Pamit

2.5K 248 4
                                    

Penguji terbaik untuk sebuah rasa adalah jarak.

-Syamuel Dreen Almahera-


"Tapi, saya sudah memiliki nama seorang gadis yang pantas mengisi hati saya."

Kalimat yang menjadi pengakhir pertemuan Aisyah dan Syamuel kemarin itu terus saja berputar di pikiran bagai kaset. Bagaimana bisa sebuah perkataan mampu berpengaruh besar dengan keadaan hati Aisyah sekarang. Harap yang tak sengaja terucap di hati kini terhenti untuk melangit dan desiran yang selalu muncul berubah menjadi rasa sesak.

Astagfirullah. Ketika sadar akan lamunan yang mengundang dosa itu, Aisyah dengan cepat menyadarkan dirinya. Memikirkan hal yang terjadi pada dirinya kini hanya lah membuang waktu Aisyah dan mungkin saja akan melupakan sosok pemilik hati sesungguhnya. Bagaimanapun nanti alurnya, Aisyah percaya Allah menanamkan rasa ini dengan tujuan terbaik. Jika pun berakhir tak semestinya, ia yakin ada hikma yang harus Aisyah ambil. Untuk sekarang, Aisyah hanya perlu menahan hati agar rasa yang ada tak pernah menuntut lebih. Mencegah timbulnya luka, itu lebih baik.

"Aisyah."

Namanya terpanggil dengan suara lembutnya, gadis itu tersenyum kala mendapati sosok kakak ipar yang sudah ia anggap sebagai motivatornya ketika dalam sebuah masalah. "Iya, Mbak Syahira ada apa?"

Syahira mendekat dengan tangan yang memangku Syahril. Wanita itu tampak senantiasa muda walaupun sudah menjadi seorang ibu. "Ada temanmu tuh. Katanya ingin bertemu, ada urusan penting."

"Siapa, Mbak?"

"Temuilah."

Aisyah pun beranjak seraya mengucapkan salam. Kaki jenjangnya melangkah ke arah depan rumahnya dengan penuh penasaran.

Hingga tepat di ruang tamu, senyuman Aisyah mengembang sempurna. Matanya mengerling ketika tahu siapa teman yang di maksud kakak iparnya tadi. Dia Salsa.

"Salsa?"

Gadis yang tengah duduk itu pun menoleh, "assalamualaikum, Syah!"

"Waalaikumsalam." Aisyah menghampiri lalu memeluk teman karibnya semasa kuliah itu. "Apa kabar kamu? Sudah lama tak berjumpa."

Mereka sama-sama duduk dengan saling berhadapan, "alhamdulillah baik."

Ada kerinduan yang Aisyah rasakan di sana. Salsa adalah teman satu-satunya yang berasal dari Indonesia waktu kuliah di Turki, mereka sudah seperti saudara kembar yang kemana-mana bersama. Namun, setelah hari kelulusan datang, mereka haruslah berjarak. Salsa harus mengejar cita-citanya untuk membangun sebuah organisasi sosial, dan Aisyah melanjutkan perjalanan tausiyahnya. Karena jarak dan kesibukan keduanyalah yang membuat mereka hanya bisa bertukar kabar lewat ponsel saja.

Dan kini tak ada angin, tak ada hujan, Salsa datang langsung ke kediaman Aisyah. Sungguh waktu yang sangat di nantikan oleh keduanya.

"Oh iya kata Mbak Syahira, kamu ke sini ada urusan penting? Urusan apa itu?"

Salsa membuka ransel hitamnya dan mengeluarkan sebuah makalah, "jadi gini, aku mau merepotkan kamu sekali saja boleh?"

"Beberapa kalipun gak apa-apa, selagi masih di batas kemampuanku."

"Aku jadi tidak enak, datang kemari hanya untuk seperti ini." Salsa terkekeh seraya menggaruk tengkuknya.

"Kamu ini seperti sama siapa saja," tukas Aisyah. "Kita kan sudah dekat sejak dulu. Jadi tak perlu sungkan lah."

Salsa tersenyum lebar, "makasih ya. Jadi seperti ini, aku mau minta tolong kamu buat mewakili aku untuk menemui salah satu pemimpin perusahaan. Kamu hanya perlu memberikan proposal ini saja." Gadis itu menyerahkan proposal tadi ke tangan Aisyah.

Nona Hujan & Tuan KopiWhere stories live. Discover now