Bertemu(lagi)

3.2K 276 5
                                    


وَلا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلا

"Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk."
[QS. Al Isra': 32].

______________________________

Seperti biasa di awal hari, segala aktivitas pondok mulai berjalan. Semua santri berbagi tugas, entah dalam hal sarapan ataupun kebersihan asrama. Menerapkan kedisiplinan dalam era modren seperti ini begitu sulit, oleh sebab itu di pesantren Al-Husna sangat di tegaskan kedisiplinan.

Hidup di pesanteren seperti ini sangat berpengaruh untuk merubah cara hidup menjadi lebih teratur dan juga tentunya membiasakan selalu melibatkan Allah dalam setiap langkah.

Aisyah pernah merasakan jadi seperti mereka. Walaupun ia terlahir sebagai anak pemilik pesantren ini, tapi di Turki--tempat kuliahnya dulu--ia harus beradaptasi pada aturan-aturan yang tentunya berbeda dengan di negri sendiri. Banyak kisah perjuangan Aisyah di sana, jika harus di ceritakan mungkin tak cukup habis dalam satu buku saja. Biarkanlah kisau itu yang mampu memotivasi diri Aisyah ketika fitnah dunia berusaha menggoda hatinya.

"Adek."

Aisyah sedikit tersentak oleh panggilan itu, ia menoleh seraya memberikan senyuman tipis. "Eh, Umah. Ada apa?"

"Kamu belum berangkat?" Tanya Fatma seraya duduk di samping putrinya.

"Berangkat kemana?"

Fatma menghela nafas, "ish, masa lupa. Malam kan kamu bilang mau cari hadiah ulang tahun untuk Syahril."

Aisyah menepuk keningnya, ia merasa otaknya sangat lambat berfikir ketika terlalu banyak melamun. "Ah iya! Untung Umah ingetin. Yasudah Aisyah berangkat sekarang ya, Um?"

"Kamu ini masih mudah tapi pelupa." Fatma terkekeh ringan. "Yasudah, hati-hati ya. Jangan pulang terlalu sore."

"Baik Umah!" Aisyah beranjak, lalu mencium punggung tangan Fatma. "Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Gadis itu melenggang pergi ke kamarnya untuk mengambil tas kecil, lalu melangkah kan kakinya ke luar gerbang pesantren.

Lagi dan lagi Aisyah berjalan kaki. Jika saja ia tak lupa akan niatnya itu, mungkin tadi Aisyah bisa berangkat ke toko mainan bersama abahnya. Tapi tak apa lah, yang terpenting Aisyah haruslah membelikan hadiah ulang tahun untuk keponakannya, Syahril.

Semburat cahaya mentari kian meninggi, namun embusan angin tetap membelai bersama debu-debu jalanan. Sepertinya ini awal musim penghujan, Aisyah bisa merasakannya. Dan itu merupakan hal yang di nanti Aisyah setiap tahunnya.

Tak terasa setelah beberapa menit kakinya melangkah menyelusuri trotoan. Aisyah sudah sampai di depan toko mainan yang akan menjadi tempat dirinya berburu hadiah untuk Syahril.

Gadis itu pun membuka pintu toko, bersamaan dengan itu loncong yang ada di atas pintu berdering. Di sana hanya terdapat beberapa pengunjung saja sehingga terlihat lebih senyap.

Aisyah melangkahkan kakinya ke sebuah rak yang berisi boneka berjejer rapih. Matanya asik menelisik setiap boneka dengan berbagai bentuk serta ciri khas itu. Sehingga tanpa sadar ada seorang pelayan laki-laki yang menguntit bagai pengintai.

Nona Hujan & Tuan KopiWhere stories live. Discover now