanaya untuk berdiri. "Berbaring lagi ya? Mama panggilkan dokter dulu."

Namun Kanaya menggeleng. "Aku mau lihat kondisi Zean. Kalau Mama gak mau nganter aku. Aku bisa pergi sendiri."

Nina tertegun. Ia jadi bingung. Jika tidak menuruti kemauan Kanaya, jelas itu akan membayakan karena ia tahu putrinya keras kepala.

"Kanaya sudah siuman?"

Itu suara Reyhan yang barusaja kembali setelah membeli makan malam untuk Nina.

Senyum Reyhan tercetak lebar melihat Kanaya sedang berdiri di samping Nina.

"Putriku." Melepas haru, Reyhan segera memeluk tubuh putrinya.

"Ayah. Antar Kanaya menemui Zean."

Reyhan langsung melepas pelukannya begitu mendengar permintaan Kanaya. Ia kemudian beralih menatap Nina dengan raut bertanya.

"Aku juga gak paham," jawab Nina bingung.

"Ayah. Cepat!" Kanaya mulai menyentak karena tak sabar.

Reyhan menghela napas. "Ayo. Ayah antar."

Silent Love (END)Where stories live. Discover now