13.

9.9K 894 80
                                    


Duduk di bawah pohon mangga. Berempat sambil memakan permen caca isi kacang, yang Belva bawa di saku celana kodoknya.

Mereka berbagi.

Kelimanya tengkurap di atas rerumputan hijau sambil menghitung jumlah mangga yang mulai menguning.

"Satu, tiga, lima, empat.." Belva berhitung asal membuat Reki yang sedikit memiliki dendam kesumat protes sewot.

"Salah gendut, habis satu itu dua, habis tiga itu empat terus lima terus enam!"

Belva mengerucutkan bibirnya sebal.
"Telselah aku."

"Sekolah dong, kaya aku sama mereka. Biar pinter berhitung." Ujar Reki lagi sambil menunjuk ketiga temannya.

"Sekolah itu apa?" Tanya Belva bingung.

Hisyam bangkit dengan wajah datarnya.

"bangunan." Jawabnya singkat membuat Hamdan menepuk keningnya sendiri dengan geram.

"ishh.. Sekolah itu tempat kita belajar. Kamu itu terlalu realistis kalo jawab pertanyaan orang." Tutur Hamdan. Si pemilik otak cerdas dengan lesung di kedua pipinya merenggut.

"Hhahahahahahaaa.." Tawa Venus seketika pecah membuat dirinya menjadi pusat perhatian keempat temannya.

"Kamu kenapa sih?" Tanya Hamdan.

"Akhirnya, Hisyam bisa ngelucu jugaa.. Ha ha ha haa.."

Belva tersenyum.
"Iya isyam lucu, eumm.. Dedek mau sekolah sama kalian. Boleh?" Kepalanya memiring dengan gigi kelinci yang menyembul dua di depan.

👼👼

Disinilah Reon berdiri. Di depan sebuah bangunan warna warni menuntun putra sematawayangnya memasuki kelas yang tidak terlalu luas.

Reon terpaksa memasukan Belva ke taman kanak-kanak sebab sepulang bermain dengan Hisyam. Anak itu meminta Reon untuk menyekolahkannya, padahal usia Belva masih terlalu dini untuk memasuki taman kanak-kanak. Ia yang tidak bisa membantah akhirnya menyetujui permintaan si kecil.

"jagoan berani papa tinggal?" Mendengar pertanyaan papanya, Belva menggelengkan kepalanya. Kedua bola matanya berkaca kaca.

"Mau sama papa." Lirihnya hendak menangis kalau saja tidak cepat cepat di dekap oleh Reon.

"Lho, jangan nangis baby masa jagoannya papa nangis. Katanya mau sekolah?"

"Sekolahnya sama papa, papa belajal sama dedek." Rengek Belva.

Reon tertawa kecil membayangkan apakah saat kecil dulu dirinya sama seperti Belva?

"kalo papa belajar sama dedek, nanti di marahin ibu guru loh. Dedek mau papa di marahin?"

Mendapatkan gelengan dari anaknya. Reon mulai mengecup kening Belva, memangku putranya menuju bangku yang akan di tempati oleh Belva.

"Sudah berani belajar sendiri?" Tanya Guru tk Belva.

Belva mengangguk kemudian turun dari gendongan ayahnya dengan semangat.

"Isyam, leki, adam sama Peepee mana?"

Bu guru Nina menunju jajaran bangku paling belakang. Di sana Belva melihat Hisyam yang sedang memandangnya datar, Hamdan yang berbinar dan heboh bertepuk tangan serta Reki dan Venus yang melambaikan tangannya ke arah Belva.

"Yeaaay, ada teman temaan.."

Reon tersenyum lega. Ternyata ini alasan Belva ingin sekolah. Putranya memiliki banyak teman.

"Sekarang, papa tinggal ya?"

"Ayey captain."

-

"Bang, Ponakan gue mana?" Selesai berganti pakaian, Ferro duduk di sofa depan tv. Meraup cemilan dengan rakus.

Reon duduk di samping Ferro, mencuri camilan yang Ferro bawa membuat adiknya berteriak sewot.

"Anak gue lagi sekolah." Sontak Ferro menoleh kearah Reon dengan spontan.

"Bangke, becanda lo ya."

"Aslian gue."

Dilemparkannya remahan camilan kearah Reon.

"Dia masih empat tahun dan ini dadakan banget sumpah."

"Ya, lo kaya nggak tau sifat anak gue aja. Kalo udah punya kemauan nggak bisa di ganggu gugat."

"Iya kaya lo banget, bego."

"Bacot ah, daripada ngatain gue. Mending lo cabut sono cari pacar. Jangan di rumah aja, malu maluin."

"Apa kabar lo, sialan. Udah punya anak masih aja betah sendiri, tua bangka lo."

Disaat keduanya sibuk saling melemarkan makian. Aini datang, dengan wajah galaknya.

Menjewer kuping kedua putranya dari belakang kursi.

"Aw, sakit maa." Keluh keduanya dengan kompak.

"Bagus ya, bahasanya udah kaya anak brandalan. Contoh yang baik! Kalo di denger sama cucu cucu gue gimana." Marah Aini tidak ada kata ampun.

"Si Ferro duluan, Ma. Sakit ma aish lepas, gengsi kalo diliat Belva."

"Apaan lo bang, pake nuduh nuduh. Lo kan abang lo harusnya mengalah."

"Diem kalian, kalo sampe mama mergok kalian bicara kasar lagi. Die!" Ketus Aini sembari menghempaskan jeweran di kuping kedua putranya.

TBC

BelvaWhere stories live. Discover now