Finally

20.2K 1.2K 115
                                    

jum'at berkah✨

masih nungguin gaaaaaa?
coba tebak berapa lama aku ngilangᕙ⁠(͡⁠°⁠‿⁠ ͡⁠°⁠)⁠ᕗ

sorry for to late, my bad')))
enjoy the last part🍿

***

Tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Dua minggu terlewati begitu saja dengan mudah meskipun diselingi perdebatan-perdebatan kecil. Saking cepatnya waktu berlalu, kini kandungan Ayyara sudah sembilan bulan. Semakin dekat dengan jadwal bersalin.

Ruang gerak wanita itu pun semakin terbatas. Dengan perut besarnya Ayyara mampu membuat orang-orang yang melihat khawatir bukan kepalang. Termasuk Ziel. Anak itu beberapa kali menangis karena melihat Mama nya yang kesulitan berjalan dengan perut besarnya.

Dengan polosnya Ziel malah meminta Nata untuk mengempeskan perut Ayyara. Katanya lebih baik dikempeskan daripada meletus.

Jika seperti itu, Nata semakin sadar bahwa Ziel memang anak Ayyara. Karena si sulung itu juga sama ada-ada saja seperti Ibu nya.

"Aduh!"

Juna mengaduh saat merasakan kepalanya nyeri akibat pukulan tangan cantik Nata. Pria itu mendelik sinis, "apa sih?!"

"Lo yang apa?"

"Kok malah balik nanya?!" Kesal Juna.

Dengan gemas dan rasa ingin membunuh, Nata kembali mendaratkan telapak tangannya di tengkuk Juna dan memukulnya. Alisnya menukik tajam, "ya lo ngapain elus-elus perut bini gue?!"

"Oh! Hehe," Juna cengengesan. "Abisnya anak lo nendang terus sih. Gue kan jadi gemes liat perut mbak Yara gerak-gerak."

"Ya gak usah di elus juga!"

Juna mencebik. Kini giliran kaki Juna yang terayun menendang bokong kakak sepupunya, "cemburuan amat lo! Gak laike gue."

Dengan tangan yang masih menyangga perut besarnya, Ayyara geleng kepala melihat tingkah Nata dan Juna. Dua laki-laki dewasa itu sering sekali ribut. Berbeda sekali dengan Ziel dan Haru yang selalu akur dan lengket. Untung saja tidak ada Jerry disini. Jika ada, Ayyara yakin mereka sudah di usir dari hotel karena terlalu berisik.

"Aw,"

Mengacuhkan Juna yang kini meringis dibawah sofa setelah ia tarik kaki laki-laki itu dengan paksa, Nata kini duduk disamping Ayyara yang baru saja mengaduh karena tendangan aktif bayi mereka dengan wajah cemasnya. "Sakit?"

Ayyara mengangguk disela ringisan nya, "tapi gak papa, kok."

"Sabar ya, tunggu sebentar lagi, ya." Nata mengusap perut Ayyara dan membubuhkan beberapa kecupan, "jangan keseringan tendang Mama nya."

Ayyara tertawa kecil, "gak papa, loh. Dia sering nendang berarti sehat, daripada diem terus nanti kitanya khawatir."

Jika Ayyara dan yang lain merasa tidak sabar menunggu kelahiran anggota baru dan begitu semangat ingin melihat bagaimana bentuk Nata mini versi dua. Lain halnya dengan Nata.

Nata bukan tidak senang dengan kehadiran anak keduanya. Tapi sebagai seorang suami, sebagai manusia biasa yang memiliki rasa cemas, Nata begitu takut. Belum lagi pikiran-pikiran negatif tentang proses bersalin begitu menghantuinya.

"Kita ke rumah sakit aja," usul Nata.

"Ngapain?" Ayyara bertanya dengan kening berkerut.

"Waktu kelahiran bisa berubah, gak semua prediksi dokter itu akurat. Gimana kalo kamu tiba-tiba sakit perut terus mau ngelahirin tengah malem? Dari hotel ke rumah sakit lumayan jauh." Nata menjelaskan dengan bola mata yang bergerak gusar, terlihat sekali seberapa cemasnya laki-laki itu. "Kalo kita udah stay di rumah sakit dan bayinya tiba-tiba pengen keluar kapanpun itu, pasti bakal lebih mudah. Kita gak perlu—"

1000% GENGSIWhere stories live. Discover now