Mencari Jati Diri 1

2.5K 223 6
                                    

Kadang kita harus berjarak untuk memantaskan diri di hadapan tuhan kita masing-masing.
-Syamuel Dreen Almahera-


Spesial Part Syamuel.

_____________________

Sudah banyak waktu untuk mengumpulkan segala keyakinan, banyak pemikiran yang menjadi landasan sebuah keputusan tersebut. Hingga pada akhirnya, seseorang telah menyempurnakan tekadnya untuk memulai semua.

Kini, sebelum hari esok menyambut petualangan tersebut, ia akan menyapa dan menemui sosok yang telah memberikannya sebuah keyakinan semenjak ia menginjak di bumi ini. Dirinya akan sejenak berdiskusi atas apa yang memang harus di cari untuk melengkapi kepingan pertama jati dirinya.

Decitan sepatu yang ada di lantai terhenti tepat di hadapan pintu besar sebuah gereja. Pria itu memejamkan matanya sejenak lalu membuka pintu itu. Tampak sepi sekali gereja ini, mungkin karena hari ini bukanlah jadwal untuk beribadah. Jujur ia sudah lama tak kemari, semenjak sosok ayah hilang dari hidupnya.

Detik berikutnya, pria itu menduduki salah satu bangku panjang. Terasa dingin oleh kesunyian. Apa yang hatinya rasakan sekarang sungguh tak bisa di jelaskan oleh apapun.

"Syamuel?"

Suara seseorang yang tak asing itu, menyadarkannya. Ia menoleh, "Tuan Yius. Kau ada di sini?"

Tuan Yius yang di maksud ialah seorang pendeta di gereja ini. Syamuel sudah mengenalnya sejak kecil, bahkan keluarga mereka kerap berbincang hangat soal keagamaan dengan pendeta ini.

"Seharusnya saya bertanya, mengapa kau di sini?" Tanya Tuan Yius seraya duduk di samping Syamuel. Pria tua dengan janggut putih panjangnya itu tersenyum hangat seperti dulu.

Syamuel menghembuskan nafas lirih, mata tajamnya menatap lurus. Lalu menoleh sekilas ke arah sang pendeta. "Sudah lama sekali saya tak kemari, tempat yang seharusnya saya datangi setiap ada kesenangan atau kesedihan namun saya melupakan itu. Saya malu, Tuan."

"Tapi pada akhirnya kau kemari juga, bukan begitu?"

"Iya. Saya kembali untuk sekian lamanya pergi. Dan saya kembali dengan sebuah keyakinan yang goyah." Syamuel menelan salivanya seraya menundukan kepalanya. "Hati kecil saya merasa jati diri saya belum lah ditemukan kehadirannya. Saya merasa bukan di sinilah jati diri saya berada."

Tuan Yius menatup bibirnya. Sepertinya ini adalah pembicaraan yang serius. Di lanjutkan dengan jemari yang mengelus sebuah buku alkitab di pangkuannya. "Apa yang kamu bicarakan ini adalah tentang keyakinan. Tak ada ilmu yang bisa menjawabnya, kecuali diri kau sendirilah."

"Jika saya mencari jati diri itu, apa saya egois? Apa saya sangat hina, Tuan?"

Pendeta itu menggelengkan kepalanya, "tidak. Tidak ada yang bisa mencegah ataupun memaksa, begitupun Tuhan. Jika pun kau tetap pada keyakinan kau sekarang, tidak ada yang tahu nanti akan seperti apa. Namun, jika kau memulai semua dari awal, maka akan ada kehidupan baru untuk kau. Tergantung hati kau lah yang bisa menentukan kedua itu. Pikirkanlah baik-baik atas keputusan kau, jangan sampai merugikan orang lain ataupun diri kau sendiri."

"Ada satu hal yang ingin saya tanyakan, Nak." Syamuel menoleh, "apa ada seseorang di balik semua ini?"

Syamuel terdiam. Hingga akhirnya bibir itu pun berkata, "iya. Namun, dia hanya sebagai kecil alasan."

"Tidak masalah kau menjadikan dia sebagai alasan kecil ataupun besar, yang terpenting jangan sampai nanti jika ada sebuah nestapa datang di antara kalian, kau menjadi menyesal. Sebuah keyakinan bukan untuk main-main." Tuan Yius berdiri dari duduknya, "pikirkan semua nya dengan matang-matang, sinkronkan hati dan logika kau. Saya permisi dulu." Di akhiri sebuah tepukan di bahu Syamuel.

