Mencari Jati Diri 2

2.4K 221 5
                                    

Saya datang dengan harapan, maka saya akan pulang dengan keputusan.
-Syamuel Dreen Almahera-

Spesial part Syamuel.

Gemerlap lampu-lampu dari bangunan dan rumah warga di sekitar menyambut kedatangannya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Gemerlap lampu-lampu dari bangunan dan rumah warga di sekitar menyambut kedatangannya. Langit malam Yogyakarta kini lebih meriah dengan bintang-bintang serta rembulan yang menghiasi. Bukan hanya itu, keindahan di daerah istimewah ini amat sempurna oleh tugu yang berdiri kokoh di persimpangan jalan, karismatik dan aura Jawa amatlah terpancarkan. Ini merupakan suatu penyambutan yang sempurna.

Mobil mewah itu kembali membelah jalanan ketika lampu lalu lintas berubah hijau. Hanya beberapa detik memandangi keindahan pusat di Jogja ini sungguh menghibur hati Syamuel untuk sesaat. Setelah itu, ia harus mencari lagi alamat pondok pesantren Miftahuzannah. Tempat yang sempat di usulkan Aji itu merupakan harapan Syamuel untuk menuntaskan segala keresahan hatinya.

Dengan tekad yang kuat, Syamuel memulai perjalan tersebut dari fajar. Sampai akhirnya, sekitar beberapa jam terlewati, ia sampai di sebuah bangunan beberapa lantai dengan khas ukiran arabnya dan di depannya tepat gapura besar yang bertuliskan nama pondok.

Setelah memarkirkan mobil, Syamuel menelusuri halaman pondok yang sepi dengan tas ransel yang di gendingnya. Terdengar suara para santri yang sedang menyeruakan asma Allah yang membuat Syamuel berdesir.

"Mas?"

Syamuel yang awalnya melihat ke arah para santri yang tengah bermurotal, kini teralih ke sumber suara yang memanggilnya tadi. "Sampean kanca Mas Aji, ya?"

Mendengar bahasa Jawa yang begitu kental itu membuat Syamuel paham, jika di sini harus terbiasa mengobrol seperti itu. Untung saja ia sempat belajar sedikit dengan Aji pasal ini. "Nggeh," jawab Syamuel dengan sopan pada pemuda yang sepertinya santri di situ. Lalu mengapa pemuda itu tak ikut santri yang lain bermurotal? Entahlah.

"Ingin bertemu pak kiyai Sobri? Mari saya antarkan." Syamuel tersenyum seraya mengangguk. Pemuda dengan sarung yang melekat itu kemudian menyuruh Syamuel mengikuti langkahnya.

Sepanjang perjalanan menuju tempat yang dimaksud, manik mata tajam Syamuel menelisik setiap bangunan pondok yang amat islami. Ukiran-ukiran arab dan sastra Jawa menjadi dominan di setiap pilar-pilar. Sepertinya banyak para santri yang mengabdikan hidupnya di mari untuk mencari ilmu agama.

"Nama saya Fajar, abdi ndalem di sini. Dan saya di tugaskan menunggu kedatangan, Masnya."

Syamuel tergelak ketika pemuda yang namanya Fajar itu memperkenalkan diri. "Jangan panggil saya 'mas' kita sepertinya seumuran. Nama saya Syamuel."

"Ah iya, Syam. Saya sudah tahu tujuan kamu ke mari, sangat tepat sekali mas Aji menyuruh kamu ke mari." Sahut Fajar seraya masih melanjutkan langkahnya. Begitupun Syamuel.

"Entah kenapa saya percaya dengan petunjuk dari Aji. Dia sekretaris sekaligus teman yang amat bisa diandalkan." Syamuel terkekeh di akhir kalimat.

Fajar pun terkekeh. Langkah pemuda itu terhenti tepat di depan pintu kayu jati yang besar, sepertinya itu ruangan yang di maksud. "Monggo, masuk."

Nona Hujan & Tuan KopiWhere stories live. Discover now