11.

10.4K 990 114
                                    


Reon kalang kabut. Berlarian tak tentu arah di lingkungan perumahan orangtuanya. Mencari putra kecilnya yang sudah menghilang sejak tadi pagi.

Masih dengan kaos oblong dipadukan celana selutut Reon menjadi pusat perhatian para gadis.

Tidak jarang, pula banyak sebagian siswi SMA mengira bila ayah satu anak itu masih seumuran dengan mereka.

Tampang si lelaki menawan itu memang menipu.

"Hei, kamu kenapa?" Tiba tiba saja ada seorang siswi cantik memisahkan diri dari rombongannya, lalu berjalan mendekati Reon.

Gadis itu bertanya dengan malu-malu. Semburat pipinya terlihat merona.

"Cari bocah umur empat tahun yang agak gembulan, liat nggak?" Tanya Reon, wajah paniknya terlihat begitu kentara.

Si gadis menggelengkan kepala.

"Nggak, aku sama temen temen baru dateng. Kebetulan liat kamu jadi aku samperin deh."

Cukup mendengar kata tidak saja sudah membuat Reon mendesah kecewa. Ia tidak memperdulikan ocehan selanjutnya dari gadis itu.

"Memang dia siapa?"

"Anak gue."

"A-ah anak yah hehe."

Reon lantas pergi tanpa permisi, dipikirnya- tidak ada untungnya meladeni gadis SMA tadi jika akhirnya malah memperlambat pencariannya untuk menemukan si buah hati.

"Belva, sayang!" Teriaknya kencang.

Diabaikan beberapa orang yang sedari memperhatikan Reon yang sedang berteriak kalap.

"Ya Allah, baby kamu dimana?"

Sudah pukul 11 siang tapi putranya belum juga di temukan. Reon mengigit pipi bagian dalamnya, menghalau kecemasan dan pikiran buruk tentang anaknya.

Di ambilnya ponsel hitam berlogo apel tergigit dari saku celana. Reon men-Dial nomer adiknya yang kini masih berada di sekolah.

Dan kata sambutan pertama untuk Reon adalah..

Nomer yang anda tuju sedang tidak aktif cobalah untuk beberapa saat lagi

Ferro tidak bisa di hubungi.

Damn it. Batin lelaki rupawan itu.

Tiba tiba, sekelebat bayangan ketika Belva menyebutkan satu nama spesial untuk bocah itu, membuat Reon berpikir bila putranya menghilang hanya karna ingin menemui bocah 5 atau 6 tahunan, bernama Hisyam.

"Belva, juara banget sih kamu bikin papa jantungan." Lirih Reon seraya melenggang pergi menuju rumah Hisyam, yang kebetulan dirinya tahu dimana letak rumah anak itu.

🌺🌺

"Pulang." Suara dingin Hisyam tidak di indahkan oleh teman gembulnya. Anak itu malah tampak asyik bermain dengan hamster milik mama Hisyam yang dibeli khusus untuk Belva.

Jadi, sesaat setelah bertemu Hisyam di bawah pohon. Belva terus terusan membuntuti Hisyam sampai kerumah.

Elena yang berniat pergi ke swalayan memekik senang melihat putranya membawa teman gembul yang amat begitu menggemaskan.

Hisyam hanya mendengus. Sedangkan mamanya terus terusan menghajar Belva dengan kecupan lalu menjanjikan anak itu oleh oleh sepulang dari swalayan.

"Kamu denger nggak sih." Ketus Hisyam yang mulai kesal karna di abaikan.

Belva menoleh kearah Hisyam, lalu tersenyum.

"Hamsetelnya, dedek kasih nama boni." Celetuknya.

"ya..ya terserah mau kamu kasih nama samson juga. Aku nggak peduli, cepet pulang." Belva merenggut kesal.

Bocah itu berdiri sembari memeluk kandang hamster berwarna putih coklat.

Berjalan menuju pintu utama tanpa berpamitan.

Hisyam menatap punggung Belva, sejujurnya ia merasa sangat bersalah telah mengusir bocah lucu itu. Ia hanya kesal karna di abaikan, ingin di recoki oleh celotehan anak itu tapi Belva malah sibuk dengan hamster bernama boni menyebalkan itu.

Padahal tinggal bilang saja langsung, dasar gengsian.

Di depan rumah Hisyam, Belva di sambut dengan sosok papa yang menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan.

Hampir menangis, Reon berlari menerjang tubuh putranya.

Untung saja kandang si boni tidak jatuh dari genggamannya.

"Astaga, Baby kenapa pergi nggak bilang sama papa. Papa khawatir, sayang."

Di gendongan si papa, Belva merenggut.

"maaf papa." Cicitnya pelan.

Reon mengecup pipi si bocah.
"lain kali dedek nggak boleh pergi sendiri okay, jangan nakal nanti papa kasih mainan yang banyak."

Belva mengangguk lesu, tidak biasanya di iming-iming main Belva tampak tidak bersemangat. Biasanya anak itu paling antusias bila Reon berjanji untuk membelikan Belva mainan.

Tidak berniat bertanya banyak, Reon lantas melenggang pergi dari halaman rumah Hisyam. Mengintrogasi lembut putranya mengenai hamster yang Belva bawa.

Sedangkan di dalam rumah, Hisyam tampak gelisah memikirkan Belva yang tiba tiba pergi begitu saja tanpa bicara.

Hisyam takut Belva menjauh, takut pula Belva menjadi enggan untuk berteman dengannya.


"Maafin aku."

TBC

BelvaWhere stories live. Discover now