018. Failed

2.3K 146 10
                                    

Tiba dirumah, Zean berjalan menuju kamarnya dan mengunci pintu. Ia masuk ke kamar mandi dan menatap kaca besar di depan wastafel. Menatap wajahnya sendiri di cermin, ternyata malah membuatnya semakin marah. Kedua tangannya terkepal kuat sebelum akhirnya satu tangannya terangkat meninju kaca tersebut hingga pecah.

Tidak puas memecahkan kaca, Zean kembali melampiaskan amarahnya dengan meninju tembok.

"Arrrghhh!!" teriaknya pilu.

Buku-buku tangannya yang terluka, bahkan tidak mampu menggantikan rasa pedih di hatinya. Ia pun menyalakan shower, membiarkan tubuhnya diguyur oleh dinginnya air.

Zean mulai menangis, membiarkan rasa sakit menguasainya kali ini. Membiarkan lukanya yang menganga memeluk dirinya hingga hancur.

Sekali lagi, Zean berteriak. Memukuli dinding hingga buku tangannya berdarah-darah.

Tuhan.... kenapa baru hari ini?

Kenapa baru hari ini fakta itu terdengar olehnya. Bahwa orangtuanya telah membunuh Raya. Membunuh orang yang pernah merawatnya ketika dirinya terluka dan hilang arah.

Zean sama sekali tak tahu bahwa mereka akan berbuat hal sekeji itu, hanya karena dirinya.

Hanya karena dirinya terlahir tidak sempurna.

Zean mengutuk dirinya sendiri. Ia membenci hidupnya sendiri. Ia membenci kenapa Tuhan memberinya hidup panjang, tapi orang-orang yang berada didekatnya malah direnggut paksa darinya.

Tubuh Zean meluruh ke lantai. Tubuhnya mulai menggigil, namun hatinya jauh lebih menggigil. Perkataan Kanaya telah membuat pikirannya menggelap dalam sekejap.

"GARA-GARA LO NYAWA KAK RARA DIPERTARUHKAN!!"

"GARA-GARA LO GUE KEHILANGAN KAKAK GUE SATU-SATUNYA ZEAANN!!"

Pekikan gadis itu terus terngiang tanpa henti. Membuat napas Zean kian tercekat sakit di kerongkongannya. Lelaki itu mengangguk dengan mata terpejam dan batin berbisik.

Itu memang salahku, Kanaya. Itu salahku. Aku salah karena harus terlahir di dunia yang serba sempurna ini. Aku hanya si cacat yang terpaksa di besarkan dikeluarga kaya raya, Kanaya. Aku minta maaf. Aku sudah membuat kak Raya meninggalkan kamu. Aku membuatmu menangis, Naya.... aku membuatmu kecewa.

Andai, andai dirinya tahu bahwa orangtuanya telah melakukan itu pada Raya, Zean tidak akan berani berteman dengan Kanaya. Zean tidak akan pernah meminta gadis itu untuk tetap disisinya.

Karena nyatanya benar, dirinya memang pantas sendirian. Ia hanya orang bisu yang tidak mampu berkata sepatah kata. Ia tidak berhak bahagia layaknya manusia seperti Kanaya, atau yang lain. Ia tak perlu mendambakan seorang teman untuk bercerita. Karena sekeras apapun berusaha, dirinya tetap jauh berbeda dari mereka diluar sana.

Ia tidak pernah meminta dilahirkan menjadi bisu. Ini adalah keistimewaan yang diberi Tuhan, namun orangtuanya melihat itu sebagai kehinaan.

Menerima luka tanpa suara, itu bagian paling menyakitkan yang selalu Zean rasakan.

Dan tidak ada yang mengerti. Bahkan seorang ibu yang telah melahirkannya pun, tidak ingin menerimanya.

Zean mengusap air matanya lalu berdiri dan berjalan keluar dari kamar menuju balkon.

Dengan pakaiannya yang basah kuyup, ia berdiri di luar sambil mendongak memerhatikan langit yang menggelap.

Kak Raya. Apa sekarang kamu marah padaku? Apa kamu marah karena kamu pergi dengan cara yang tidak pantas hanya karena melindungiku?

Jika iya, tolong maafkan aku.

Zean meremas besi pembatas yang ia pegang. Kemudian tatapannya turun ke bawah, memerhatikan kolam yang tenang di lantai dasar.

Silent Love (END)Where stories live. Discover now