Apa yang dibicarakan Tuan Yius tadi masihlah Syamuel cerna. Pikirannya bekerja lebih cermat sekarang, dan di situpun sekelebat bayangan Aisyah datang. Aisyah, gadis asing yang berhasil ikut dalam ke bimbangan Syamuel.

Mungkin diriku bingung akan hal ini, tapi aku sudah yakin akan perasaan aneh ini. Perasaan yang hadir karenamu.

•♡•♡•♡•

Ibu adalah sebagian unsur kebahagian di dunia yang paling sederhana. Dialah wanita terbaik dan contoh dasar untuk anak-anaknya, oleh sebab itu para ibu di tuntut untuk seolah menjadi cermin kebaikan bagi sang anak. Tapi berbeda dengan Syamuel, ia harus mencari sendiri cermin yang lain untuk di contoh, karena cermin yang ia miliki sekarang begitulah sangat rapuh dan hampir pecah.

Sejak kecil, taun muda itu memang sudah terbiasa mencari sesuatu hal baru dan menggali informasi sendiri. Tentunya tanpa ada pengarah yang baik, seperti sosok ibu. Meskipun begitu, Syamuel tetap menganggap Relita adalah sosok ibu terbaik dalam hidupnya karena tanpanya dan ayah sudah pasti Syamuel tak akan menapaki semesta dengan gagahnya.

Oleh karena itu, ia akan selalu meminta izin dan restu pada Relita di setiap keputusan yang ia ambil dalam hidupnya ini. Syamuel percaya, akan ada kesuksesan dari ucapan doa sang bidadari tanpa saya itu.

Dan kini, Syamuel sudah berdiri di hadapan Relita dengan sebuah keputusan yang tercipta setelah tadi ia merenung dalam pergulatan batin. Syamuel tersenyum tipis seraya melangkah menghapus jarak dengan Relita yang sedang duduk di kursi roda.

"Ibu ...." Syamuel berlutut untuk menjajarkan posisinya.

"Syamuel, putra Ibu!" Dengan girangnya Relita meraba-raba wajah tampan Syamuel. Ada sedikit perkembangan dari Relita, pria itu ikut senang dengan tersenyum.

"Maafkan Syamuel karena tidak bisa membahagiakan, Ibu. Maafkan Syamuel atas segala hal yang telah menyakiti hati, Ibu." Pria itu menggenggam tangan pucat Relita, "Syamuel kemari ingin meminta izin dari Ibu. Syamuel akan mencari jati diri Syamuel. Ibu baik-baik di sini ya, doakan Syamuel agar kembali dengan sebuah keyakinan."

Relita mulai terisak kecil dan hal itu membuat Syamuel mencium tangan Relita agar bisa menenangkan, "mungkin Syamuel bukan anak yang patuh dan Syamuel sudah terbiasa akan kebebasan melangkah, tapi dalam hal ini Syamuel memerlukan izin Ibu, Syam sudah memikirkan hal ini dengan baik-baik."

"Kamu mau meninggalkan Ibu?" Pertanyaan itu membuat Syamuel tersenyum haru. Akhirnya setelah sekian lama, Relita bertanya seperti itu.

"Enggak, Bu. Ibu ingat Aisyah? Dia akan menjaga Ibu. Dan Syamuel, pasti akan kembali walaupun mungkin nantinya keyakinan yang Syamuel ambil berbeda, Ibu tetap malaikat terbaik untuk Syam. The love you gave is still the best in my heart."

Diam. Mata sayu Relita menatap kosong ke depan seperti ada pergulatan batin sesaat yang di rasakan. "Ibu tak akan memaksamu, pergilah."

Kalimat itu terlontar bersamaan dengan senyuman lebar dari Syamuel. Sungguh, memang benar adanya jika kita ingin meraih sesuatu dengan tujuan yang baik pasti ada kemudahan di dalam prosesnya.

Izin sudah di dapatkan. Tinggal menunggu hari esok pergulatan batin yang sesungguhnya, hidup Syamuel akan di bawa dalam keputusan itu. Biarlah semua tersimpan menjadi misteri di hari esok.

•♡•♡•♡•

Selamat Pagi!😚

Yee akhirnya di hari minggu ini saya bisa update. Alhamdulillah.
Oh iya, untuk besok pun masih sama spesial part Syamuel ya.

Mungkin dalam penulisan saya ada yang salah, mohon di ingatkan ya. Manusia tak luput dari kesalahan.

Don't forget for Vote👋

Nona Hujan & Tuan KopiWhere stories live. Discover now