9

33.1K 1.9K 62
                                    

Tok ... Tok ... Tok ...

"Tuan Lucas, ini aku, Nio." Seperti biasa. Nio dan sopan santunnya. Setelah mengetuk pintu sebanyak tiga kali, barulah dia masuk.

Lucas tak bergeming sejak Nio masuk ke dalam kamarnya.

'Ck! Kenapa aku terlihat lemah di depannya?! Kenapa aku tak bisa melepaskan rantai ini?!' Batin Lucas.

"Tuan, aku membawa teh hijau dan beberapa buah anggur."

Lucas membuang wajahnya, enggan melihat atau bertatapan dengan Nio yang kini sudah mengambil tempat duduk di samping ranjang Lucas.

"Kau akan menertawakan aku kan?" Lucas berkata pedas. Dia melirik Nio untuk memastikan jika pria itu mendengarnya.

Namun Nio justru terkekeh kecil. Dia berusaha menutupi tawanya dengan telapak tangannya.

"Hahaha ..." tawanya dengan suara kecil.

Namun Lucas tak tuli atau buta untuk mengakui jika tawa Nio begitu menyegarkan untuk dilihat.

'Shit! Apa yang kupikirkan!'

Lucas membatin lalu tanpa sadar terfokus kepada bibir Nio.

'Bibir itu ... Ahh! Hentikan sikap bodohmu Luc!'

"Kenapa aku harus menertawakan Tuan?" Nio menyuapkan sebuah anggur hijau yang terlihat begitu segar ke depan bibir Lucas.

Lucas tak mau membuka mulutnya. Dia kekeh menutup rapat bibir itu. Hingga Nio tiba tiba menggelitiknya. Entah datang darimana keberanian Nio itu.

"Ak! Haha-Hei! Berhenti menggelitikku! Hentikan!"

"Hahaha ... Tuan kau ini ..." Nio berhenti menggelitik Lucas. Dan saat Lucas ingin memarahi Nio, Nio buru buru memasukan anggur itu ke dalam mulut Lucas, namun Lucas malah menahan jari Nio di dalam mulutnya.

"Eh? Tu-an ... Jariku," ucap Nio sambil berusaha menarik jarinya.

Lucas tersenyum licik. Dia masih memenjarakan jari Nio di dalam rongga mulutnya, sampai si empunya merasa tak nyaman.

Nio bisa merasakan Saliva Lucas yang semakin terasa menempel di kulit Ari jarinya.

"Enggh ... "

Dan tentu saja, karena tubuh Nio sensitif, dia akan dengan mudah mengeluarkan lenguhan.

"Tuan, jangan lumat jariku," kata Nio sambil berusaha tak mendesah.

Lucas tertawa puas di dalam hatinya.

"Kau mau mengejekku kan? Karena aku terantai dan tak bisa melakukan apapun saat ini?" Lucas bersuara usai dia melepaskan jari Nio dari dalam mulutnya.

Nio melihat ke jarinya yang basah dan memerah, "jariku kotor, Tuan. Aku belum mencuci tangan, bagaimana jika kau sakit perut nantinya?" tanya Nio panik.

Lucas diam membeku di tempatnya. Dia kira Nio akan memaki dirinya, lalu menatap jijik jari yang baru saja Lucas jilati itu. Tapi nyatanya tidak.

"Tuan aku akak ambil air putih untuk kau minum dulu-"

"Jangan pergi!" Lucas menahan Nio dengan suaranya. Seandainya tangan dan kakinya tak dirantai, dia akan memeluk tubuh Nio dan mengurung Nio di bawah tubuhnya.

"Duduk dan temani aku. Kau juga bilang kau mau mengobati lukaku kan? Obati aku." Apa itu ekspresi malu malu? Tapi Nio benar benar ingin tertawa saat ini. Bagaimana cara Lucas memintanya tetap tinggal dan mengobatinya, tetapi wajahnya memandang ke arah lain.

"Baiklah," kata Nio pelan. Dia kembali duduk di tempatnya dan mengobati beberapa luka di tubuh Lucas.

Lucas melirik Nio, "banyak perban di atas kulitmu." Lucas berkomentar.

Milik Tuan Lucas (BL)Where stories live. Discover now